Jumat, 31 Desember 2010

TELUR AYAM YANG TIDAK BISA MENETAS

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kebutuhan masyarakat terhadap daging unggas terutama ayam sangat tinggi seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Sementara ketersediaan populasi ayam (chicken population stock) sangat berkurang. Berkurangnya populasi ayam tersebut disebabkan karena a). penyakit, dimana baru-baru ini unggas diserang oleh penyakit yang sangat ditakuti oleh manusia yaitu flu burung. Flu burung ini ditakuti karena bisa menular ke manusia dan bersifat mematikan. Sementara vaksinnya belum bisa ditemukan. b). kurangnya minat masyarakat dalam pembudidayaan unggas atau ayam, karena perkembangan teknologi yang semakin canggih, menyebabkan manusia menjadi gengsi dan manja untuk melakukan suatu usaha terutama pada pembudidayaan unggas terutama ayam.

Sehingga melihat permasalahan tersebut maka ditemukanlah suatu cara untuk meningkatkan populasi ayam yaitu dengan cara menetaskan telur. Penetasan telur ini merupakan suatu uapay untuk menyelsaikan permasalahan kebutuhan unggas dimasyarakat baik kebutuhan untuk dikonsumsi maupun kebutuhan untuk dibudidayakan.

Penetasan telur ini menggunakan mesin tetas, dimana fungsinya menggantikan induk asli dari unggas tersebut. Sementara system kerja mesin tetas sama seperti system kerja induk, suhu dan kelembaban bisa diatur oleh orang yang menetaskan. Namun kelebihan dari mesin tetas ini adalah mampu menampung telur yang akan ditetaskan dalam jumlah yang banyak, dari 100 butir sampai ribuan butir lebih.

Akantetapi menetaskan telur menggunakan mesin tetas masih belum terlalu banyak diterapkan dimasyarakat, Karena mereka belum memahami teknis penggunaan dari mesin tetas tersebut. Sehingga perlu pengkajian tentang bagaimana cara menggunakan mesin tetas yang baik serta bagaimana cara menetaskan telur.

Mahasiswa terutama mahasiswa fakultas peternakan harus melakukan pengkajian terhadap permasalahan yang ada, perlu percobaan penetasan telur. Oleh karena itu mahasisw melakukan praktikum penetasan telur pada mata kuliah teknologi penetasan telur.

Tujuan dan kegunaan

Tujuan

a. Untuk mencoba menetaskan telur

b. Untuk mengetahui permasalahan pada saat penetasan, baik kendala mesin tetas maupun kendala pada telurnya yang tidak bisa menetas.

c. Untuk mengetahui waktu pemutaran telur

d. Untuk mengetahi jenis mesin tetas

Kegunaan

a. Praktikum ini berguna sebagai nilai tambahan mahasiswa pada mata kuliah teknologi penetasan telur

b. Setelah melakukan praktikukm ini, diharapkan mahasiswa mampu untuk menetaskan telur menggunakan mesin tetas secara mandiri

c. Mahasiswa bisa mengetahui permasalahan yang ada pada penetasan telur

d. Mahasiswa bisa menjadi terampil untuk menetaskan telaur

TINJAUAN PUSTAKA

Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama : kulit telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).

Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan
unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu. Secara umum terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari bobot tubuh), putih telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32 % dari bobot tubuh).

Tepung telur pada dasarnya masih merupakan telur mentah juga, namun
sudah dikeringkan sebagian besar kandungan airnya, hingga hanya tersisa kurang
lebih 10 % saja. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung telur ini adalah
telur-telur yang mengalami retak atau pecah telur, serta telur-telur yang telah
mendekati batas akhir umur penyegarannya (Suprapti, 2002).
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama : kulit telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).

Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan
unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu. Secara umum terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari bobot tubuh), putih telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32 % dari bobot tubuh). Ciri-ciri telur yang baik antara lain : kerabang bersih, halus, rongga udara kecil, kuning telurnya terletak ditengah dan tidak bergerak, putih telur bagian dalam kental dan tinggi pada bagian putih telur maupun kuning telur tidak terdapat noda darah maupun daging. Bentuk telur serta besarnya juga proporsional dan nofrmal (Sudaryani dan Samosir, 1997).
Oleh karena telur mempunyai pelindung yang keras dalam bentuk kulit
telur/kerabang, maka yang terpenting untuk kualitas telur ditentukan dari sudut
internal, yaitu dari komposisi gizinya. Komposisi gizi ini tentu saja dipengaruhi oleh makanan yang diberikan pada unggas. Faktor eksternalnya berupa bakteri perusak yang berusaha untuk masuk ke dalam telur melalui pori-pori pada kerabang telur.

