Sabtu, 09 April 2011

KESADARAN MANUSIA TERHADAP GLOBAL WARMING


-->
POTENSI DAN PENYEBAB GLOBAL WARMING


Oleh : Muh. Latarul Islain
Fakultas Peternakan Unviersitas Mataram





PENDAHULUAN
Latar belakang
Kerusakan alam merupakan suatu peristiwa yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam dan dapat merugikan makhluk hidup yang ada di bumi. Bencana alam yang terjadi di bumi seperti banjir, tanah longsor, tsunami, gunung meletus dan lain sebagainya akan mengakibatkan kerusakan ekosistem darat maupun ekosistem laut, sehingga kerugian yang didapatkan oleh makhluk hidup seperti hilangnya tempat tinggal, terjadinya kematian dan lain-lain.
Sekarang ini kerusakan alam yang dapat merugikan makhluk hidup terjadi dihampir setiap belahan dunia. Dimana kerusakan tersebut mengakibatkan hilangnya beberapa spesies hewan, rusaknya beberapa ekosistem terutama ekosistem darat seperti berubahnya bentuk geologi tanah, tanah menjadi tandus, terjadinya tanah longsor, kebakaran hutan, mencairnya gletser di kutub dan masih banyak kerusakan lain yang memiliki potensi untuk menghilangkah spesies makhluk hidup terutama spesies hewan.
Global warming adalah salah satu bentuk bencana alam yang berpotensi untuk merusak alam dan mengakibatkan perubahan cuaca. Aulia (2010) menyatakan suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,75 ± 0,180 C (1,33 ± 0,320 F) selama seratus tahun terakhir. Integovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyipulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabakan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Global warming atau pemanasan global telah terjadi sejak satu abad yang lalu, namun sampai sekarang pemanasan global ini belum bisa di tangani oleh dunia internasional. Sehingga global warming menjadi permasalahan internasional dimana semua Negara-negara didunia ini berupaya untuk mencari solusi agar global warming ini tidak terjadi atau bisa ditangani. Karena akibat dari global warming ini sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan dibumi serta mempengaruhi cuaca.
Dampak dari global warming atau pemanasan global ini sangat banyak diantaranya adalah terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim dimana sebagian belahan dunia mengalami musim hujan yang berkepanjangan dan sebagaian belahan dunia lain mengalami musim panas yang panjang dan ekstrim. Sementara dampak lainnya adalah mencairnya gletser di kutub sehingga air laut menjadi naik dan menyebabkan banjir, punahnya beberapa jenis hewan karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Sementara organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) mengatakan sebagai akibat dari globalisasi dan perubahan iklim, dunia menghadapi muculnya penyakit-penakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali (emerging and re-emerging animal disease). Merebaknya penyakit hewan domestik maupun hewan liar, belakangan ini seperti Blue tongue, Rift valley fever, West nile, Avian influenza atau juga penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vektor diyakini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim (Anonim, 2010).
Pemanasan global (global warming) merupakan peningkatan rata-rata suhu bumi yang disebabkan oleh adanya polusi udara, sehingga terjadinya pencemaran lapisan udara (atmosfer) dan kerusakan pada ozon (lapisan udara yang melindungi bumi dari pancaran langsung sinar ultraviolet). Pemanasan global sudah berlangsung selama satu abad, namun samapai sekarang pemanasan global atau global warming ini belum bisa teratasi. Hal ini Karena terjadinya peningkatan emisi gas secara terus menerus, sehingga suhu bumi terus meningkat. Sementara panas yang terdapat dibumi sebagian besar menetap di lapisan udara dan tidak bisa dikeluarkan ke angkasa. Sehingga suhu bumi meningkat, siang dan malam tetap panas.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat (Anonim, 2010).
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Gas-gas rumah kaca (green house gas) yang paling berperan terhadap meningkatnya efek rumah kaca (green house effect) adalah carbon dioksida (CO2), gas methan (CH4), nitrogen dioksida (N2O), Hidrofluoro karbon (HFC5), Perfluor karbon (PFC5), Sulfur heksafluorida (SF6) dan asam amoniak (NH3). Sebagian besar gas-gas yang menyebabkan emisi gas rumah kaca berasal dari peternakan termasuk industrinya.
Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 yang telah dikutip secara luas, memperkirakan emisi sebesar 7.516 juta metrik ton ekuivalen CO2 (CO2e) per tahun, atau 18 persen emisi gas rumah kaca (GRK) dunia setiap tahun, dihasilkan oleh hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan unggas. Dengan jumlah sebesar itu, peternakan sangat jelas memenuhi syarat untuk mendapat perhatian besar dalam mencari cara-cara untuk menangani perubahan iklim (Goodland dan Anhang)
Sementara menurut laporan IPCC bahwa terjadinya pemanasan global disebabkan oleh aktivitas manusia sehingga manusia bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi. Aktivitas yang dilakukan seperti penebangan pohon, pembakaran hutan, pembangunan sarana dan prasarana sosial dan lain sebagainya. Sehingga hal yang paling ditakutkan oleh dunia internasional adalah meningkatnya populasi manusia dua kali lipat hingga tahun 2050. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Karena jika populasi manusia di dunia sangat padat maka CO2, gas CH4, NH3 yang dihasilkan juga akan meningkat dan menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca. Selain itu, meningkatnya populasi di dunia menyebabkan bertambahnya kerusakan alam yang terjadi akibat dari aktivitas manusia dan dapat menyebabkan punahnya spesies-spesies hewan.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyimpulkan secara pasti penyebab terjadinya Global Warming karena semua berperan dan berpotensi terhadap emisi gas rumah kaca atau Green House Gas. Binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan, Industri, Hutan yang rusak, berpotensi terhadap terjadinya pemanasan global (Global Warming). Sehingga salah satu subjek dari pemanasan global tersebut tidak bisa disimpulkan sebagai penyebab pemanasan global (Global Warming). Artikel yang berjudul Potensi dan Penyebab Global Warming akan mencoba untuk menguraikan seberapa besar potensi terjadinya global Warming serta apa yang menyebabkan terjadinya Global Warming.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Adapun tujuan untuk penulisan karya tulis ini adalah mengetahui penyebab-penyebab global warming
Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui penyebab global warming serta berapa besar potensi terjadinya global warming.
2. Pembaca dapat menyadari dan berupaya untuk mengevaluasi hal-hal yang berpotensi penyebab global warming serta merencanakan strategi sebagai solusi yang akan dilakukan untuk mengurangi pemanasan global.



TINJAUAN PUSTAKA
Pemanasan Global (Global Warming)
Pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim adalah sebuah fenomena meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktifitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan hutan, serta kegiatan pertanian dan peternakan (Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2009). Aulia (2010) menyatakan suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,75 ± 0,180 C (1,33 ± 0,320 F) selama seratus tahun terakhir. Integovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyipulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabakan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global (Anonim, 2010).
Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 yang telah dikutip secara luas, memperkirakan emisi sebesar 7.516 juta metrik ton ekuivalen CO2 (CO2e) per tahun, atau 18 persen emisi gas rumah kaca (GRK) dunia setiap tahun, dihasilkan oleh hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan unggas. Dengan jumlah sebesar itu, peternakan sangat jelas memenuhi syarat untuk mendapat perhatian besar dalam mencari cara-cara untuk menangani perubahan iklim (Goodland dan Anhang).

