Minggu, 27 Februari 2011

Gejala Penyakit Asma dan Cara Penanggulangannya

Sumber: www.AnneAhira.com

Asma adalah jenis penyakit yang bersifat kronik. Maksudnya adalah penyakit yang umurnya panjang, bisa bertahun-tahun. Penyakit ini menyerang organ tubuh yang digunakan untuk bernafas yaitu paru-paru. Kebanyakan penyakit ini bisa berjangkit di daerah yang tingkat kekotoran udara atau polusinya tinggi. Bisa dari kotoran atau limbah industri, kendaraan yang mengeluarkan asap secara berlebih, atau bisa juga dari debu yang banyak berterbangan di udara. Maka tidak mengherankan bila gejala penyakit asma selalu diawali dengan batuk atau sesak nafas yang tidak kunjung sembuh, meski sudah meminum obat batuk.



Penyebab Asma

Hingga sekarang para ahli kesehatan belum mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan munculnya penyakit ini. Namun yang pasti adalah, orang yang terkena penyakit asma sistem pernafasannya menjadi peka pada bermacam rangsangan. Misalnya udara kotor, dingin, hewan yang bulunya banyak dan halus, keadaan jiwa yang labil atau bisa juga sesuatu yang menimbulkan bau tak enak. Bahkan, ketika melakukan olahraga, asma yang diderita bisa kambuh. Terutama olahraga yang butuh pernafasan panjang.

Dari beberapa penderita asma yang diteliti, ternyata beberapa diantaranya juga punya saudara atau orangtua yang juga punya penyakit sama. Sehingga faktor keturunan juga diduga menjadi salah satu penyebabnya. Namun para peneliti tersebut belum memberi pernyataan yang resmi terkait hal tersebut.

Gejala dan Tanda Munculnya Penyakit Asma

Seseorang bisa diduga terserang penyakit asma jika mengeluarkan tanda atau gejala seperti di bawah ini.



  1. Ketika sedang bernafas sering mengeluarkan bunyi lenguhan. Namun perlu digarisbawahi bahwa tidak semua penderita asma nafasnya selalu bersuara. 

  2. Nafas sering menjadi sesak karena organ pernafasan menjadi sempit.

  3. Batuk yang tiada henti terutama di waktu malam atau ketika cuaca sedang dingin.

  4. Dada terasa sesak dan menjadi sempit, terutama pada bagian paru-paru.

  5. Karena nafas terganggu, maka ketika sedang berbicara tidak bisa lancar dan tidak bisa mengatur jalannya pernafasan dengan baik. 


Menghindari penyakit asma

Cara yang paling mudah dilakukan agar tidak terkena penyakit ini, tentu saja dengan menghindari segala hal yang menjadi penyebab dari munculnya sakit asma tersebut. Yaitu jangan tinggal di tempat yang udaranya sudah kotor karena polusi, serta jangan memelihara binatang yang bulunya banyak dan halus. Misalnya kucing, kelinci dan sebagainya.


Bila udara sedang dingin, maka selalu memakai baju hangat dan selendang leher. Kemudian, bila nafas tidak kuat jangan terlalu banyak melakukan olah raga yang membutuhkan nafas panjang. Misalnya, lari jarak jauh. Kalau ingin berlari, lakukan dengan perlahan atau ganti dengan jalan cepat saja.

Mengobati Penyakit Asma

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang bisa digunakan untuk menyembuhkan asma secara tuntas. Bila sudah sembuh dalam jangka waktu tertentu, asma bisa kambuh lagi. Jadi penanganan yang paling tepat adalah mengukur kadar kekambuhan asma tesebut dan memberi obat yang dosisnya disesuaikan dengan kondisi tubuh penderita serta seberapa jauh penyakti asma melakukan serangan.

Penyakit asma bisa kambuh kapan saja tanpa bisa diketahui. Bahkan kadangkala tanpa mengeluarkan suatu gejala, tiba-tiba nafas bisa menjadi sesak. Untuk itu, para penderita asma selalu diberi saran untuk membawa obat asma yang bisa dihirup (namanya ventolin inhaler) kemana saja pergi atau berada. Tujuannya, bila tiba-tiba terkena serangan bisa segera ditangani.