Secara interbal memang kualitas telur ditentukan oleh kandungan gizinya dan struktur fisik isi telur itu. Telur yang baik dilihat dari struktur fisik adalah telur dengan putih telur yang masih kental dan bening. Biasanya putih telur ini masih terbagi atas 2 lapisan yaitu lapisan yang kental didekat kuning telur dan lapisan yang encer dibagian terluar kuning telur. Bila semua lapisan telurnya sudah encer maka kualitas telur itu mulai merosot (Rasyaf, 1996).
Telur sangat tahan terhadap kehilangan isi karena ketahanan kerabang
terhadap penyusupan zat cair atau perbanyakan jasad renik. Telur utuh terdiri atas
beberapa komponen, yaitu air 66 % dan bahan kering 34 % yang tersusun atas
protein 12 %, lemak 10 %, karbohidrat 1 % dan abu 11 %. Kuning telur adalah salah satu komponen yang mengandung nutrisi terbanyak dalam telur. Kuning telur mengandung air sekitar 48 % dan lemak 33 %. Kuning telur juga mengandung vitamin, mineral, pigmen dan kolesterol. Putih telur terdiri atas protein, terutama lisosin yang memiliki kemampuan anti bakteri untuk membantu mengurangi kerusakan telur (Akoso, 1993).

Kerabang telur atau egg shell mempunyai dua lapisan yaitu spongy layer dan mamillary layer yang terbungkus oleh lapisan lendir berupa kutikula. Lapisan luar terbentuk dari kalsium, phosphor dan vitamin D yang merupakan lapisan paling keras yang berfungsi melindungi semua bagian telur. Tebal tipisnya kerabang telur tergantung pada jumlah kalsium yang terdapat pada pakan. (Stadellman et al., 1995).

Putih telur atau albumen mempunyai proporsi yang tinggi dalam komposisi telur mencapai 60 % dari total berat telur. Persentasi putih telur pada ayam petelur bervariasi secara keseluruhan tergantung dari strain, umur ayam dan umur dari telur (Stadellman, 1995).

Kuning telur merupakan bagian yang paling penting bagi isi telur,sebab pada bagian inilah terdapat dan tempat tumbuh embrio hewan, khususnya pada telur yang telah dibuahi. Bagian kuning telur ini terbungkus semacam selaput tipis yang sangat kuat dan elastis yang disebut membrane vetelina. Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap daripada putih telur dan terdiri dari air, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin .(Stadellman, 1995).

Kualitas fisik telur juga ditentukan oleh kuning telur, warna kuning telur
tersebut disebabkan karena adanya kandungan xantofil pakan yang diabsorpsi dan
disimpan dalan kuning telur (Stadellman et al., 1995). Lebih lanjut dikemukakan oleh Nesheim et al. (1979), bahwa kuning telur merupakan bagian telur terpenting karena didalamnya terdapat sel benih. Kuning telur tersusun oleh lapisan konsentris terang dan gelap yang disebabkan karena perbedaan xantofil pakan dan periode siang dan malam.

Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa kulitcangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru, kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur tersebut dikonsumsi langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap awetnya telur. Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul lagi.(Anonima,2009)