Penyebab Global Warming

Efek rumah kaca

Efek rumah kaca atau dalam bahasa asingnya dikenal dengan istilah green house effect adalah suatu fenomena dimana gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer. Namun tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dile­pas­kan ke angkasa luar. Sebagian gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke permukaan bumi. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga bumi menjadi semakin panas. Efek rumah kaca itu sendiri terjadi karena naiknya konsentrasi gas CO2 (karbondioksida) dan gas-gas lainnya seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metan (CH4), kloroflourokarbon (CFC) di atmosfir. Kenaikan konsentrasi CO2 itu sendiri disebabkan oleh kenaikan berbagai jenis pembakaran di permukaan bumi seperti pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan-bahan organik lainnya yang melampaui kemampuan permukaan bumi antuk mengabsorpsinya. Bahan-bahan di permukaan bumi yang berperan aktif untuk mengabsorpsi hasil pembakaran tadi ialah tumbuh-tumbuhan, hutan, dan laut (Fahri, 2009)
Sebagian besar energy yang masuk kebumi berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya (Anonim, 2011).
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global (Anonim, 2011).

Efek umpan balik

Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat) (Soden, Brian J., 2005). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer (Anonim, 2011).
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat (Soden, Brian J., 2005).
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es (Stocker, Thomas F. 2001). Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan (Anonim, 2011). Ia juga menyatakan umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah (Buesseler, K.O., dkk., 2007).

Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini (Marsh, Nigel. 2000). Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960 yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950 (Hegerl, Gabriele C., 2007).
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000 (Scafetta, Nicola, 2006). Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh (Stott, Peter A. 2003). Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca ( Anonim, 2011).
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global (Foukal, Peter. 2006). Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis (Lockwood, Mike. 2007).
Peningkatan populasi manusia dan pertumbuhan ekonomi
Optimalisasi ekonomi dengan dukungan teknologi modern saat ini membentuk pola hidup manusia yang konsumtif.Pola hidup yang seperti itu mengakibatkan kerusakan pada lingkungan. Johannes Berger dalam bukunya The Economy and The Environment menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh berbahaya bagi lingkungan (Stevanie Hilda, 2009). Populasi meningkat dari 11.3 juta sampai tahun 2100 dan rata-rata pertumbuhan ekonomi 2.3 % per tahun antara 1990-2100, dengan campuran penggunaan sumber energi yang konvensional dan terbarukan. Emisi tertinggi Green House Gas (GHG) dihasilkan dari skenario IS92a yang mengkombinasikan semua asumsi, pertumbuhan populasi yang moderate, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ketersediaan bahan bakar fosil yang tinggi bahkan penghapusan energi nuklir. Skenario ekstrim yang lain adalah IS92c yang memiliki emisi CO2 yang menurun dan mencapai posisi dibawah tahun 1990. Hal tersebut diasumsikan bahwa populasi pertama-tama meningkat, kemudian menurun di pertengahan abad berikutnya, trus pertumbuhan ekonomi rendah dan terdapat beberapa batasan dari persediaan bahan bakar fosil.
Kondisi iklim dunia sampai 100 tahun ( tahun 2100) kedepan sulit diprediksi sehingga ilmuwan berusaha untuk melakukan berbagai skenario yang mungkin terjadi. Akibatnya skenario iklim terbagi menjadi empat kelompok utama yang disebut storyline (A1,A2,B1,B2) dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain:perubahan demografis,pengembangan ekonomi, dan pengembangan teknologi.
Gambar diatas merupakan total global tahunan emisi CO2 dari semua sumber (energi, industri, dan perubahan tata guna lahan) tahun 1990- 2100 (dalam giga ton karbon (GtC/yr)) untuk family dan 6 scenario grup. 40 scenario SRES ditampilkanoleh 4 family (A1, A2, B1, and B2) and 6 scenario grup(A1F1,A1T,A1B,A2,B2,B1): penggunaan energi fosil yang intensif A1FI (terdiri dari batubar,gas dan minyak), penggunaan sebagian besar energi bahan-bakar fosil A1T, keseimbangan penggunaan energi. Skenario A1di Gambar 1a; A2 di Gambar 1b; B1 di Gambar 1c, dan B2 di Gambar 1d. Tiap warna menunjukan rentang skenario harmonized dan non-harmonized pada tiap grup. Sebagai contoh Gambar 1(a), warna orange (dengan skenario A1F1 ditunjukan dengan garis hitam putus-putus), warna merah (dengan skenario A1B ditunjukan dengan garis hitam solid),warna oranye muda (dengan skenario A1T ditunjukan dengan garis hitam putus-putus), merupakan rentang skenario grup yang terdiri dari skenario harmonized dan non-harmonized. Begitu pula dengan Gambar 1 (b), rentang warna coklat menunjukan rentang skenario harmonized dan non-harmonized A2 dengan garis solid hitam menunjukan skenario A2 (Kadarsah, 2009).
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim terjadi akibat aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta kegiatan lain yang berhubungan dengan hutan, pertanian, dan peternakan. Aktivitas manusia pada kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan jumlah GRK secara global (Anonim, 2010).
Sesuai dengan mandat yang ditegaskan dalam panel, IPCC secara teratur dan komprehensif mengeluarkan Assessment Reports /Laporan Penilaian mencakup: saintifik, teknik dan informasi sosial-ekonomi yang berhubungan untuk memahami pengaruh manusia terhadap perubahan iklim, potensi pengaruh perubahan iklim dan berbagai cara untuk mitigasi dan adaptasi. Empat Assessment Reports telah diselesaikan tahun : 1990, 1995, 2001 and 2007. Sebagai contohnya, The Fourth Assessment Report “Climate Change 2007″ terdiri dari 4 volume dengan berbagai variasi kntribusidiluncurkan bulan November 2007.
Laporan lainnya berupa Special Reports atau Laporan Khusus yang disiapkan untuk topik tertentu misalnya tentang penerbangan, pengaruh regional dari perubahan iklim, transfer teknologi,skenario emisi, penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan hutan, konentrasi CO2 dan hubungannya dengan lapisan ozon serta sistem iklim global.
Gambar diatas menunjukan bagaimana jika skenario tersebut dijalankan dan pengaruhnya terhadap (a) Emisi Co2,(b)Konsentrasi Co2, (c) Emisi SO2,(d)Perubahan Temperatur, (e)Kenaikan Permukaan Laut. Khusus untuk gambar (d) dan (e) terdapat rentang kemungkinan hasil model. Gambar (e) menunjukan rentang yang sangat besar hasil semua model SRES (selubung garis hitam paling luar), beberapa model SRES (selubung yang berwarna abu-abu, serta rata-rata model SRES ( selubung warna abu-abu yang lebih gelap). Sedangkan berbagai garis yang beraneka warna menunjukan rentang hasil model dari skenario masing-masing, misal warna garis merah solid merupakan skenario model A1B maka rentangan hasil model untuk skenario A1B setinggi garis tersebut,begitu pula garis yang lain (Kadarsah, 2009).
PEMBAHASAN
Pengaruh global warming ini sangat kuat terhadap iklim dan kehidupan dibumi. Potensi pemanasan global (global warming) sangat besar untuk terjadinya kerusakan di bumi seperti terjadinya banjir, perubahan cuaca yang ekstrim, punahnya beberapa spesies hewan, mendatangkan berbagai macam penyakit yang baru dan penyakit yang kembali muncul. Global warming merupakan masalah yang sangat serius dan belum bisa diatasi oleh dunia international. Sementara berbagai solusi yang diperikirakan dapat mengurangi terjadinya pemanasan global (global warming) ini telah dilakukan.
Hal yang paling berperan terhadap terjadinya pemanasan global adalah aktivitas manusia, karena semua yang dilakukan oleh manusia berpotensi untuk menyebabkan global warming atau pemanasan global. Sehingga laporan yang dikeluarkan oleh IPCC menyimpulkan terjadinya pemanasan global disebabkan oleh aktivitas manusia sehingga manusia bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi. Aktivitas yang dilakukan seperti penebangan pohon, pembakaran hutan, pembangunan sarana dan prasarana sosial dan lain sebagainya. Sehingga hal yang paling ditakutkan oleh dunia internasional adalah meningkatnya populasi manusia dua kali lipat hingga tahun 2050. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Karena jika populasi manusia di dunia sangat padat maka CO2, gas CH4, NH3 yang dihasilkan juga akan meningkat dan menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca. Selain itu, meningkatnya populasi di dunia menyebabkan bertambahnya kerusakan alam yang terjadi akibat dari aktivitas manusia dan dapat menyebabkan punahnya spesies-spesies hewan.
Dampak lain dari global warming atau pemanasan global ini sangat banyak diantaranya adalah terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim dimana sebagian belahan dunia mengalami musim hujan yang berkepanjangan dan sebagaian belahan dunia lain mengalami musim panas yang panjang dan ekstrim. Sementara dampak lainnya adalah mencairnya gletser di kutub sehingga air laut menjadi naik dan menyebabkan banjir, punahnya beberapa jenis hewan karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Sementara organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) mengatakan sebagai akibat dari globalisasi dan perubahan iklim, dunia menghadapi muculnya penyakit-penakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali (emerging and re-emerging animal disease). Merebaknya penyakit hewan domestik maupun hewan liar, belakangan ini seperti Blue tongue, Rift valley fever, West nile, Avian influenza atau juga penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vektor diyakini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim (Anonim, 2010).
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyimpulkan secara pasti penyebab terjadinya Global Warming karena semua berperan dan berpotensi terhadap emisi gas rumah kaca atau Green House Gas. Binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan, Industri, Hutan yang rusak, berpotensi terhadap terjadinya pemanasan global (Global Warming). Sehingga salah satu subjek dari pemanasan global tersebut tidak bisa disimpulkan sebagai penyebab pemanasan global (Global Warming). Namun disimpulkan bahwa semua yang berpotensi sebagai emisi gas rumah kaca disebabkan oleh aktivitas manusia.
Sangat banyak bukti yang bisa dijadikan sebagai penguat untuk memberikan kesimpulan bahwa manusia penyebab utama global warming. Penggunaan energi fosil untuk kebutuhan hidup manusia seperti kendaraan, listrik dan lain sebagainya sangat berpotensi sebagai emisi gas rumah kaca. Selain itu, pembakaran hutan dan penebangan pohon tanpa rehabilitasi juga dapat menyebabkan kurangnya penyerapan CO2 sehingga menumpuk di udara dan menjadi gas rumah kaca. Pembakaran ini dilakukan oleh manusia untuk keperluan hidup mereka, namun mereka tidak melihat dampak dari semua perbuatan yang dilakukan, pembuangan dan penumpukan sampah disuatu tempat tanpa ditangani oleh manusia sehingga terjadi oksidasi dan menghasilkan gas methan, adanya pembangunan fasilitas seperti gedung, jembatan, jalan, dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca. Karena dilakukan penebangan pohon, pergeseran tumbuh-tumbuhan yang dapat menyerap CO2, pengalihan fungsi lahan dari fungsi menanam tumbuh-tumbuhan dijadikan seabgai bangunan, serta pemanfaatan energi yang menjadi karbon monooksida (CO). Selain berpotensi untuk membunuh makhluk hidup, gas ini juga berpotensi sebagai gas rumah kaca dan menyebabkan global warming.
Sumber utama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, industri, aktivitas rumah tangga ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia.
Gas-gas rumah kaca (green house gas) yang paling berperan terhadap meningkatnya efek rumah kaca (green house effect) adalah carbon dioksida (CO2), gas methan (CH4), nitro oksida(N2O), nitrogen dioksida (NO2), Hidrofluoro karbon (HFC5), Perfluor karbon (PFC5), Sulfur heksafluorida (SF6), kloroflourokarbon (CFC) dan asam amoniak (NH3).
Karbon dioksida (CO2) yang termasuk gas rumah kaca (Green House Gas atau GHG) berasal dari sisa respirasi makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Senyawa ini merupakan sisa pembakaran dari proses pertukaran oksigen dan terjadi pembakaran didalam tubuh. Karbon dioksida yang merupakan sisa tidak lagi dimanfaatkan oleh tubuh makhluk hidup kecuali tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan memanfaatkan karbon dioksida sebagai bahan bakar untuk respirasi dan menghasilkan nutrisi didalam tumbuh-tumbuhan kemudian hasil sisa pembakaran berupa oksigen (O2) kemudian dilepaskan ke udara. Sehingga tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan keberadaannya guna mengurangi CO2 karena tumbuh-tumbuhan menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Namun banyak tumbuh-tumbuhan telah dihilangkan oleh manusia seperti pepohonan termasuk leguminosa, rumput yang berperan penting terhadap penyerapan karbon dioksida diudara telah dialih fungsikan dan digeser atau diganti dengan bangunan untuk keperluan manusia. Selain menumpuknya karbon dioksida di udara, dampak dari penggeseran tumbuh-tumbuhan adalah terjadinya banjir dibeberapa daerah. Tumbuh-tumbuhan berfungsi untuk menyerap air dan menyimpannya dalam jangka waktu yang cukup lama.
Selain Karbon dioksida (CO2), Gas methan merupakan Green House Gas terbanyak diudara setelah Karbon dioksida (CO2). Factor utama meningkatnya gas ini adalah karena adanya Industri yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peningkatan konsentrasi metana (CH4) dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) pada zaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Aktivitas gas methan terhadap penyerapan panas yang dipantulkan oleh bumi sangat besar, karena methan adalah gas yang memiliki konsentrasi sangat besar di udara.
Industri yang digunakan oleh manusia akan menghasilkan limbah industri, dimana limbah tersebut biasanya berbentuk cair dan dibuang ke kolam pembuangan. Namun jika tidak ada penanganan lebih lanjut, maka air limbah tersebut akan terurai oleh bakteri atau mikroba yang akan menghasilkan Karbon dioksida (CO2) dan atau gas Methan (CH4). Sehingga semakin tinggi tingkat produksi air limbah maka semakin tinggi pula tingkat produksi gas rumah kaca yang berarti mempercepat terjadinya perubahan iklim global. Air limbah yang berpotensi menghasilkan emisi metan adalah air limbah yang berasal dari limbah industri antara lain industri kelapa sawit, industri tapioka, industri nenas, industri karet, pabrik gula, industri makanan dan petrokimia (Aprimadini, 2009).
Nitro oksida (N2O) merupakan GHG yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, industry dan pertanian dengan persentase yang cukup signifikan untuk menyebabkan global warming. Sekarang ini, persentase N2O diudara tidak sebesar CO2 dan CH4 namun masih berpotensi untuk menyerap radiasi dan menyebabkan panas dengan temperature yang cukup tinggi pengurangan jumlah persentase dari N2O ini adalah kandungan nitrogen yang berada pada senyawa tersebut dapat dipecah atau diuraikan menjadi atom N yang kemudian berugna untuk tanaman dan plankton di perairan. Jika senyawa N2O tidak diuraikan maka akan menjadi Green House Gas (GHG) yang berkontribusi terhadap pemanasan global ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para ilmuwan untuk mengurangi emisi gas ini, namun ternyata jumlah kandungan gas ini di udara atau diatmosfir masih banyak. Sementara upaya yang dilakukan oleh manusia tidak mampu untuk mengurangi emisi gas ini. Karena upaya tersebut berada pada persentase penerapan yang masih rendah, masih sebatas lab dan belum bisa diterapkan dilapangan.
Selain itu, Klorofluoro karbon (CFC) adalah gas rumah kaca yang berkontribusi penyebab global warming. Klorofluoro karbon merupakan gas buatan (Imitation Gasses) yang dihasilkan dari alat pendingin, kaleng aerosol, beberapa agen berbusa dalam industri kemasan, bahan kimia pemadam api dan pembersih yang digunakan dalam industri elektronik. CFC disebut sebagai gas buatan atau tidak alami karena gas ini dihasilkan dari suatu proses non ilmiah. Berbeda dengan gas yang lainnya seperti CO2, CH4, Asam amoniak dihasilkan secara ilmiah dan telah ada di bumi jauh sebelum manusia ada (Roy D’silva, 2011). Gas klorofluoro karbon ini bersifat merusak ozon sehingga lapisan ozon akan rusak dan menyebabkan pancaran langsung sinar matahari kebumi semakin meningkat. Semakin banyak pengguna barang elektronik terutama mesin pendingin, maka gas ini akan semakin meningkat. Kontribusi gas ini terhadap pemanasan global cukup berpengaruh untuk merubah iklim secara ekstrim.
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Potensi terjadinya global warming sangat besar, karena manusia adalah factor utama yang menyebabkan global warming. Sebagaimana dilaporkan oleh IPCC bahwa peningkatan suhu bumi terjadi akibat aktivitas manusia, sehingga manusia yang paling bertanggung jawab terhadap global warming ini.
2. Factor penyebab global warming sangat banyak, diantaranya adalah adanya gas-gas rumah kaca yang disebut sebagai Green House Gasses. Dimana gas-gas ini berfungsi sebagai penyerap panas yang dipantulkan oleh bumi ke angkasa.
Saran
Manusia harus menyadari dan berupaya untuk memberikan solusi terhadap terjadinya global warming ini. Karena manusia bertanggung jawab terhadap kerusakan alam yang diakibatkan oleh global warming.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Global Warming : Efek Rumah Kaca.
Anonim, 2010. Waspada Pengauh Global Warming Terhadap Industri Perunggasan; Poultry Indonesia. PT. Kharisma Satwa Media: Jakarta.
Anonim, 2011. Marilah Mencintai Alam Kita Dimulai Dari Diri Kita Sendiri http://negarakretagama.wordpress.com/2011/01/23/marilah-mencintai-alam-kita-dimulai-dari-diri-kita-sendiri/ diunduh tanggal 04 Maret 2011.
Anonim, 2011. Info Iptek : Stop Global Warming. http://goiptek.freetzi.com/wp-content/uploads/2010/04/pemanasan_global_dan_kesehatan.jpg diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Anonim, 2011. Pemanasan Global. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global Diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Aprimadini, Eva. 2009. Perubahan Iklim Global Dan Kaitannya Dengan Pengendalian Pencemaran Air. http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/perubahan-iklim-global-dan-kaitannya.htm diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Aulia, 2010. Waspada Pengaruh Global Warming Terhadap Indusri Perunggasan. Poulty Indonesia.
Buesseler, K.O., C.H. Lamborg, P.W. Boyd, P.J. Lam, T.W. Trull, R.R. Bidigare, J.K.B. Bishop, K.L. Casciotti, F. Dehairs, M. Elskens, M. Honda, D.M. Karl, D.A. Siegel, M.W. Silver, D.K. Steinberg, J. Valdes, B. Van Mooy, S. Wilson. (2007) Revisiting Carbon Flux Through The Ocean's Twilight Zone. Science 316: 567-570.
Climate Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/fig2-12.htm. Diakses pada 8 Mei 2007.
Courtesy U.S. Global Change Research Programe
Fahri, 2009. Global Warming : Definisi, Sebab, Akibat, Dan Solusinya. Fahripeblog.wordpress.com. diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Goodland ,Robert dan Anhang , Jeff - Ilmuwan Lingkungan Bank Dunia www.worldwatch.org/ww/livestock.
Kadarsah, 2009. Satelit Pengukur Kandungan CO2. http://kadarsah.wordpress.com/category/global-climate-change/ diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Kementrian Lingkungan Hidup Repubk Indonesia. 2009. Gas Rumah Kaca dalam Angka. Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup : Jakarta.
KLH (1994) disitus Aprimadini, Eva. (2009). Perubahan Iklim Global Dan Kaitannya Dengan Pengendalian Pencemaran Air. http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/perubahan-iklim-global-dan-kaitannya.htm diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Marsh, Nigel. 2000. Cosmic Rays, Clouds, And Climate (PDF). Space Science Reviews 94 (1-2): 215-230. doi:10.1023/A:1026723423896. http://www.dsri.dk/~hsv/SSR_Paper.pdf. Diakses pada 17 April 2007.
PA Government Services Inc (2000) dalam Anwar, Misykatul. 2008. Pemanasan Global Dan Alqur’an. http://misykatulanwar.files.wordpress.com/2008/08/new-picture-32.png diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Roy D’silva, 2011.
Stevanie Hilda, 2009. Pengaruh Dan Penyebab Global Warming Bagi Dunia http://vanhilrel.wordpress.com/2009/02/15/pengaruh-dan-penyebab-global-warming-bagi-dunia/ diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Stocker, Thomas F. 2001. 7.5.2 Sea Ice. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I To The Third Assessment Report OF the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/295.htm. Diakses pada 11 Februari 2007.

