Jumat, 31 Desember 2010

TELUR AYAM YANG TIDAK BISA MENETAS

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kebutuhan masyarakat terhadap daging unggas terutama ayam sangat tinggi seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Sementara ketersediaan populasi ayam (chicken population stock) sangat berkurang. Berkurangnya populasi ayam tersebut disebabkan karena a). penyakit, dimana baru-baru ini unggas diserang oleh penyakit yang sangat ditakuti oleh manusia yaitu flu burung. Flu burung ini ditakuti karena bisa menular ke manusia dan bersifat mematikan. Sementara vaksinnya belum bisa ditemukan. b). kurangnya minat masyarakat dalam pembudidayaan unggas atau ayam, karena perkembangan teknologi yang semakin canggih, menyebabkan manusia menjadi gengsi dan manja untuk melakukan suatu usaha terutama pada pembudidayaan unggas terutama ayam.

Sehingga melihat permasalahan tersebut maka ditemukanlah suatu cara untuk meningkatkan populasi ayam yaitu dengan cara menetaskan telur. Penetasan telur ini merupakan suatu uapay untuk menyelsaikan permasalahan kebutuhan unggas dimasyarakat baik kebutuhan untuk dikonsumsi maupun kebutuhan untuk dibudidayakan.

Penetasan telur ini menggunakan mesin tetas, dimana fungsinya menggantikan induk asli dari unggas tersebut. Sementara system kerja mesin tetas sama seperti system kerja induk, suhu dan kelembaban bisa diatur oleh orang yang menetaskan. Namun kelebihan dari mesin tetas ini adalah mampu menampung telur yang akan ditetaskan dalam jumlah yang banyak, dari 100 butir sampai ribuan butir lebih.

Akantetapi menetaskan telur menggunakan mesin tetas masih belum terlalu banyak diterapkan dimasyarakat, Karena mereka belum memahami teknis penggunaan dari mesin tetas tersebut. Sehingga perlu pengkajian tentang bagaimana cara menggunakan mesin tetas yang baik serta bagaimana cara menetaskan telur.

Mahasiswa terutama mahasiswa fakultas peternakan harus melakukan pengkajian terhadap permasalahan yang ada, perlu percobaan penetasan telur. Oleh karena itu mahasisw melakukan praktikum penetasan telur pada mata kuliah teknologi penetasan telur.

Tujuan dan kegunaan

Tujuan

a. Untuk mencoba menetaskan telur

b. Untuk mengetahui permasalahan pada saat penetasan, baik kendala mesin tetas maupun kendala pada telurnya yang tidak bisa menetas.

c. Untuk mengetahui waktu pemutaran telur

d. Untuk mengetahi jenis mesin tetas

Kegunaan

a. Praktikum ini berguna sebagai nilai tambahan mahasiswa pada mata kuliah teknologi penetasan telur

b. Setelah melakukan praktikukm ini, diharapkan mahasiswa mampu untuk menetaskan telur menggunakan mesin tetas secara mandiri

c. Mahasiswa bisa mengetahui permasalahan yang ada pada penetasan telur

d. Mahasiswa bisa menjadi terampil untuk menetaskan telaur

TINJAUAN PUSTAKA

Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama : kulit telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).

Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan
unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu. Secara umum terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari bobot tubuh), putih telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32 % dari bobot tubuh).

Tepung telur pada dasarnya masih merupakan telur mentah juga, namun
sudah dikeringkan sebagian besar kandungan airnya, hingga hanya tersisa kurang
lebih 10 % saja. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung telur ini adalah
telur-telur yang mengalami retak atau pecah telur, serta telur-telur yang telah
mendekati batas akhir umur penyegarannya (Suprapti, 2002).
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama : kulit telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).

Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan
unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu. Secara umum terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari bobot tubuh), putih telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32 % dari bobot tubuh). Ciri-ciri telur yang baik antara lain : kerabang bersih, halus, rongga udara kecil, kuning telurnya terletak ditengah dan tidak bergerak, putih telur bagian dalam kental dan tinggi pada bagian putih telur maupun kuning telur tidak terdapat noda darah maupun daging. Bentuk telur serta besarnya juga proporsional dan nofrmal (Sudaryani dan Samosir, 1997).
Oleh karena telur mempunyai pelindung yang keras dalam bentuk kulit
telur/kerabang, maka yang terpenting untuk kualitas telur ditentukan dari sudut
internal, yaitu dari komposisi gizinya. Komposisi gizi ini tentu saja dipengaruhi oleh makanan yang diberikan pada unggas. Faktor eksternalnya berupa bakteri perusak yang berusaha untuk masuk ke dalam telur melalui pori-pori pada kerabang telur.

Secara interbal memang kualitas telur ditentukan oleh kandungan gizinya dan struktur fisik isi telur itu. Telur yang baik dilihat dari struktur fisik adalah telur dengan putih telur yang masih kental dan bening. Biasanya putih telur ini masih terbagi atas 2 lapisan yaitu lapisan yang kental didekat kuning telur dan lapisan yang encer dibagian terluar kuning telur. Bila semua lapisan telurnya sudah encer maka kualitas telur itu mulai merosot (Rasyaf, 1996).
Telur sangat tahan terhadap kehilangan isi karena ketahanan kerabang
terhadap penyusupan zat cair atau perbanyakan jasad renik. Telur utuh terdiri atas
beberapa komponen, yaitu air 66 % dan bahan kering 34 % yang tersusun atas
protein 12 %, lemak 10 %, karbohidrat 1 % dan abu 11 %. Kuning telur adalah salah satu komponen yang mengandung nutrisi terbanyak dalam telur. Kuning telur mengandung air sekitar 48 % dan lemak 33 %. Kuning telur juga mengandung vitamin, mineral, pigmen dan kolesterol. Putih telur terdiri atas protein, terutama lisosin yang memiliki kemampuan anti bakteri untuk membantu mengurangi kerusakan telur (Akoso, 1993).

Kerabang telur atau egg shell mempunyai dua lapisan yaitu spongy layer dan mamillary layer yang terbungkus oleh lapisan lendir berupa kutikula. Lapisan luar terbentuk dari kalsium, phosphor dan vitamin D yang merupakan lapisan paling keras yang berfungsi melindungi semua bagian telur. Tebal tipisnya kerabang telur tergantung pada jumlah kalsium yang terdapat pada pakan. (Stadellman et al., 1995).

Putih telur atau albumen mempunyai proporsi yang tinggi dalam komposisi telur mencapai 60 % dari total berat telur. Persentasi putih telur pada ayam petelur bervariasi secara keseluruhan tergantung dari strain, umur ayam dan umur dari telur (Stadellman, 1995).

Kuning telur merupakan bagian yang paling penting bagi isi telur,sebab pada bagian inilah terdapat dan tempat tumbuh embrio hewan, khususnya pada telur yang telah dibuahi. Bagian kuning telur ini terbungkus semacam selaput tipis yang sangat kuat dan elastis yang disebut membrane vetelina. Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap daripada putih telur dan terdiri dari air, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin .(Stadellman, 1995).

Kualitas fisik telur juga ditentukan oleh kuning telur, warna kuning telur
tersebut disebabkan karena adanya kandungan xantofil pakan yang diabsorpsi dan
disimpan dalan kuning telur (Stadellman et al., 1995). Lebih lanjut dikemukakan oleh Nesheim et al. (1979), bahwa kuning telur merupakan bagian telur terpenting karena didalamnya terdapat sel benih. Kuning telur tersusun oleh lapisan konsentris terang dan gelap yang disebabkan karena perbedaan xantofil pakan dan periode siang dan malam.

Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa kulitcangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru, kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur tersebut dikonsumsi langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap awetnya telur. Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul lagi.(Anonima,2009)