CONTOH KARYA TULIS

ANALISIS MANFAAT CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET TERHADAP KESEHATAN

Oleh : Muh. Latarul Islain
Fakultas Peternakan Universitas Mataram


PENDAHULUAN

Latar belakang
Perhatian masyarakat terhadap kesehatan makanan sangat kurang. Karena masih banyak masyarakat mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia dan dapat merugikan kesehatan tubuh. Zat-zat kimia tersebut seperti zat pewarna, penguat rasa (Monosodium Glutamat), bahan pengawet dan lain sebagainya.
Bahan pengawet makanan saat ini menjadi isu hangat dikalangan masyarakat, banyak masyarakat mengkonsumsi makanan dengan bahan pengawet yang mengandung formalin, borax dan masih banyak bahan pengawet makanan yang tidak diperbolehkan untuk digunakan pada makanan. Namun isu tersebut menyebabkan keresahan pada masyarakat sehingga sebagian masyarakat yang peduli dan tahu terhadap kesehatan enggan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bersifat diawetkan.
Semenatara makanan yang diawetkan tersebut adalah makanan yang mengandung nutrisi seperti protein (asam amino) sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan asam amino tersebut dari tubuh sendiri sehingga harus diambill dari makanan seperti daging sapi, daging ayam, bakso, tahu, ikan dan lain sebagainya. Selain itu nutirisi yang terkandung pada makanan yang diawetka dapat meningkatakan produksi energy dalam tubuh dan masih banyak manfaat yang lainnya.
Namun sekarang ini telah ditemukan bahan pengawet alami dengan manfaat yang banyak bagi tubuh, serta tidak memiliki efek samping. Bahan pengwet tersebut disebut chitosan. Chitosan ini merupakan zat yang dihasilakan oleh hewan crustaceae atau hewan yang berkulit keras seperti kepiting, udang dan lain-lain. Bahan pengawet ini masih belum dikenal oleh masyarakat, karena produksinya masih sedikit dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap chitosan ini.
Sehingga melalui karya tulis yang berjudul analisis manfaat chitosan sebagai bahan pengawet terhadap kesehatan tubuh ini akan diberikan penjelasan terhadap manfaat chitosan bagi kesehatan tubuh yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Dengan adanya karya tulis ini masyarakat akan mengetahui manfaat bahan pengwet ini dan perasaan resah pada masyarakat terhadap makanan yang diawetkan menggunakan chitosan ini dapat dihilangkan.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menjelaskan manfaat chitosan sebagai bahan pengawet
Manfaat
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Keresahan masyarakat terhadap makanan yang menggunakan bahan pengawet ini dapat dihilangkan. Dengan demikian masyarakat akan mengkonsumsi makanan tanpa merasa resah.
2. Setelah mengkonsumsi makanan tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan nutirisi yang dibutuhkan oleh tubuhnya seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain-lain.