Minggu, 27 Februari 2011

Gejala Penyakit Asma dan Cara Penanggulangannya

Sumber: www.AnneAhira.com

Asma adalah jenis penyakit yang bersifat kronik. Maksudnya adalah penyakit yang umurnya panjang, bisa bertahun-tahun. Penyakit ini menyerang organ tubuh yang digunakan untuk bernafas yaitu paru-paru. Kebanyakan penyakit ini bisa berjangkit di daerah yang tingkat kekotoran udara atau polusinya tinggi. Bisa dari kotoran atau limbah industri, kendaraan yang mengeluarkan asap secara berlebih, atau bisa juga dari debu yang banyak berterbangan di udara. Maka tidak mengherankan bila gejala penyakit asma selalu diawali dengan batuk atau sesak nafas yang tidak kunjung sembuh, meski sudah meminum obat batuk.



Penyebab Asma

Hingga sekarang para ahli kesehatan belum mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan munculnya penyakit ini. Namun yang pasti adalah, orang yang terkena penyakit asma sistem pernafasannya menjadi peka pada bermacam rangsangan. Misalnya udara kotor, dingin, hewan yang bulunya banyak dan halus, keadaan jiwa yang labil atau bisa juga sesuatu yang menimbulkan bau tak enak. Bahkan, ketika melakukan olahraga, asma yang diderita bisa kambuh. Terutama olahraga yang butuh pernafasan panjang.

Dari beberapa penderita asma yang diteliti, ternyata beberapa diantaranya juga punya saudara atau orangtua yang juga punya penyakit sama. Sehingga faktor keturunan juga diduga menjadi salah satu penyebabnya. Namun para peneliti tersebut belum memberi pernyataan yang resmi terkait hal tersebut.

Gejala dan Tanda Munculnya Penyakit Asma

Seseorang bisa diduga terserang penyakit asma jika mengeluarkan tanda atau gejala seperti di bawah ini.



  1. Ketika sedang bernafas sering mengeluarkan bunyi lenguhan. Namun perlu digarisbawahi bahwa tidak semua penderita asma nafasnya selalu bersuara. 

  2. Nafas sering menjadi sesak karena organ pernafasan menjadi sempit.

  3. Batuk yang tiada henti terutama di waktu malam atau ketika cuaca sedang dingin.

  4. Dada terasa sesak dan menjadi sempit, terutama pada bagian paru-paru.

  5. Karena nafas terganggu, maka ketika sedang berbicara tidak bisa lancar dan tidak bisa mengatur jalannya pernafasan dengan baik. 