Dari beberapa penelitian yang dilakukan para ahli, misalnya Haryoto (1996), Muhammad Rasyaf (1991), dan Antonius Riyanto (2001), menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya CO2 yang terkandung di dalamnya sudah banyak yang keluar, sehingga derajat keasaman meningkat. Penguapan yang terjadi juga membuat bobot telur menyusut, dan putih telur menjadi lebih encer. Masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur juga akan merusak isi telur. Telur segar yang baik ditandai oleh bentuk kulitnya yang bagus, cukup tebal, tidak cacat (retak), warnanya bersih, rongga udara dalam telur kecil, posisi kuning telur di tengah-tengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah.(Anonimb,2009)
Pemindangan merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan kombinasi
penggaraman dan perebusan.Pemindangan dapat di lakukan dari bahan baku ikan atau telur. Pemindangan ikan hanya umum di lakukan di daerah pantai sedangkan
pemindangan telur dapat di lakukan di berbagai tempat.Telur pindang merupakan
produk olahan telur tradisional yang menggunakan bahan penyamak protein.Protein akan terdenaturasi jika kontak dengan bahan penyamak,misalnya tanin.Bahan-bahan yang dapat di gunakan untuk menyamak telur antara lain kulit bawang merah,daun jambu biji dan air teh.Pemindangan telur dapat menyebabkan telur rebus tersebut sedikit lebih awet dari pada perebusan telur dalam air biasa.Pada proses pemindangan telur di gunakan daun jambu biji atau kulit bawang merah yang menyebabkan warna kulit telur menjadi kecoklatan dan akan memberikan cita rasa yang khas.selain itu jambu biji di duga mengandung tanin yang bersifat menyamak kulit telur sehingga memperpanjang umur simpan telur.Tanin tersebut akan menyebabkan protein yang ada di permukaan kulit telur menggumpal dan menutupi pori-pori telur,sehingga telur menjadi lebih awet karena kerusakan telur dapat di hambat. (Teknologi pangan dan
Gizi IPB)

Secara alamiah bangsa unggas yang salah satunya adalah ayam, akan mengerami telur telurnya bila sudah dirasa cukup baginya sebagai bagian dari memperbanyak keturunannya (species nya). Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan. Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan (Anonym, 2010).

Adapun macam-macam dari mesin tetas adalah sebagai berikut :

1. Alat tetas dengan teknologi sekam dan sumber panas matahari

2. Mesin tetas Listrik dengan lampu bohlam sebagai alat pemanasnya

3. Mesin tetas dengan menggunakan lampu minyak

4. Mesin tetas dengan kawat nekelin

5. Mesin tetas dengan kombinasi beberapa hal diatas

6. Mesin tetas otomatis (Anonym, 2010.)

Anonym (2010). mengatakan Untuk mendapatkan telur telur yang bagus untuk di tetaskan harus di yakini bahwa telur- telur tersebut berasal dari induk induk ayam yang memenuhi syarat sebagai induk yang baik seperti:

1. Telah di Vaksinasi secara lengkap

2. Sehat

3. Mempunyai postur dan bentuk badan yang baik

4. Berasal dari galur murni

Secara garis besar incubator hanya dikelompokkan menjadi 2 tipe dasar yaitu tipe forced air (dengan sirkulasi udara) dan still air (tanpa sirkulasi udara). Di Indonesia (Jakarta) di temukan tipe still air yang banyak dijual di dengan kapasitas mulai dengan 40, 100, 200 butir telur, walau pada prakteknya yang berkemampuan 100 butir hanya bisa dipakai untuk menetaskan 70 butir agar ada cukup ruang, tidak terlalu padat dan baik daya tetasnya. Jenis ini membutuhkan banyak penanganan dalam pemutaran telur yang biasanya dilakukan sedikitnya 3 kali sehari secara satu persatu dan dengan cara membuka tutup incubatornya. Suhu penetasannya selalu dibuat 2o sampai 3oF lebih tinggi dari type forced air atau sekitar 102o sampai 103oF. Hal ini karena panas untuk penetasan dirambatkan melalui udara dari bohlam lampu diatasnya (Anonym, 2010).

Ventilasi yang cukup adalah penting untuk diperhatikan mengingat didalam telur ada embrio yang juga bernafas dalam perkembangannya dan memerlukan O2 dan membuang CO2. Dalam operasi mesin penetas, lebar lubang bukaan ventilasi harus diatur agar cukup ada sirkulasi udara dan dengan memperhatikan penurunan tingkat kelembaban udaranya.

Pada incubator tipe still-air, buatan Cemani maka bukaan ventilasi ada di bagian atasnya yang dapat diatur untuk mengeluarkan udara bersamaan degan pergerakan udara panas yang ada didalamnya sedangkan sirkulasi udara masuk sudah cukup dari lubang lubang yang ada dibagian bawah dan samping incubator tersebut.

Pada incubator jenis forced-air incubator, jika terjadi lampu mati atau PLN off maka ventilasi harus dibuka lebih lebar dan bila perlu sesekali di buka pintunya agar terjadi pertukaran udara segar dan tetap diusahakan suhu ruangan berada pada kisaran 75oF atau lebih. Sedangkan pada incubator tipe still-air ventilasi dibiarkan terbuka ¼ atau ½ (tidak berubah atau lebih ditutup) agar panas dan kelembaban tidak terlalu terpengaruh (Anonym, 2010).