Dari beberapa penelitian yang dilakukan para ahli, misalnya Haryoto (1996), Muhammad Rasyaf (1991), dan Antonius Riyanto (2001), menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya CO2 yang terkandung di dalamnya sudah banyak yang keluar, sehingga derajat keasaman meningkat. Penguapan yang terjadi juga membuat bobot telur menyusut, dan putih telur menjadi lebih encer. Masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur juga akan merusak isi telur. Telur segar yang baik ditandai oleh bentuk kulitnya yang bagus, cukup tebal, tidak cacat (retak), warnanya bersih, rongga udara dalam telur kecil, posisi kuning telur di tengah-tengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah.(Anonimb,2009)
Pemindangan merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan kombinasi
penggaraman dan perebusan.Pemindangan dapat di lakukan dari bahan baku ikan atau telur. Pemindangan ikan hanya umum di lakukan di daerah pantai sedangkan
pemindangan telur dapat di lakukan di berbagai tempat.Telur pindang merupakan
produk olahan telur tradisional yang menggunakan bahan penyamak protein.Protein akan terdenaturasi jika kontak dengan bahan penyamak,misalnya tanin.Bahan-bahan yang dapat di gunakan untuk menyamak telur antara lain kulit bawang merah,daun jambu biji dan air teh.Pemindangan telur dapat menyebabkan telur rebus tersebut sedikit lebih awet dari pada perebusan telur dalam air biasa.Pada proses pemindangan telur di gunakan daun jambu biji atau kulit bawang merah yang menyebabkan warna kulit telur menjadi kecoklatan dan akan memberikan cita rasa yang khas.selain itu jambu biji di duga mengandung tanin yang bersifat menyamak kulit telur sehingga memperpanjang umur simpan telur.Tanin tersebut akan menyebabkan protein yang ada di permukaan kulit telur menggumpal dan menutupi pori-pori telur,sehingga telur menjadi lebih awet karena kerusakan telur dapat di hambat. (Teknologi pangan dan
Gizi IPB)

Secara alamiah bangsa unggas yang salah satunya adalah ayam, akan mengerami telur telurnya bila sudah dirasa cukup baginya sebagai bagian dari memperbanyak keturunannya (species nya). Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan. Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan (Anonym, 2010).

Adapun macam-macam dari mesin tetas adalah sebagai berikut :

1. Alat tetas dengan teknologi sekam dan sumber panas matahari

2. Mesin tetas Listrik dengan lampu bohlam sebagai alat pemanasnya

3. Mesin tetas dengan menggunakan lampu minyak

4. Mesin tetas dengan kawat nekelin

5. Mesin tetas dengan kombinasi beberapa hal diatas

6. Mesin tetas otomatis (Anonym, 2010.)

Anonym (2010). mengatakan Untuk mendapatkan telur telur yang bagus untuk di tetaskan harus di yakini bahwa telur- telur tersebut berasal dari induk induk ayam yang memenuhi syarat sebagai induk yang baik seperti:

1. Telah di Vaksinasi secara lengkap

2. Sehat

3. Mempunyai postur dan bentuk badan yang baik

4. Berasal dari galur murni

Secara garis besar incubator hanya dikelompokkan menjadi 2 tipe dasar yaitu tipe forced air (dengan sirkulasi udara) dan still air (tanpa sirkulasi udara). Di Indonesia (Jakarta) di temukan tipe still air yang banyak dijual di dengan kapasitas mulai dengan 40, 100, 200 butir telur, walau pada prakteknya yang berkemampuan 100 butir hanya bisa dipakai untuk menetaskan 70 butir agar ada cukup ruang, tidak terlalu padat dan baik daya tetasnya. Jenis ini membutuhkan banyak penanganan dalam pemutaran telur yang biasanya dilakukan sedikitnya 3 kali sehari secara satu persatu dan dengan cara membuka tutup incubatornya. Suhu penetasannya selalu dibuat 2o sampai 3oF lebih tinggi dari type forced air atau sekitar 102o sampai 103oF. Hal ini karena panas untuk penetasan dirambatkan melalui udara dari bohlam lampu diatasnya (Anonym, 2010).

Ventilasi yang cukup adalah penting untuk diperhatikan mengingat didalam telur ada embrio yang juga bernafas dalam perkembangannya dan memerlukan O2 dan membuang CO2. Dalam operasi mesin penetas, lebar lubang bukaan ventilasi harus diatur agar cukup ada sirkulasi udara dan dengan memperhatikan penurunan tingkat kelembaban udaranya.