Menghindari penyakit asma

Cara yang paling mudah dilakukan agar tidak terkena penyakit ini, tentu saja dengan menghindari segala hal yang menjadi penyebab dari munculnya sakit asma tersebut. Yaitu jangan tinggal di tempat yang udaranya sudah kotor karena polusi, serta jangan memelihara binatang yang bulunya banyak dan halus. Misalnya kucing, kelinci dan sebagainya.


Bila udara sedang dingin, maka selalu memakai baju hangat dan selendang leher. Kemudian, bila nafas tidak kuat jangan terlalu banyak melakukan olah raga yang membutuhkan nafas panjang. Misalnya, lari jarak jauh. Kalau ingin berlari, lakukan dengan perlahan atau ganti dengan jalan cepat saja.

Mengobati Penyakit Asma

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang bisa digunakan untuk menyembuhkan asma secara tuntas. Bila sudah sembuh dalam jangka waktu tertentu, asma bisa kambuh lagi. Jadi penanganan yang paling tepat adalah mengukur kadar kekambuhan asma tesebut dan memberi obat yang dosisnya disesuaikan dengan kondisi tubuh penderita serta seberapa jauh penyakti asma melakukan serangan.

Penyakit asma bisa kambuh kapan saja tanpa bisa diketahui. Bahkan kadangkala tanpa mengeluarkan suatu gejala, tiba-tiba nafas bisa menjadi sesak. Untuk itu, para penderita asma selalu diberi saran untuk membawa obat asma yang bisa dihirup (namanya ventolin inhaler) kemana saja pergi atau berada. Tujuannya, bila tiba-tiba terkena serangan bisa segera ditangani.

CONTOH KARYA TULIS

ANALISIS MANFAAT CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET TERHADAP KESEHATAN

Oleh : Muh. Latarul Islain
Fakultas Peternakan Universitas Mataram


PENDAHULUAN

Latar belakang
Perhatian masyarakat terhadap kesehatan makanan sangat kurang. Karena masih banyak masyarakat mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia dan dapat merugikan kesehatan tubuh. Zat-zat kimia tersebut seperti zat pewarna, penguat rasa (Monosodium Glutamat), bahan pengawet dan lain sebagainya.
Bahan pengawet makanan saat ini menjadi isu hangat dikalangan masyarakat, banyak masyarakat mengkonsumsi makanan dengan bahan pengawet yang mengandung formalin, borax dan masih banyak bahan pengawet makanan yang tidak diperbolehkan untuk digunakan pada makanan. Namun isu tersebut menyebabkan keresahan pada masyarakat sehingga sebagian masyarakat yang peduli dan tahu terhadap kesehatan enggan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bersifat diawetkan.
Semenatara makanan yang diawetkan tersebut adalah makanan yang mengandung nutrisi seperti protein (asam amino) sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan asam amino tersebut dari tubuh sendiri sehingga harus diambill dari makanan seperti daging sapi, daging ayam, bakso, tahu, ikan dan lain sebagainya. Selain itu nutirisi yang terkandung pada makanan yang diawetka dapat meningkatakan produksi energy dalam tubuh dan masih banyak manfaat yang lainnya.
Namun sekarang ini telah ditemukan bahan pengawet alami dengan manfaat yang banyak bagi tubuh, serta tidak memiliki efek samping. Bahan pengwet tersebut disebut chitosan. Chitosan ini merupakan zat yang dihasilakan oleh hewan crustaceae atau hewan yang berkulit keras seperti kepiting, udang dan lain-lain. Bahan pengawet ini masih belum dikenal oleh masyarakat, karena produksinya masih sedikit dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap chitosan ini.
Sehingga melalui karya tulis yang berjudul analisis manfaat chitosan sebagai bahan pengawet terhadap kesehatan tubuh ini akan diberikan penjelasan terhadap manfaat chitosan bagi kesehatan tubuh yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Dengan adanya karya tulis ini masyarakat akan mengetahui manfaat bahan pengwet ini dan perasaan resah pada masyarakat terhadap makanan yang diawetkan menggunakan chitosan ini dapat dihilangkan.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menjelaskan manfaat chitosan sebagai bahan pengawet
Manfaat
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Keresahan masyarakat terhadap makanan yang menggunakan bahan pengawet ini dapat dihilangkan. Dengan demikian masyarakat akan mengkonsumsi makanan tanpa merasa resah.
2. Setelah mengkonsumsi makanan tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan nutirisi yang dibutuhkan oleh tubuhnya seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain-lain.


TINJAUAN PUSTAKA

Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama ”Chitin”. Pada umumnya kitin dialam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Anonym, 2010).
Chitosan adalah produk Deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang Glukosamin (2-Amino-2-Deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5×10-5 Dalton. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi chitosan menghasilkan yield 15-20 persen (Anonym, 2010).
Anonim (2010) menyatakan chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Purwatiningsih (1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk deasetilasi kitin dari limbah kulit udang. Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas chitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan chitosan dari kitin.
Focher et al. (1992) menyatakan alternatif untuk mengatasi permasalahan penggunaan formalin dan bahan-bahan tambahan makanan berbahaya lainnya, yaitu menggunakan chitosan. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yakni produk samping limbah dari pengolahan industri perikanan khususnya udang, kepiting dan rajungan, memiliki bentuk mirip dengan selulosa dan bedanya terletak pada gugus C-2, berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya (Anonim, 2006).
Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Menurut Hardjito (2001), chitosan tidak hanya untuk pengawetan makanan, dapat juga digunakan sebagai penyerap warna pada industri tekstil dan penyerap logam berat. Chitosan memiliki gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, maka chitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Fungsi lain dari chitosan adalah sebagai bahan pengawet alami yang dapat melapisi (coating). Dengan adanya coating kandungan bahan makanan tidak keluar. Dari hasil penelitian, khususnya untuk tahu kuning yang diberi formalin dengan tahu yang diberi chitosan memiliki warna yang lebih bagus dan lebih natural pada tahu pemberian chitosan.
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1984).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa chitosan merupakan salah satu contoh bahan pengawet alami, yaitu pemberian chitosan dengan kandungan 1,5% pada ikan asin mampu mengawetkan selama 8 minggu, dengan penampilan ikan lebih alami, aroma ikan tidak hilang, dan uji total jumlah bakteri lebih sedakit. Untuk kadar protein, lemak dan organoleptik sesudah penambahan chitosan menunjukkan hasil paling baik dibandingkan dengan formalin (Arreneuz, 1996).
Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosimdan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardianti)
Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan (Wardianti).
Anonim, (2010.) menyatakan, ada beberapa macam khasiat dari chitosan ini bagi kesehatan tubuh, diantaranya adalah :
Menghambat Pertumbuhan Tumor. Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Memperkuat Fungsi Hati. Butylosar dapat menekan penyerapan kolesterol oleh usus kecil sehingga menurunkan tingkat kekentalan kolesterol dalam darah, pada gilirannya mencegah penumpukan kolesterol jahat pada hati. Biasanya kalau sudah terasa tidak enak pada bagian hati, saat itu hati sudah mengalami kerusakan parah. Butylosar dapat berperan dalam menekan meningkatnya kandungan kolesterol dalam darah, mencegah penumpukan lemak hati.dalam pembuluh darah, berarti mencegah perembesan jaringan kanker ke daerah sekitar. Mencegah Penyakit Kencing Manis. Faktor utama yang memicu terjadinya penyakit kencing manis adalah kurangnya jumlah sekresi absolut maupun sekresi relatif insulin dari pankreas sehingga menimbulkan kekacauan. Ketika tubuh dalam kondisi Basa, maka meningkat pula laju pemanfaatan insulin. Keadaan ini sekaligus akan mengatur kondisi keasaman cairan tubuh yang ditimbulkan oleh produksi asam organik berlebih karena terurainya lemak di dalam tubuh.
Butylosar berdaya rekat tinggi, sehingga jumlahnya akan memadai di dalam saluran usus. Keadaan ini dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa yang ada di dalam makanan, jadi mengurangi atau menunda terjadinya nilai puncak glukosa darah, sehingga tercapai efek pencegahan penyakit kencing manis. Butylosar juga memiliki daya rekat tinggi yang dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa dalam makanan dan mengurangi terjadinya nilai puncak darah, yang akhirnya dapat mencegah terjadinya kencing manis. Menurunkan Tekanan Darah. Butylosar dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap ion-ion khlor, di bawah pengaruh asam lambung akan terjadi muatan positif dari gen-gen ion positif yang bergabung dengan ion-ion khlor, mengurangi kekentalan ion khlor di dalam gula darah, meningkatkan fungsi pembesaran pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah.
Adapun manfaat lain dari chitosan sebagai bahan pengawet adalah : a. Zat kerak (Crust) mengaktifkan sel-sel tubuh agar berfungsi menambah daya kekebalan. b. Memperlambat penuaan. c. Mengharmoniskan organ tubuh. d. Memelihara hati dan mengurai racun. e. Mempercepat kesembukan luka luar dan dalam (Anonim, 2010)