Standart untuk suhu dalam incubator “penetasan” tipe forced air adalah 100oF. untuk jenis forced-air incubators dan 102oF. untuk type still-air incubators. Suhu pada incubator penetas (hatching) di set 1o F lebih rendah dibandingkan dengan incubator “pengeram” selama 3 hari sebelum penetasan.

Tabel 1. Kegiatan yang dilakukan pada penetasan telur

Keterangan


Ayam

Periode Incubator (Hari)


21

Temperatur (oF)


100

Humidity


65-70

Tidak ada pemutaran telur


Hari ke 18th

Buka Vents tambah ¼


hari ke 10th

Buka Vents (jika diperlukan)


hari ke 18th

Sedangkan untuk tipe still air, posisi termometer adalah sejajar atau rata dengan tinggi bagian atas telur atau sekitar 5 cm dari dasar telur. Termometer haruslah tidak diletakkan diatas telur atau diluar bidang penetasan tetapi bersebelahan dengannya. Selain itu, mesin incubator juga harus tertutup rapat untuk menghindari hilang panas atau kelembaban udaranya.

Fluktuasi temperatur sebanyak 1 derajat atau kurang tidak menjadi masalah tetapi pengontrolan Temperature secara berkala amat diperlukan untuk menjaga agar suhu tidak ketinggian atau kerendahan dari standart tersebut. Sebagai catatan : suhu sekitar 105oF. untuk 30 menit dapat mematikan embrio didalam telur sedangkan suhu penetasan pada 90oF untuk 3 sampai 4 jam akan memperlambat perkembangan embrio didalam telur (Anonym, 2010).

Pengontrolan kelembaban udara harus dilakukan dengan hati hati. Hal ini diperlukan untuk menjaga hilangnya air dari dalam telur secara berlebihan. Pengukuran dapat dilakukan dengan hygrometer atau psychrometer. Psychrometer atau termometer bola basah (wet bulb) menunjukkan derajat kelembaban udara dan dapat dibaca berdasarkan tabel dibawah ini:



Kelembaban relatif (relatif humidity) untuk mesin incubator “penetas” atau periode 18 hari pertama harus dijaga pada 50 – 55 % atau 83.3 oF – 85.3 oF dengan wet bulb. Dan 3 hari setelahnya (21 hari dikurangi 3 hari) atau pada hari ke 19 – 21 sebelum penetasan, kelembaban udara harus dinaikkan menjadi 60 oF - 65 oF atau 87.3 oF - 89 oF.

Pada saat 3 hari menjelang penetasan dapat dikatakan kita harus lepas tangan “hand-off” karena pada saat ini tidak diperlukan campur tangan manusia sama sekali selain menunggu proses penetasan berjalan sampai selesai dengan sendirinya. Incubator tidak boleh dibuka karena dapat menyebabkan kehilangan kelembaban udara yang amat diperlukan dalam penetasan. Kehilangan kelembaban dapat mencegah keringnya membran pada kulit telur pada saat penetasan (hatching).

Kelembaban yang rendah menyebkan anak ayam sulit memecah kulit telur karena lapisannya menjadi keras dan berakibat anak ayam melekat / lengket di selaput bagian dalam telur dan mati. Akan tetapi kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan anak ayam didalam telur juga sulit untuk memecah kulit telur atau kalaupun kulit telur dapat dipecahkan maka anak ayam tetap berada didalam telur dan dapat mati tenggelam dalam cairan dalam telur itu sendiri.

Pada incubator penetas “hatching”, kelembaban udara bisa diatur dengan memberikan nampan berisi air dan bila perlu ditambahkan busa / sponse untuk meningkatkan kelembaban udara. Sedangkan pada tipe still-air maka menaikkan kelembaban dengan cara menambah nampan air dibawah tempat penetasan atau pada prinsipnya, menaikkan kelembaban dapat dicapai dengan menambah penampang permukaan airnya.

Adapun cara yang sempurna untuk menentukan kelembaban udara adalah dengan memperhatikan ukuran kantong udara didalam telur bagian atas atau bagian tumpulnya seperti gambar dibawah ini dengan menggunakan teropong telur. Kelembaban dapat diatur setelah peneropongan telur pada hari ke 7, 14, dan 18 pada masa penetasan (Anonym, 2010).