TINJAUAN PUSTAKA

Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama ”Chitin”. Pada umumnya kitin dialam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Anonym, 2010).
Chitosan adalah produk Deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang Glukosamin (2-Amino-2-Deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5×10-5 Dalton. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi chitosan menghasilkan yield 15-20 persen (Anonym, 2010).
Anonim (2010) menyatakan chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Purwatiningsih (1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk deasetilasi kitin dari limbah kulit udang. Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas chitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan chitosan dari kitin.
Focher et al. (1992) menyatakan alternatif untuk mengatasi permasalahan penggunaan formalin dan bahan-bahan tambahan makanan berbahaya lainnya, yaitu menggunakan chitosan. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yakni produk samping limbah dari pengolahan industri perikanan khususnya udang, kepiting dan rajungan, memiliki bentuk mirip dengan selulosa dan bedanya terletak pada gugus C-2, berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya (Anonim, 2006).
Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Menurut Hardjito (2001), chitosan tidak hanya untuk pengawetan makanan, dapat juga digunakan sebagai penyerap warna pada industri tekstil dan penyerap logam berat. Chitosan memiliki gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, maka chitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Fungsi lain dari chitosan adalah sebagai bahan pengawet alami yang dapat melapisi (coating). Dengan adanya coating kandungan bahan makanan tidak keluar. Dari hasil penelitian, khususnya untuk tahu kuning yang diberi formalin dengan tahu yang diberi chitosan memiliki warna yang lebih bagus dan lebih natural pada tahu pemberian chitosan.
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1984).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa chitosan merupakan salah satu contoh bahan pengawet alami, yaitu pemberian chitosan dengan kandungan 1,5% pada ikan asin mampu mengawetkan selama 8 minggu, dengan penampilan ikan lebih alami, aroma ikan tidak hilang, dan uji total jumlah bakteri lebih sedakit. Untuk kadar protein, lemak dan organoleptik sesudah penambahan chitosan menunjukkan hasil paling baik dibandingkan dengan formalin (Arreneuz, 1996).
Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosimdan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardianti)
Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan (Wardianti).
Anonim, (2010.) menyatakan, ada beberapa macam khasiat dari chitosan ini bagi kesehatan tubuh, diantaranya adalah :
Menghambat Pertumbuhan Tumor. Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Memperkuat Fungsi Hati. Butylosar dapat menekan penyerapan kolesterol oleh usus kecil sehingga menurunkan tingkat kekentalan kolesterol dalam darah, pada gilirannya mencegah penumpukan kolesterol jahat pada hati. Biasanya kalau sudah terasa tidak enak pada bagian hati, saat itu hati sudah mengalami kerusakan parah. Butylosar dapat berperan dalam menekan meningkatnya kandungan kolesterol dalam darah, mencegah penumpukan lemak hati.dalam pembuluh darah, berarti mencegah perembesan jaringan kanker ke daerah sekitar. Mencegah Penyakit Kencing Manis. Faktor utama yang memicu terjadinya penyakit kencing manis adalah kurangnya jumlah sekresi absolut maupun sekresi relatif insulin dari pankreas sehingga menimbulkan kekacauan. Ketika tubuh dalam kondisi Basa, maka meningkat pula laju pemanfaatan insulin. Keadaan ini sekaligus akan mengatur kondisi keasaman cairan tubuh yang ditimbulkan oleh produksi asam organik berlebih karena terurainya lemak di dalam tubuh.
Butylosar berdaya rekat tinggi, sehingga jumlahnya akan memadai di dalam saluran usus. Keadaan ini dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa yang ada di dalam makanan, jadi mengurangi atau menunda terjadinya nilai puncak glukosa darah, sehingga tercapai efek pencegahan penyakit kencing manis. Butylosar juga memiliki daya rekat tinggi yang dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa dalam makanan dan mengurangi terjadinya nilai puncak darah, yang akhirnya dapat mencegah terjadinya kencing manis. Menurunkan Tekanan Darah. Butylosar dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap ion-ion khlor, di bawah pengaruh asam lambung akan terjadi muatan positif dari gen-gen ion positif yang bergabung dengan ion-ion khlor, mengurangi kekentalan ion khlor di dalam gula darah, meningkatkan fungsi pembesaran pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah.
Adapun manfaat lain dari chitosan sebagai bahan pengawet adalah : a. Zat kerak (Crust) mengaktifkan sel-sel tubuh agar berfungsi menambah daya kekebalan. b. Memperlambat penuaan. c. Mengharmoniskan organ tubuh. d. Memelihara hati dan mengurai racun. e. Mempercepat kesembukan luka luar dan dalam (Anonim, 2010)