PEMBAHASAN

Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
Chitosan sebagai bahan pengawet memiliki manfaat yang sangat banyak terhadap kesehatan tubuh. Berdasarkan beberapa refrensi selain sebagai bahan pengawet makanan dan penyerab logam berat, chitosan juga berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol pada tubuh, mencegah penyakit kanker, dan mengikat lemak pada tubuh. Karena chitosan terbuat dari ekstrak kulit udang atau sejenisnya dan memiliki kemampuan sebagai suplemen pembakar lemak (fat burner).Sehngga sangat baik untuk dikonsumsi setelah makan agar pengkonsumsi chitosan ini terhindar dari obesitas disebabkan banyaknya tumpukan lemak. Selain itu, bubuk chitosan juga mempunyai kemmapuan koagulasi, misalnya apabila apabila bubuk tersebut dimasukan kedalam gelas berisi air dan minyak sawit, maka minyak tersebut akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan. Disamping kemampuan tersebut, chitosan berfungsi sebagai antimikroba.
Chitosan dihasilkan dari kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik. Umumnya chitosan larut dalam pelarut asam organik seperti asam asetat serta memiliki kemampuan mengikat lipid dan lemak. Di dalam tubuh, chitosan ini juga berperan sebagai serat, yang sangat dibutuhkan dalam tubuh dalam membersihkan saluran pencernaan, menstimulisasi proses pencernaan, dan menyehatkan usus. Chitosan sendiri tidak mengandung kalori. Ketika diminum, chitosan melekatkan diri pada usus, dan mengikat lemak yang lewat di dalam usus sebelum diserap oleh darah dan akan dibuang melalui saluran pencernaan. Dengan kata lain, chitosan mampu mengurangi penyerapan lemak, selain itu olahan chitosan juga dapat dikembangkan untuk biomedis, chitosan digunakan pada pembalut luka untuk pembekuan darah yang memiliki sifat antibakteri dan mikroba. Maka tidak mengherankan jika sekarang banyak produk chitosan yang digunakan untuk kesehatan (Hardjito,2001).
Manfaat chitosan tersebut memiliki potensi terhadap perkembangan produk dengan penelitian yang cukup intensif. Institute Pertanian Bogor bekerjasama dengan CV mandiri terus melakukan riset terhadap chitosan tersebut. Riset yang dilakukan oleh IPB dan CV mandiri berusaha sedang mengembangkan berbagai bahan obat dan suplemen (nutraceutical) seperti antimikroba (pengawet), antipenuaan, antitumor/antikanker, antikolesterol, bahan kosmetik (tabir surya, pewarna alami).
Chitosan sebagai antipenuaan. Fungsi yang dimiliki oleh chitosan ini adalah anti penuaan (anti aging). Kandungan polimer yang dimiliki oleh chitosan ini bersifat reaktif sehingga dapat berikatan dengan protein kulit.
Antitumor dan Antikanker. Chitosan memiliki Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan (Suara Merdeka, 2004).
Selain itu, chitosan juga mengandung Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Dalam riset anti tumor, ditemukan bahwa Butylosar mempunyai daya penekan terhadap penyebaran sel tumor, sekaligus merangsang kemampuan kekebalan tubuh, mendorong tumbuhnya sel Limpha dari pankreas. Bahaya kanker terletak pada kemungkinan peralihannya. Justru kemampuan Butylosar dalam menekan sifat peralihan ini sudah diakui oleh ilmuwan biologi berbagai negara melalui cara yang berbeda-beda, dan dalam pemakaiannya terhadap pasien juga memperlihatkan keberhasilan tinggi (meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker). Butylosar juga mempunyai kemampuan menempel pada molekul-molekul sel dipermukaan bagian dalam pembuluh darah. Dengan demikian mencegah sel tumor menempel pada sel permukaan bagian lain dengan kata lain Butylosar berdaya menekan penyebaran sel kanker tumor (Anonim, 2010).
Chitosan berfungsi sebagai anti kolesterol. Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antikolesterol, antibakteri, antimetastatik, antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant (stimulator non spesifik respons imun), menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.


PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :
1. Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
2. Sebagai bahan pengawet yang aman, chitosan juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi
3. Chitosan sebagai bahan pengawet makanan memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh
4. Pada kesehatan tubuh, chitosan berfungsi sebagai antikolesterol, anti kanker, anti tumor, anti penuaan, mencegah diabetes (kencing manis), dan dan lain-lain yang memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh.
Saran
1. Bahan pengawet dari chitosan harus dikembangkan dan diproduksi dalam jumlah besar guna mensuplai kebutuahan masyarakat.
2. Bahan pengawet chitosan ini harus digunakan oleh masyarakat agar makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti ikan, daging, bakso, dan lain-lain dapat bertahan dalam penyimpanan yang lama dalam kondisi aman.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan Seri I. Dirjen Perikanan, Jakarta.
Anonim, (2006), Chitosan, http://www.antara.co.id,
anonim, 2010. http://mudhzz.wordpress.com/chitosan/ di unduh pada tanggal 08 Oktober 2010
Anonim, 2010. Suplemen Makanan Berkualitas Tinggi Sebagai Pelangsing Tubuh dan Mengatasi Berbagai Penyakit POM sl 061 300 291. http://www.iklancamp.com/iklan/chitosan-pelangsing-super-cepat-dan-obat-diabetes.html diunduh pada tanggal 14 Oktober 2010

Anonim, 2010.
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/09/24/136470-luka-ingin-cepat-sembuh-gunakan-chitosan-cangkang-kepiting-deh

Arreneuz, S. 1996. Isolasi Khitin Dan Transformasinya Menjadi Khitosan Dari Limbah Kepiting Bakau (Seylla Serrata) : [Skripsi]. Bandung: Universitas Jendral Ahmad Yani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Khitin Menjadi Khitosan. Jurnal Kimia Andalas. 3 (1) : 61 – 68.

Ferrer, J., G. Paez, Z. Marmol, E. Ramons, H. Garcia and C.F. Forster. 1996. Acid hydrolysis of Shrimp ShellWastes and The Production of Single Chell Protein from The Hydrolysate. Journal Bioresour Technology. 57 (1) : 55 – 60.