.

Pemeriksaan fertilitas telur adalah suatu hal yang perlu dilakukan. Hal ini terutama diperlukan untuk menentukan jumlah telur yang fertile untuk terus ditetaskan sedangkan yang tidak fertile atau tidak bertunas harus disingkirkan karena tidak berguna dalam proses penetasan dan bahkan Cuma buang buang tenaga dan tempat saja. Padahal tempat yang ada dapat dimanfaatkan untuk telur telur fertile yang lain atau yang baru akan ditetaskan.

Tes fertilitas semacam ini tidak akan mempengaruhi perkembangan embrio telur, malah sebaliknya kita akan tahu seberapa normal perkembangan embrio didalam telur tersebut telah berkembang atau bertunas. Tatapi tetap sebagai hal yang terpenting dalam proses ini adalah mengetahui seberapa banyak telur yang fertile dan dapat menentukan langkah langkah yang diperlukan untuk telur yang tidak fertile terutama jika telur telur tersebut diberikan coretan / tulisan mengenai asal telur dan tanggal di telurkan oleh sang ayam maupun informasi asal kandangnya.

Ada beberapa istilah untuk alat melihat fertilitas telur disebut teropong telur atau tester atau candler. Alat ini mudah dibuat dengan cara menempatkan bohlam lampu dalam sebuah kotak atau silender yang dapat terbuat dari segala macam jenis baik kayu ataupun pralon 3 inch seperti pada gambar.

Cara membuatnya adalah dengan memotong pralon 3 inch sepanjang 20 cm dan menutup kedua ujungnya dengan kayu yang dibuat melingkar mengikuti pralon dan kemudian di mur. Bagian dalam diberikan fitting lampu dan sebuah bohlam lampu yang cukup terang (missal : 40 watt) dan satu ujung bagian atasnya pada bagian tengahnya diberikan lubang sebesar 2/5 besar diameter telur rata rata atau sekitar 2 cm.

Penggunaannya adalah dengan menyalakan bohlam lampu dan melalui lubang yang ada (pada bagian atasnya) diletakkan telur yang akan dilihat dengan cara menempelkan bagian bawah telur (bagian yang lebih tajam dari telur) ke lubang dan melihat perkembangan yang ada di dalam telur. Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan alat ini pada ruangan yang gelap sehingga bagian dalam telur yang terkena bias cahaya lampu dapat lebih jelas terlihat.

Telur biasanya di test setelah 5 – 7 hari setelah di tempatkan dalam incubator. Telur dengan kulit yang putih seperti telur ayam kampung akan lebih mudah dilihat daripada telur negri atau yang warna kulitnya cokalat atau warna lainnya.

Pada saat test fertilitas, maka hanya telur yang ada bintik hitam dan jalur jalur darah yang halus yang akan terus di tetaskan. Tetapi singkirkan telur telur yang ada pita darahnya, tidak ada perubahan (tetap tidak ada perkembangan), ada blok kehitaman karena mati atau seperti contoh pada gambar berikut:

Apabila karena kurang pengalaman atau karena ragu ragu seperti missal menurut pengalaman kami perkembangan embrio kadang tidak terlihat jelas di bagian pinggir telur karena perkembangannya ada di tengah telur. Keadaan ini akan tampak seakan akan telur tidak berkembang tetpi nyatanya berkembang dengan baik.

Dalam kasus tersebut maka hal yang bijaksana adalah dengan mengembalikan telur telur tersebut kedalam incubator dan test kembali pada hari ke 10 atau 14 misalnya. Jika ternyata berkembang maka telur terus di tetaskan tetapi bila tidak maka harus dibuang.

Sanitasi atau pembersihan terhadap telur dan peralatan penetasan dapat menggunakan sistim fumigasi. Fumigasi dngan tingkat yang rendah tidak akan membunuh bakteri dan bibit penyakit tetapi fumigasi yang terlalu tinggi dapat mebunuh embrio didalam telur. Maka amatlah di haruskan untuk memakai ukuran yang tepat terhadap bahan kimia yang akan digunakan dalam melakukan fumigasi.

Dalam melakukan fumigasi, sebuah ruangan yang cukup atau lemari yang besar diperlukan untuk menampung semua telur telur yang akan di tetaskan dan ruangan atau tempat tersebut juga dilengkapi dengan kipas angin untuk sirkulasi udara didalamnya.