PEMBAHASAN

Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
Chitosan sebagai bahan pengawet memiliki manfaat yang sangat banyak terhadap kesehatan tubuh. Berdasarkan beberapa refrensi selain sebagai bahan pengawet makanan dan penyerab logam berat, chitosan juga berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol pada tubuh, mencegah penyakit kanker, dan mengikat lemak pada tubuh. Karena chitosan terbuat dari ekstrak kulit udang atau sejenisnya dan memiliki kemampuan sebagai suplemen pembakar lemak (fat burner).Sehngga sangat baik untuk dikonsumsi setelah makan agar pengkonsumsi chitosan ini terhindar dari obesitas disebabkan banyaknya tumpukan lemak. Selain itu, bubuk chitosan juga mempunyai kemmapuan koagulasi, misalnya apabila apabila bubuk tersebut dimasukan kedalam gelas berisi air dan minyak sawit, maka minyak tersebut akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan. Disamping kemampuan tersebut, chitosan berfungsi sebagai antimikroba.
Chitosan dihasilkan dari kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik. Umumnya chitosan larut dalam pelarut asam organik seperti asam asetat serta memiliki kemampuan mengikat lipid dan lemak. Di dalam tubuh, chitosan ini juga berperan sebagai serat, yang sangat dibutuhkan dalam tubuh dalam membersihkan saluran pencernaan, menstimulisasi proses pencernaan, dan menyehatkan usus. Chitosan sendiri tidak mengandung kalori. Ketika diminum, chitosan melekatkan diri pada usus, dan mengikat lemak yang lewat di dalam usus sebelum diserap oleh darah dan akan dibuang melalui saluran pencernaan. Dengan kata lain, chitosan mampu mengurangi penyerapan lemak, selain itu olahan chitosan juga dapat dikembangkan untuk biomedis, chitosan digunakan pada pembalut luka untuk pembekuan darah yang memiliki sifat antibakteri dan mikroba. Maka tidak mengherankan jika sekarang banyak produk chitosan yang digunakan untuk kesehatan (Hardjito,2001).
Manfaat chitosan tersebut memiliki potensi terhadap perkembangan produk dengan penelitian yang cukup intensif. Institute Pertanian Bogor bekerjasama dengan CV mandiri terus melakukan riset terhadap chitosan tersebut. Riset yang dilakukan oleh IPB dan CV mandiri berusaha sedang mengembangkan berbagai bahan obat dan suplemen (nutraceutical) seperti antimikroba (pengawet), antipenuaan, antitumor/antikanker, antikolesterol, bahan kosmetik (tabir surya, pewarna alami).
Chitosan sebagai antipenuaan. Fungsi yang dimiliki oleh chitosan ini adalah anti penuaan (anti aging). Kandungan polimer yang dimiliki oleh chitosan ini bersifat reaktif sehingga dapat berikatan dengan protein kulit.
Antitumor dan Antikanker. Chitosan memiliki Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan (Suara Merdeka, 2004).
Selain itu, chitosan juga mengandung Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Dalam riset anti tumor, ditemukan bahwa Butylosar mempunyai daya penekan terhadap penyebaran sel tumor, sekaligus merangsang kemampuan kekebalan tubuh, mendorong tumbuhnya sel Limpha dari pankreas. Bahaya kanker terletak pada kemungkinan peralihannya. Justru kemampuan Butylosar dalam menekan sifat peralihan ini sudah diakui oleh ilmuwan biologi berbagai negara melalui cara yang berbeda-beda, dan dalam pemakaiannya terhadap pasien juga memperlihatkan keberhasilan tinggi (meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker). Butylosar juga mempunyai kemampuan menempel pada molekul-molekul sel dipermukaan bagian dalam pembuluh darah. Dengan demikian mencegah sel tumor menempel pada sel permukaan bagian lain dengan kata lain Butylosar berdaya menekan penyebaran sel kanker tumor (Anonim, 2010).
Chitosan berfungsi sebagai anti kolesterol. Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antikolesterol, antibakteri, antimetastatik, antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant (stimulator non spesifik respons imun), menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.


PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :
1. Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
2. Sebagai bahan pengawet yang aman, chitosan juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi
3. Chitosan sebagai bahan pengawet makanan memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh
4. Pada kesehatan tubuh, chitosan berfungsi sebagai antikolesterol, anti kanker, anti tumor, anti penuaan, mencegah diabetes (kencing manis), dan dan lain-lain yang memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh.
Saran
1. Bahan pengawet dari chitosan harus dikembangkan dan diproduksi dalam jumlah besar guna mensuplai kebutuahan masyarakat.
2. Bahan pengawet chitosan ini harus digunakan oleh masyarakat agar makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti ikan, daging, bakso, dan lain-lain dapat bertahan dalam penyimpanan yang lama dalam kondisi aman.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan Seri I. Dirjen Perikanan, Jakarta.
Anonim, (2006), Chitosan, http://www.antara.co.id,
anonim, 2010. http://mudhzz.wordpress.com/chitosan/ di unduh pada tanggal 08 Oktober 2010
Anonim, 2010. Suplemen Makanan Berkualitas Tinggi Sebagai Pelangsing Tubuh dan Mengatasi Berbagai Penyakit POM sl 061 300 291. http://www.iklancamp.com/iklan/chitosan-pelangsing-super-cepat-dan-obat-diabetes.html diunduh pada tanggal 14 Oktober 2010