Focher, B., Naggi, A., Tarri, G., Cosami, A. and Terbojevich, M. 1992. Structural Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-IR and FT-Raman Spectroscopy. Charbohidrat Polymer. 17 (2) : 97 – 102.

Hardjito, L. 2001. Chitosan Lebih Awet dan Aman. www.tabloidnova.com. Diunduh pada tanggal 17 Maret 2007.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 – 232.

Suara Merdeka, 2004. http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/31/ragam4.htm diunduh pada tanggal 25 Agustus 2010

Wardianti, Sugiyani. Pembuatan Chitosan Dari Kulit Udang Dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponogoro : Semarang.

Sabtu, 26 Februari 2011

ANALISIS MANFAAT CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET TERHADAP KESEHATAN

Oleh : Muh. Latarul Islain
Fakultas Peternakan Universitas Mataram

PENDAHULUAN

Latar belakang

Perhatian masyarakat terhadap kesehatan makanan sangat kurang. Karena masih banyak masyarakat mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia dan dapat merugikan kesehatan tubuh. Zat-zat kimia tersebut seperti zat pewarna, penguat rasa (Monosodium Glutamat), bahan pengawet dan lain sebagainya.
Bahan pengawet makanan saat ini menjadi isu hangat dikalangan masyarakat, banyak masyarakat mengkonsumsi makanan dengan bahan pengawet yang mengandung formalin, borax dan masih banyak bahan pengawet makanan yang tidak diperbolehkan untuk digunakan pada makanan. Namun isu tersebut menyebabkan keresahan pada masyarakat sehingga sebagian masyarakat yang peduli dan tahu terhadap kesehatan enggan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bersifat diawetkan.
Semenatara makanan yang diawetkan tersebut adalah makanan yang mengandung nutrisi seperti protein (asam amino) sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan asam amino tersebut dari tubuh sendiri sehingga harus diambill dari makanan seperti daging sapi, daging ayam, bakso, tahu, ikan dan lain sebagainya. Selain itu nutirisi yang terkandung pada makanan yang diawetka dapat meningkatakan produksi energy dalam tubuh dan masih banyak manfaat yang lainnya.
Namun sekarang ini telah ditemukan bahan pengawet alami dengan manfaat yang banyak bagi tubuh, serta tidak memiliki efek samping. Bahan pengwet tersebut disebut chitosan. Chitosan ini merupakan zat yang dihasilakan oleh hewan crustaceae atau hewan yang berkulit keras seperti kepiting, udang dan lain-lain. Bahan pengawet ini masih belum dikenal oleh masyarakat, karena produksinya masih sedikit dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap chitosan ini.
Sehingga melalui karya tulis yang berjudul analisis manfaat chitosan sebagai bahan pengawet terhadap kesehatan tubuh ini akan diberikan penjelasan terhadap manfaat chitosan bagi kesehatan tubuh yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Dengan adanya karya tulis ini masyarakat akan mengetahui manfaat bahan pengwet ini dan perasaan resah pada masyarakat terhadap makanan yang diawetkan menggunakan chitosan ini dapat dihilangkan.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menjelaskan manfaat chitosan sebagai bahan pengawet
Manfaat
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Keresahan masyarakat terhadap makanan yang menggunakan bahan pengawet ini dapat dihilangkan. Dengan demikian masyarakat akan mengkonsumsi makanan tanpa merasa resah.
2. Setelah mengkonsumsi makanan tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan nutirisi yang dibutuhkan oleh tubuhnya seperti protein, lemak, karbohidrat dan lain-lain.

TINJAUAN PUSTAKA

Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama ”Chitin”. Pada umumnya kitin dialam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Anonym, 2010).
Chitosan adalah produk Deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang Glukosamin (2-Amino-2-Deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5×10-5 Dalton. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi chitosan menghasilkan yield 15-20 persen (Anonym, 2010).

Anonim (2010) menyatakan chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Purwatiningsih (1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk deasetilasi kitin dari limbah kulit udang. Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas chitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan chitosan dari kitin.
Focher et al. (1992) menyatakan alternatif untuk mengatasi permasalahan penggunaan formalin dan bahan-bahan tambahan makanan berbahaya lainnya, yaitu menggunakan chitosan. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yakni produk samping limbah dari pengolahan industri perikanan khususnya udang, kepiting dan rajungan, memiliki bentuk mirip dengan selulosa dan bedanya terletak pada gugus C-2, berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya (Anonim, 2006).
Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Menurut Hardjito (2001), chitosan tidak hanya untuk pengawetan makanan, dapat juga digunakan sebagai penyerap warna pada industri tekstil dan penyerap logam berat. Chitosan memiliki gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, maka chitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Fungsi lain dari chitosan adalah sebagai bahan pengawet alami yang dapat melapisi (coating). Dengan adanya coating kandungan bahan makanan tidak keluar. Dari hasil penelitian, khususnya untuk tahu kuning yang diberi formalin dengan tahu yang diberi chitosan memiliki warna yang lebih bagus dan lebih natural pada tahu pemberian chitosan.
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1984).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa chitosan merupakan salah satu contoh bahan pengawet alami, yaitu pemberian chitosan dengan kandungan 1,5% pada ikan asin mampu mengawetkan selama 8 minggu, dengan penampilan ikan lebih alami, aroma ikan tidak hilang, dan uji total jumlah bakteri lebih sedakit. Untuk kadar protein, lemak dan organoleptik sesudah penambahan chitosan menunjukkan hasil paling baik dibandingkan dengan formalin (Arreneuz, 1996).
Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosimdan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardianti)
Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan (Wardianti).
Reaksi pembentukan chitosan adalah

Anonim, (2010.) menyatakan, ada beberapa macam khasiat dari chitosan ini bagi kesehatan tubuh, diantaranya adalah :
Menghambat Pertumbuhan Tumor. Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Memperkuat Fungsi Hati. Butylosar dapat menekan penyerapan kolesterol oleh usus kecil sehingga menurunkan tingkat kekentalan kolesterol dalam darah, pada gilirannya mencegah penumpukan kolesterol jahat pada hati. Biasanya kalau sudah terasa tidak enak pada bagian hati, saat itu hati sudah mengalami kerusakan parah. Butylosar dapat berperan dalam menekan meningkatnya kandungan kolesterol dalam darah, mencegah penumpukan lemak hati.dalam pembuluh darah, berarti mencegah perembesan jaringan kanker ke daerah sekitar. Mencegah Penyakit Kencing Manis. Faktor utama yang memicu terjadinya penyakit kencing manis adalah kurangnya jumlah sekresi absolut maupun sekresi relatif insulin dari pankreas sehingga menimbulkan kekacauan. Ketika tubuh dalam kondisi Basa, maka meningkat pula laju pemanfaatan insulin. Keadaan ini sekaligus akan mengatur kondisi keasaman cairan tubuh yang ditimbulkan oleh produksi asam organik berlebih karena terurainya lemak di dalam tubuh.
Butylosar berdaya rekat tinggi, sehingga jumlahnya akan memadai di dalam saluran usus. Keadaan ini dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa yang ada di dalam makanan, jadi mengurangi atau menunda terjadinya nilai puncak glukosa darah, sehingga tercapai efek pencegahan penyakit kencing manis. Butylosar juga memiliki daya rekat tinggi yang dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa dalam makanan dan mengurangi terjadinya nilai puncak darah, yang akhirnya dapat mencegah terjadinya kencing manis. Menurunkan Tekanan Darah. Butylosar dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap ion-ion khlor, di bawah pengaruh asam lambung akan terjadi muatan positif dari gen-gen ion positif yang bergabung dengan ion-ion khlor, mengurangi kekentalan ion khlor di dalam gula darah, meningkatkan fungsi pembesaran pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah.
Adapun manfaat lain dari chitosan sebagai bahan pengawet adalah : a. Zat kerak (Crust) mengaktifkan sel-sel tubuh agar berfungsi menambah daya kekebalan. b. Memperlambat penuaan. c. Mengharmoniskan organ tubuh. d. Memelihara hati dan mengurai racun. e. Mempercepat kesembukan luka luar dan dalam (Anonim, 2010)