Susun telur telur yang ada didalam ruangan atau lemari dengan rak rak dari bahan berlubang lubang (seperti kawat nyamuk atau kasa) sehingga udara dapat bergerak bebas diantaranya. Bahan kimia yang biasa dipakai untuk fumigasi adalah gas Formaldehyde yang di hasilkan dari campuran 0.6 gram potassium permanganate (KmnO4) dengan 1.2 cc formalin (37.5 percent formaldehyde) untuk setiap kaki kubik ruangan yang dipakai. Buat campuran bahan bahan tersebut pada tempat terpisah sebanyak setidaknya 10 kali dari volume total ruangan atau lemari.

Sirkulasikan gas tersebut di dalam ruangan atau lemari selama 20 menit dan kemudian keluarkan / buang gas nya. Suhu yang diperlukan selama fumigasi adalah diatas 70oF. Selanjutnya biarkan telur telur tersebut di udara terbuka selama beberapa jam sebelum menempatkannya di dalam mesin incubator (Anonym, 2010).

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

Materi Praktikum

a. Alat Praktikum

mesin tetas

bola lampu 5 watt

saklar

tissue

thermometer dan hygrometer

b. Bahan Praktikum

telur tetas 60 butir

air keran

Metode Praktikum

Satu hari sebelum memasukkan telur kedalam mesin tetas, mesin tetas dan tempat disekitar mesin tetas dibersihkan.Sebelum memasukkan telur, telur diseleksi. Dari 60 buitr telur ada 11 butir yang terseleksi dan 49 butir telur yang dimasukkan kedalam mesin tetas untuk dimasukkan. Kemudian setelah diseleksi telur dibersihkan dan dimasukkan kedalam mesin tetas.

Mesin tetas diisikan dengan air pada tempat air yang ada didalam mesin tetas untuk mendapatkan kelembaban yang stabi, kemudian temperature udara mesin tetas diatur sekitar 390 C. setelah itu, pengontrolan dilakukan untuk melakukan pemutaran telur dalam jangka 3 hari. Selanjutnya peneropongan telur dilakukan pada hari keempat untuk mengetahui fertilitas telur tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telur yang ditetaskan pada mesin tetas merupakan telur yang sudah diseleksi dengan baik. Tetapi setelah melakukan uji coba penetasan menggunakan mesin tetas ternyata tidak ada yang menetas. Jumlah telur yang ditetaskan dan sudah diseleksi adalah 49, tetapi satupun tidak ada yang menetas.

Telur dimasukkan pada tanggal 2 desember 2010 dan pada tanggal 22 desember 2010 telur diperiksa untuk terakhir kalinya, tapi tidak ada yang menetas. Sementara dilihat dari kendala yang ada, ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan penetasan menggunakan mesin tetas, yaitu : mesin tetas dan telur yang ditetaskan.

Mesin tetas memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap daya tetas sebutir telur. Karena mesin tetas harus berfungsi sama seperti induk aslinya maka mesin tetas disebut juga sebagai indukan. Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan. Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan (Anonym, 2010).

Sehingga ventilasi mesin tetas sangat perlu diperhatikan. Ventilasi yang cukup adalah penting untuk diperhatikan mengingat didalam telur ada embrio yang juga bernafas dalam perkembangannya dan memerlukan O2 dan membuang CO2. Dalam operasi mesin penetas, lebar lubang bukaan ventilasi harus diatur agar cukup ada sirkulasi udara dan dengan memperhatikan penurunan tingkat kelembaban udaranya.

Pada incubator tipe still-air, buatan Cemani maka bukaan ventilasi ada di bagian atasnya yang dapat diatur untuk mengeluarkan udara bersamaan degan pergerakan udara panas yang ada didalamnya sedangkan sirkulasi udara masuk sudah cukup dari lubang lubang yang ada dibagian bawah dan samping incubator tersebut.

Pada incubator jenis forced-air incubator, jika terjadi lampu mati atau PLN off maka ventilasi harus dibuka lebih lebar dan bila perlu sesekali di buka pintunya agar terjadi pertukaran udara segar dan tetap diusahakan suhu ruangan berada pada kisaran 75oF atau lebih. Sedangkan pada incubator tipe still-air ventilasi dibiarkan terbuka ¼ atau ½ (tidak berubah atau lebih ditutup) agar panas dan kelembaban tidak terlalu terpengaruh (Anonym, 2010).