Anonim, 2010.
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/09/24/136470-luka-ingin-cepat-sembuh-gunakan-chitosan-cangkang-kepiting-deh

Arreneuz, S. 1996. Isolasi Khitin Dan Transformasinya Menjadi Khitosan Dari Limbah Kepiting Bakau (Seylla Serrata) : [Skripsi]. Bandung: Universitas Jendral Ahmad Yani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Khitin Menjadi Khitosan. Jurnal Kimia Andalas. 3 (1) : 61 – 68.

Ferrer, J., G. Paez, Z. Marmol, E. Ramons, H. Garcia and C.F. Forster. 1996. Acid hydrolysis of Shrimp ShellWastes and The Production of Single Chell Protein from The Hydrolysate. Journal Bioresour Technology. 57 (1) : 55 – 60.

Focher, B., Naggi, A., Tarri, G., Cosami, A. and Terbojevich, M. 1992. Structural Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-IR and FT-Raman Spectroscopy. Charbohidrat Polymer. 17 (2) : 97 – 102.

Hardjito, L. 2001. Chitosan Lebih Awet dan Aman. www.tabloidnova.com. Diunduh pada tanggal 17 Maret 2007.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 – 232.

Suara Merdeka, 2004. http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/31/ragam4.htm diunduh pada tanggal 25 Agustus 2010

Wardianti, Sugiyani. Pembuatan Chitosan Dari Kulit Udang Dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponogoro : Semarang.

Sabtu, 26 Februari 2011

ANALISIS MANFAAT CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET TERHADAP KESEHATAN

Oleh : Muh. Latarul Islain
Fakultas Peternakan Universitas Mataram

PENDAHULUAN

Latar belakang

Perhatian masyarakat terhadap kesehatan makanan sangat kurang. Karena masih banyak masyarakat mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia dan dapat merugikan kesehatan tubuh. Zat-zat kimia tersebut seperti zat pewarna, penguat rasa (Monosodium Glutamat), bahan pengawet dan lain sebagainya.
Bahan pengawet makanan saat ini menjadi isu hangat dikalangan masyarakat, banyak masyarakat mengkonsumsi makanan dengan bahan pengawet yang mengandung formalin, borax dan masih banyak bahan pengawet makanan yang tidak diperbolehkan untuk digunakan pada makanan. Namun isu tersebut menyebabkan keresahan pada masyarakat sehingga sebagian masyarakat yang peduli dan tahu terhadap kesehatan enggan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bersifat diawetkan.
Semenatara makanan yang diawetkan tersebut adalah makanan yang mengandung nutrisi seperti protein (asam amino) sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan asam amino tersebut dari tubuh sendiri sehingga harus diambill dari makanan seperti daging sapi, daging ayam, bakso, tahu, ikan dan lain sebagainya. Selain itu nutirisi yang terkandung pada makanan yang diawetka dapat meningkatakan produksi energy dalam tubuh dan masih banyak manfaat yang lainnya.
Namun sekarang ini telah ditemukan bahan pengawet alami dengan manfaat yang banyak bagi tubuh, serta tidak memiliki efek samping. Bahan pengwet tersebut disebut chitosan. Chitosan ini merupakan zat yang dihasilakan oleh hewan crustaceae atau hewan yang berkulit keras seperti kepiting, udang dan lain-lain. Bahan pengawet ini masih belum dikenal oleh masyarakat, karena produksinya masih sedikit dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap chitosan ini.
Sehingga melalui karya tulis yang berjudul analisis manfaat chitosan sebagai bahan pengawet terhadap kesehatan tubuh ini akan diberikan penjelasan terhadap manfaat chitosan bagi kesehatan tubuh yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Dengan adanya karya tulis ini masyarakat akan mengetahui manfaat bahan pengwet ini dan perasaan resah pada masyarakat terhadap makanan yang diawetkan menggunakan chitosan ini dapat dihilangkan.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menjelaskan manfaat chitosan sebagai bahan pengawet
Manfaat
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Keresahan masyarakat terhadap makanan yang menggunakan bahan pengawet ini dapat dihilangkan. Dengan demikian masyarakat akan mengkonsumsi makanan tanpa merasa resah.
2. Setelah mengkonsumsi makanan tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan nutirisi yang dibutuhkan oleh tubuhnya seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain-lain.