PEMBAHASAN

Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai pengawet adalah chitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Fahmi, 1997).
Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
Chitosan sebagai bahan pengawet memiliki manfaat yang sangat banyak terhadap kesehatan tubuh. Berdasarkan beberapa refrensi selain sebagai bahan pengawet makanan dan penyerab logam berat, chitosan juga berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol pada tubuh, mencegah penyakit kanker, dan mengikat lemak pada tubuh. Karena chitosan terbuat dari ekstrak kulit udang atau sejenisnya dan memiliki kemampuan sebagai suplemen pembakar lemak (fat burner).Sehngga sangat baik untuk dikonsumsi setelah makan agar pengkonsumsi chitosan ini terhindar dari obesitas disebabkan banyaknya tumpukan lemak. Selain itu, bubuk chitosan juga mempunyai kemmapuan koagulasi, misalnya apabila apabila bubuk tersebut dimasukan kedalam gelas berisi air dan minyak sawit, maka minyak tersebut akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan. Disamping kemampuan tersebut, chitosan berfungsi sebagai antimikroba.
Chitosan dihasilkan dari kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik. Umumnya chitosan larut dalam pelarut asam organik seperti asam asetat serta memiliki kemampuan mengikat lipid dan lemak. Di dalam tubuh, chitosan ini juga berperan sebagai serat, yang sangat dibutuhkan dalam tubuh dalam membersihkan saluran pencernaan, menstimulisasi proses pencernaan, dan menyehatkan usus. Chitosan sendiri tidak mengandung kalori. Ketika diminum, chitosan melekatkan diri pada usus, dan mengikat lemak yang lewat di dalam usus sebelum diserap oleh darah dan akan dibuang melalui saluran pencernaan. Dengan kata lain, chitosan mampu mengurangi penyerapan lemak, selain itu olahan chitosan juga dapat dikembangkan untuk biomedis, chitosan digunakan pada pembalut luka untuk pembekuan darah yang memiliki sifat antibakteri dan mikroba. Maka tidak mengherankan jika sekarang banyak produk chitosan yang digunakan untuk kesehatan (Hardjito,2001).
Manfaat chitosan tersebut memiliki potensi terhadap perkembangan produk dengan penelitian yang cukup intensif. Institute Pertanian Bogor bekerjasama dengan CV mandiri terus melakukan riset terhadap chitosan tersebut. Riset yang dilakukan oleh IPB dan CV mandiri berusaha sedang mengembangkan berbagai bahan obat dan suplemen (nutraceutical) seperti antimikroba (pengawet), antipenuaan, antitumor/antikanker, antikolesterol, bahan kosmetik (tabir surya, pewarna alami).
Chitosan sebagai antipenuaan. Fungsi yang dimiliki oleh chitosan ini adalah anti penuaan (anti aging). Kandungan polimer yang dimiliki oleh chitosan ini bersifat reaktif sehingga dapat berikatan dengan protein kulit.
Antitumor dan Antikanker. Chitosan memiliki Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan (Suara Merdeka, 2004).
Selain itu, chitosan juga mengandung Butylosar berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Dalam riset anti tumor, ditemukan bahwa Butylosar mempunyai daya penekan terhadap penyebaran sel tumor, sekaligus merangsang kemampuan kekebalan tubuh, mendorong tumbuhnya sel Limpha dari pankreas. Bahaya kanker terletak pada kemungkinan peralihannya. Justru kemampuan Butylosar dalam menekan sifat peralihan ini sudah diakui oleh ilmuwan biologi berbagai negara melalui cara yang berbeda-beda, dan dalam pemakaiannya terhadap pasien juga memperlihatkan keberhasilan tinggi (meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker). Butylosar juga mempunyai kemampuan menempel pada molekul-molekul sel dipermukaan bagian dalam pembuluh darah. Dengan demikian mencegah sel tumor menempel pada sel permukaan bagian lain dengan kata lain Butylosar berdaya menekan penyebaran sel kanker tumor (Anonim, 2010).
Chitosan berfungsi sebagai anti kolesterol. Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antikolesterol, antibakteri, antimetastatik, antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant (stimulator non spesifik respons imun), menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.


PENUTUP

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :
1. Chitosan merupakan bahan alami yang lebih ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet formalin (Anonim, 1994).
2. Sebagai bahan pengawet yang aman, chitosan juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi
3. Chitosan sebagai bahan pengawet makanan memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh
4. Pada kesehatan tubuh, chitosan berfungsi sebagai antikolesterol, anti kanker, anti tumor, anti penuaan, mencegah diabetes (kencing manis), dan dan lain-lain yang memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh.

Saran

1. Bahan pengawet dari chitosan harus dikembangkan dan diproduksi dalam jumlah besar guna mensuplai kebutuahan masyarakat.
2. Bahan pengawet chitosan ini harus digunakan oleh masyarakat agar makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti ikan, daging, bakso, dan lain-lain dapat bertahan dalam penyimpanan yang lama dalam kondisi aman.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan Seri I. Dirjen Perikanan, Jakarta.
Anonim, (2006), Chitosan, http://www.antara.co.id,
anonim, 2010. http://mudhzz.wordpress.com/chitosan/ di unduh pada tanggal 08 Oktober 2010
Anonim, 2010. Suplemen Makanan Berkualitas Tinggi Sebagai Pelangsing Tubuh dan Mengatasi Berbagai Penyakit POM sl 061 300 291. http://www.iklancamp.com/iklan/chitosan-pelangsing-super-cepat-dan-obat-diabetes.html diunduh pada tanggal 14 Oktober 2010

Anonim, 2010.
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/09/24/136470-luka-ingin-cepat-sembuh-gunakan-chitosan-cangkang-kepiting-deh

Arreneuz, S. 1996. Isolasi Khitin Dan Transformasinya Menjadi Khitosan Dari Limbah Kepiting Bakau (Seylla Serrata) : [Skripsi]. Bandung: Universitas Jendral Ahmad Yani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Khitin Menjadi Khitosan. Jurnal Kimia Andalas. 3 (1) : 61 – 68.

Ferrer, J., G. Paez, Z. Marmol, E. Ramons, H. Garcia and C.F. Forster. 1996. Acid hydrolysis of Shrimp ShellWastes and The Production of Single Chell Protein from The Hydrolysate. Journal Bioresour Technology. 57 (1) : 55 – 60.

Focher, B., Naggi, A., Tarri, G., Cosami, A. and Terbojevich, M. 1992. Structural Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-IR and FT-Raman Spectroscopy. Charbohidrat Polymer. 17 (2) : 97 – 102.

Hardjito, L. 2001. Chitosan Lebih Awet dan Aman. www.tabloidnova.com. Diunduh pada tanggal 17 Maret 2007.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 – 232.

Suara Merdeka, 2004. http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/31/ragam4.htm diunduh pada tanggal 25 Agustus 2010

Wardianti, Sugiyani. Pembuatan Chitosan Dari Kulit Udang Dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponogoro : Semarang.

ANALISISI MANFAAT CHITOSAN BAGI KESEHATAN