Perhatian mesin tetas terhadap ventilasi, berarti temperature dan kelembaban pada mesin tetas juga diperhatikan. Karena ventilasi juga akan mempengaruhi temperature dan kelembaban. Sementara temperature dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap daya tetas telur.

Standart untuk suhu dalam incubator “penetasan” tipe forced air adalah 100oF. untuk jenis forced-air incubators dan 102oF. untuk type still-air incubators. Suhu pada incubator penetas (hatching) di set 1o F lebih rendah dibandingkan dengan incubator “pengeram” selama 3 hari sebelum penetasan.



Sedangkan untuk tipe still air, posisi termometer adalah sejajar atau rata dengan tinggi bagian atas telur atau sekitar 5 cm dari dasar telur. Termometer haruslah tidak diletakkan diatas telur atau diluar bidang penetasan tetapi bersebelahan dengannya. Selain itu, mesin incubator juga harus tertutup rapat untuk menghindari hilang panas atau kelembaban udaranya.

Fluktuasi temperatur sebanyak 1 derajat atau kurang tidak menjadi masalah tetapi pengontrolan Temperature secara berkala amat diperlukan untuk menjaga agar suhu tidak ketinggian atau kerendahan dari standart tersebut. Sebagai catatan : suhu sekitar 105oF. untuk 30 menit dapat mematikan embrio didalam telur sedangkan suhu penetasan pada 90oF untuk 3 sampai 4 jam akan memperlambat perkembangan embrio didalam telur (Anonym, 2010). Pengontrolan kelembaban udara harus dilakukan dengan hati hati. Hal ini diperlukan untuk menjaga hilangnya air dari dalam telur secara berlebihan. Pengukuran dapat dilakukan dengan hygrometer atau psychrometer. Psychrometer atau termometer bola basah (wet bulb) menunjukkan derajat kelembaban udara dan dapat dibaca berdasarkan tabel dibawah ini:


Kelembaban relatif (relatif humidity) untuk mesin incubator “penetas” atau periode 18 hari pertama harus dijaga pada 50 – 55 % atau 83.3 oF – 85.3 oF dengan wet bulb. Dan 3 hari setelahnya (21 hari dikurangi 3 hari) atau pada hari ke 19 – 21 sebelum penetasan, kelembaban udara harus dinaikkan menjadi 60 oF - 65 oF atau 87.3 oF - 89 oF.

Kemudian keadaan telur juga sangat perlu diperhatikan. Karena telur yang ditetaskan perlu diketahui tingkat fertilitasnya, infertile, ukuran kerabang warna kerabang, berat, asal induk yang mampu memiliki daya tetas tinggi, kebersihan dan masih banyak lagi yang perlu diperhatikan dari telur yang ditetaskan tersebut. Namun yang paling perlu diperhatikan adalah asal telur itu sendiri. Anonym, (2010) mengatakan Untuk mendapatkan telur telur yang bagus untuk di tetaskan harus di yakini bahwa telur- telur tersebut berasal dari induk induk ayam yang memenuhi syarat sebagai induk yang baik seperti:

1. Telah di Vaksinasi secara lengkap

2. Sehat

3. Mempunyai postur dan bentuk badan yang baik

4. Berasal dari galur murni

Setelah memperhatikan galurnya, maka yang perlu diperhatikan adalah kualitas telur itu sendiri. Karena kualitas telur akan mempengaruhi daya tetas juga. Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa kulit
cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru, kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur tersebut dikonsumsi langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap awetnya telur. Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul lagi.(Anonima,2009).

Sementara telur yang diseleksi pada praktikum teknologi penetasan telur adalah telur yang terseleksi, namun kemungkinan kurang infertile walaupun telur tersebut berasal dari induk yang sudah dibuahi. Karena rasio pejantan dan betina yang normal untuk ayam petelur adalah 1:7. Artinya satu ekor pejantan melayani tujuh ekor betina. Perbandingan rasio pada induk telur kemungkinan terlalu banyak sehingga tingkat kesuburan sperma yang masuk kedalam sel telur sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari rasio perbandingan pejantan dengan induk petelur terhadap tingkat kesuburan (fertilitas) telur.