TINJAUAN PUSTAKA

Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama ”Chitin”. Pada umumnya kitin dialam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Anonym, 2010).
Chitosan adalah produk Deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang Glukosamin (2-Amino-2-Deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5×10-5 Dalton. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi chitosan menghasilkan yield 15-20 persen (Anonym, 2010).

Anonim (2010) menyatakan chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Purwatiningsih (1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk deasetilasi kitin dari limbah kulit udang. Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas chitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan chitosan dari kitin.
Focher et al. (1992) menyatakan alternatif untuk mengatasi permasalahan penggunaan formalin dan bahan-bahan tambahan makanan berbahaya lainnya, yaitu menggunakan chitosan. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yakni produk samping limbah dari pengolahan industri perikanan khususnya udang, kepiting dan rajungan, memiliki bentuk mirip dengan selulosa dan bedanya terletak pada gugus C-2, berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya (Anonim, 2006).
Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Menurut Hardjito (2001), chitosan tidak hanya untuk pengawetan makanan, dapat juga digunakan sebagai penyerap warna pada industri tekstil dan penyerap logam berat. Chitosan memiliki gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, maka chitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Fungsi lain dari chitosan adalah sebagai bahan pengawet alami yang dapat melapisi (coating). Dengan adanya coating kandungan bahan makanan tidak keluar. Dari hasil penelitian, khususnya untuk tahu kuning yang diberi formalin dengan tahu yang diberi chitosan memiliki warna yang lebih bagus dan lebih natural pada tahu pemberian chitosan.
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1984).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa chitosan merupakan salah satu contoh bahan pengawet alami, yaitu pemberian chitosan dengan kandungan 1,5% pada ikan asin mampu mengawetkan selama 8 minggu, dengan penampilan ikan lebih alami, aroma ikan tidak hilang, dan uji total jumlah bakteri lebih sedakit. Untuk kadar protein, lemak dan organoleptik sesudah penambahan chitosan menunjukkan hasil paling baik dibandingkan dengan formalin (Arreneuz, 1996).
Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosimdan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardianti)
Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan (Wardianti).
Reaksi pembentukan chitosan adalah