Telur yang tidak menetas tersebut kemudian diperiksa bagian dalamnya. Ternyata di bagian dalam terdapat cairan kental yang berwarna putih. Ini merupakan hasil dari pembelahan sel embrio yang abnormal. Sehingga menyebabkan gagalnya proses perkembangan embrio menjadi anak ayam. Proses ini dipengaruih oleh fertilitas telur serta tingkat kebersihan telur. Seharusnya warna bagian dalam telur berwarna kunig untuk kuning telurnya dan kental bening untuk albumen telurnya.
Karena telur yang dimasukkan kedelam mesin tetas seharusnya dibersihkan dengan alcohol, tapi dibersihkan menggunakan air keran biasa. Kemudian yang mempengaruhi adalah aliran listrik yang digunakan untuk memanaskan mesin tetas.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa telur yang ditetaskan tidak ada yang fertile.

Saran

a. Dalam melakukan seleksi telur perhatikan bentuk serta warna kerabang karena bentuk dan warna kerabang sangat mempengaruhi tingkat fertilitas telur itu sendiri.

b. temperature mesin tetas serta kelembabannya juga harus diperhatikan. Serta aliran listriknya. Ketika listrik mati harus ada pengganti cadangan yang digunakan untuk memanaskan mesin tetas supaya suhu dan kelembaban tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T., 2000. Perlindungan Masyarakat Veteriner dan Pengembangan Produk Hewani. In Rapat Koordinasi dan Konsultasi Penyusunan Program Proyek T.A 2000. Jakarta.

Anggorodi R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Anonim, 2003. Beternak Ayam Petelur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Anonim, 2009 Http://smp2talun.wordpress.com/2008/04/25/Pengaruh pemberian minyak terhadap kualitas telur. Diakses pada hari kamis 7 januari 2009 ,pukul 15.30.

Anonym, 2010. penetasan telur dengan mesin tetas. http://www.glory-farm.com/ptetas_mesin/mesin_tetas.htm diakses pada tanggal 20 Desember

2010).

Anonym, 2010. Tips menetaskan telur.

http://www.glory-farm.com/ptetas_mesin/tips_tetas.htm di akses pada tanggal 20 Desember 2010

Bell D.J. and Freeman B.M., 1971. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. Volume 3. Academic Press. London New York.

Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta: Kanisius.

James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Soedarsono).

Nalbandov A.V., 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman).

Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rashaf, Muhammad. 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta:

Kanisius

Rasyaf M., 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Riyanto, Antonius. 2001. Sukseskan Menetaskan Telur Ayam. Jakarta:

Andromedia Pustaka


Stadellman, W.J. dan O.J. Cotteril, 1995. Egg Science and Technology. 4th ed. teh Avi Publishing Co. Inc. New York.


Sudaryani dan Samosir, 1997. Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam.
Penebar Swadaya. Jakarta.


Suprapti, L., 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin, Tepung Telur, dan Telur
Beku. Penerbit kanisius. Yogyakarta.


Team penyusun.Teknologi Pangan dan Gizi IPB.hal 103-104. IPB press

2 komentar:

  1. assalamualaikum
    saya mau tanya, apakah semua ayam betina bisa bertelur? telur yang bagaimana yg bisa menetas?
    terima kasih.

    BalasHapus
  2. waalikumussalam.
    Ya, jd pd dasarnya semua unggas betina secara umum dan ayam betina khususnya bisa bertelur. Kecuali ayam yang punya kelainan atau gangguan pada organ reproduksi. Sehingga akan menghambat terjadinya ovulasi sel telur.
    Memang tidak semua telur yang bisa menetas,kecuali telur yang sesuai dengan ketetntuan/faktor telur menetas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan telur, diantaranya adalah :
    a. Rasio pejantan dan betina. Biasanya seecara umum rasio pejantan dan betina kita gunakan 1 : 10, walaupun ada beberapa teori mengatakan normalnya rasio pejantan dan betina adalah 1 : 7-8.
    b. Bentuk telur. Bentuk telur juga mempengaruhi daya tetas, karena bentuk telur akan menyebabkan kematian embrio dan komponen telur didalamnya.
    c. Ovoposition time. Merupakan waktu yang diperlukan ayam untuk mengeluarkan telur. Jika telur keluar terlalu cepat, maka daya tetasnya akan berkurang bahkan tidak bisa menetas, karena ada beberapa proses yang tidak dilalui oleh selama proses pembentukan telur.
    d. dll, terimakasih.

    BalasHapus