Anonim, (2010.) menyatakan, ada beberapa macam khasiat dari chitosan ini bagi kesehatan tubuh, diantaranya adalah :
Menghambat Pertumbuhan Tumor. Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Memperkuat Fungsi Hati. Butylosar dapat menekan penyerapan kolesterol oleh usus kecil sehingga menurunkan tingkat kekentalan kolesterol dalam darah, pada gilirannya mencegah penumpukan kolesterol jahat pada hati. Biasanya kalau sudah terasa tidak enak pada bagian hati, saat itu hati sudah mengalami kerusakan parah. Butylosar dapat berperan dalam menekan meningkatnya kandungan kolesterol dalam darah, mencegah penumpukan lemak hati.dalam pembuluh darah, berarti mencegah perembesan jaringan kanker ke daerah sekitar. Mencegah Penyakit Kencing Manis. Faktor utama yang memicu terjadinya penyakit kencing manis adalah kurangnya jumlah sekresi absolut maupun sekresi relatif insulin dari pankreas sehingga menimbulkan kekacauan. Ketika tubuh dalam kondisi Basa, maka meningkat pula laju pemanfaatan insulin. Keadaan ini sekaligus akan mengatur kondisi keasaman cairan tubuh yang ditimbulkan oleh produksi asam organik berlebih karena terurainya lemak di dalam tubuh.
Butylosar berdaya rekat tinggi, sehingga jumlahnya akan memadai di dalam saluran usus. Keadaan ini dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa yang ada di dalam makanan, jadi mengurangi atau menunda terjadinya nilai puncak glukosa darah, sehingga tercapai efek pencegahan penyakit kencing manis. Butylosar juga memiliki daya rekat tinggi yang dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa dalam makanan dan mengurangi terjadinya nilai puncak darah, yang akhirnya dapat mencegah terjadinya kencing manis. Menurunkan Tekanan Darah. Butylosar dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap ion-ion khlor, di bawah pengaruh asam lambung akan terjadi muatan positif dari gen-gen ion positif yang bergabung dengan ion-ion khlor, mengurangi kekentalan ion khlor di dalam gula darah, meningkatkan fungsi pembesaran pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah.
Adapun manfaat lain dari chitosan sebagai bahan pengawet adalah : a. Zat kerak (Crust) mengaktifkan sel-sel tubuh agar berfungsi menambah daya kekebalan. b. Memperlambat penuaan. c. Mengharmoniskan organ tubuh. d. Memelihara hati dan mengurai racun. e. Mempercepat kesembukan luka luar dan dalam (Anonim, 2010)


PEMBAHASAN

Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
Chitosan sebagai bahan pengawet memiliki manfaat yang sangat banyak terhadap kesehatan tubuh. Berdasarkan beberapa refrensi selain sebagai bahan pengawet makanan dan penyerab logam berat, chitosan juga berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol pada tubuh, mencegah penyakit kanker, dan mengikat lemak pada tubuh. Karena chitosan terbuat dari ekstrak kulit udang atau sejenisnya dan memiliki kemampuan sebagai suplemen pembakar lemak (fat burner).Sehngga sangat baik untuk dikonsumsi setelah makan agar pengkonsumsi chitosan ini terhindar dari obesitas disebabkan banyaknya tumpukan lemak. Selain itu, bubuk chitosan juga mempunyai kemmapuan koagulasi, misalnya apabila apabila bubuk tersebut dimasukan kedalam gelas berisi air dan minyak sawit, maka minyak tersebut akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan. Disamping kemampuan tersebut, chitosan berfungsi sebagai antimikroba.
Chitosan dihasilkan dari kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik. Umumnya chitosan larut dalam pelarut asam organik seperti asam asetat serta memiliki kemampuan mengikat lipid dan lemak. Di dalam tubuh, chitosan ini juga berperan sebagai serat, yang sangat dibutuhkan dalam tubuh dalam membersihkan saluran pencernaan, menstimulisasi proses pencernaan, dan menyehatkan usus. Chitosan sendiri tidak mengandung kalori. Ketika diminum, chitosan melekatkan diri pada usus, dan mengikat lemak yang lewat di dalam usus sebelum diserap oleh darah dan akan dibuang melalui saluran pencernaan. Dengan kata lain, chitosan mampu mengurangi penyerapan lemak, selain itu olahan chitosan juga dapat dikembangkan untuk biomedis, chitosan digunakan pada pembalut luka untuk pembekuan darah yang memiliki sifat antibakteri dan mikroba. Maka tidak mengherankan jika sekarang banyak produk chitosan yang digunakan untuk kesehatan (Hardjito,2001).
Manfaat chitosan tersebut memiliki potensi terhadap perkembangan produk dengan penelitian yang cukup intensif. Institute Pertanian Bogor bekerjasama dengan CV mandiri terus melakukan riset terhadap chitosan tersebut. Riset yang dilakukan oleh IPB dan CV mandiri berusaha sedang mengembangkan berbagai bahan obat dan suplemen (nutraceutical) seperti antimikroba (pengawet), antipenuaan, antitumor/antikanker, antikolesterol, bahan kosmetik (tabir surya, pewarna alami).
Chitosan sebagai antipenuaan. Fungsi yang dimiliki oleh chitosan ini adalah anti penuaan (anti aging). Kandungan polimer yang dimiliki oleh chitosan ini bersifat reaktif sehingga dapat berikatan dengan protein kulit.
Antitumor dan Antikanker. Chitosan memiliki Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan (Suara Merdeka, 2004).
Selain itu, chitosan juga mengandung Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Dalam riset anti tumor, ditemukan bahwa Butylosar mempunyai daya penekan terhadap penyebaran sel tumor, sekaligus merangsang kemampuan kekebalan tubuh, mendorong tumbuhnya sel Limpha dari pankreas. Bahaya kanker terletak pada kemungkinan peralihannya. Justru kemampuan Butylosar dalam menekan sifat peralihan ini sudah diakui oleh ilmuwan biologi berbagai negara melalui cara yang berbeda-beda, dan dalam pemakaiannya terhadap pasien juga memperlihatkan keberhasilan tinggi (meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker). Butylosar juga mempunyai kemampuan menempel pada molekul-molekul sel dipermukaan bagian dalam pembuluh darah. Dengan demikian mencegah sel tumor menempel pada sel permukaan bagian lain dengan kata lain Butylosar berdaya menekan penyebaran sel kanker tumor (Anonim, 2010).
Chitosan berfungsi sebagai anti kolesterol. Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antikolesterol, antibakteri, antimetastatik, antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant (stimulator non spesifik respons imun), menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.


PENUTUP

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :
1. Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
2. Sebagai bahan pengawet yang aman, chitosan juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi
3. Chitosan sebagai bahan pengawet makanan memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh
4. Pada kesehatan tubuh, chitosan berfungsi sebagai antikolesterol, anti kanker, anti tumor, anti penuaan, mencegah diabetes (kencing manis), dan dan lain-lain yang memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh.

Saran

1. Bahan pengawet dari chitosan harus dikembangkan dan diproduksi dalam jumlah besar guna mensuplai kebutuahan masyarakat.
2. Bahan pengawet chitosan ini harus digunakan oleh masyarakat agar makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti ikan, daging, bakso, dan lain-lain dapat bertahan dalam penyimpanan yang lama dalam kondisi aman.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan Seri I. Dirjen Perikanan, Jakarta.
Anonim, (2006), Chitosan, http://www.antara.co.id,
anonim, 2010. http://mudhzz.wordpress.com/chitosan/ di unduh pada tanggal 08 Oktober 2010
Anonim, 2010. Suplemen Makanan Berkualitas Tinggi Sebagai Pelangsing Tubuh dan Mengatasi Berbagai Penyakit POM sl 061 300 291. http://www.iklancamp.com/iklan/chitosan-pelangsing-super-cepat-dan-obat-diabetes.html diunduh pada tanggal 14 Oktober 2010

Anonim, 2010.
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/09/24/136470-luka-ingin-cepat-sembuh-gunakan-chitosan-cangkang-kepiting-deh

Arreneuz, S. 1996. Isolasi Khitin Dan Transformasinya Menjadi Khitosan Dari Limbah Kepiting Bakau (Seylla Serrata) : [Skripsi]. Bandung: Universitas Jendral Ahmad Yani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Khitin Menjadi Khitosan. Jurnal Kimia Andalas. 3 (1) : 61 – 68.

Ferrer, J., G. Paez, Z. Marmol, E. Ramons, H. Garcia and C.F. Forster. 1996. Acid hydrolysis of Shrimp ShellWastes and The Production of Single Chell Protein from The Hydrolysate. Journal Bioresour Technology. 57 (1) : 55 – 60.

Focher, B., Naggi, A., Tarri, G., Cosami, A. and Terbojevich, M. 1992. Structural Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-IR and FT-Raman Spectroscopy. Charbohidrat Polymer. 17 (2) : 97 – 102.

Hardjito, L. 2001. Chitosan Lebih Awet dan Aman. www.tabloidnova.com. Diunduh pada tanggal 17 Maret 2007.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 – 232.

Suara Merdeka, 2004. http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/31/ragam4.htm diunduh pada tanggal 25 Agustus 2010

Wardianti, Sugiyani. Pembuatan Chitosan Dari Kulit Udang Dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponogoro : Semarang.

ANALISISI MANFAAT CHITOSAN BAGI KESEHATAN