Pada incubator tipe still-air, buatan Cemani maka bukaan ventilasi ada di bagian atasnya yang dapat diatur untuk mengeluarkan udara bersamaan degan pergerakan udara panas yang ada didalamnya sedangkan sirkulasi udara masuk sudah cukup dari lubang lubang yang ada dibagian bawah dan samping incubator tersebut.

Pada incubator jenis forced-air incubator, jika terjadi lampu mati atau PLN off maka ventilasi harus dibuka lebih lebar dan bila perlu sesekali di buka pintunya agar terjadi pertukaran udara segar dan tetap diusahakan suhu ruangan berada pada kisaran 75oF atau lebih. Sedangkan pada incubator tipe still-air ventilasi dibiarkan terbuka ¼ atau ½ (tidak berubah atau lebih ditutup) agar panas dan kelembaban tidak terlalu terpengaruh (Anonym, 2010).

Standart untuk suhu dalam incubator “penetasan” tipe forced air adalah 100oF. untuk jenis forced-air incubators dan 102oF. untuk type still-air incubators. Suhu pada incubator penetas (hatching) di set 1o F lebih rendah dibandingkan dengan incubator “pengeram” selama 3 hari sebelum penetasan.

Tabel 1. Kegiatan yang dilakukan pada penetasan telur

Keterangan


Ayam

Periode Incubator (Hari)


21

Temperatur (oF)


100

Humidity


65-70

Tidak ada pemutaran telur


Hari ke 18th

Buka Vents tambah ¼


hari ke 10th

Buka Vents (jika diperlukan)


hari ke 18th

Sedangkan untuk tipe still air, posisi termometer adalah sejajar atau rata dengan tinggi bagian atas telur atau sekitar 5 cm dari dasar telur. Termometer haruslah tidak diletakkan diatas telur atau diluar bidang penetasan tetapi bersebelahan dengannya. Selain itu, mesin incubator juga harus tertutup rapat untuk menghindari hilang panas atau kelembaban udaranya.

Fluktuasi temperatur sebanyak 1 derajat atau kurang tidak menjadi masalah tetapi pengontrolan Temperature secara berkala amat diperlukan untuk menjaga agar suhu tidak ketinggian atau kerendahan dari standart tersebut. Sebagai catatan : suhu sekitar 105oF. untuk 30 menit dapat mematikan embrio didalam telur sedangkan suhu penetasan pada 90oF untuk 3 sampai 4 jam akan memperlambat perkembangan embrio didalam telur (Anonym, 2010).

Pengontrolan kelembaban udara harus dilakukan dengan hati hati. Hal ini diperlukan untuk menjaga hilangnya air dari dalam telur secara berlebihan. Pengukuran dapat dilakukan dengan hygrometer atau psychrometer. Psychrometer atau termometer bola basah (wet bulb) menunjukkan derajat kelembaban udara dan dapat dibaca berdasarkan tabel dibawah ini:



Kelembaban relatif (relatif humidity) untuk mesin incubator “penetas” atau periode 18 hari pertama harus dijaga pada 50 – 55 % atau 83.3 oF – 85.3 oF dengan wet bulb. Dan 3 hari setelahnya (21 hari dikurangi 3 hari) atau pada hari ke 19 – 21 sebelum penetasan, kelembaban udara harus dinaikkan menjadi 60 oF - 65 oF atau 87.3 oF - 89 oF.

Pada saat 3 hari menjelang penetasan dapat dikatakan kita harus lepas tangan “hand-off” karena pada saat ini tidak diperlukan campur tangan manusia sama sekali selain menunggu proses penetasan berjalan sampai selesai dengan sendirinya. Incubator tidak boleh dibuka karena dapat menyebabkan kehilangan kelembaban udara yang amat diperlukan dalam penetasan. Kehilangan kelembaban dapat mencegah keringnya membran pada kulit telur pada saat penetasan (hatching).

Kelembaban yang rendah menyebkan anak ayam sulit memecah kulit telur karena lapisannya menjadi keras dan berakibat anak ayam melekat / lengket di selaput bagian dalam telur dan mati. Akan tetapi kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan anak ayam didalam telur juga sulit untuk memecah kulit telur atau kalaupun kulit telur dapat dipecahkan maka anak ayam tetap berada didalam telur dan dapat mati tenggelam dalam cairan dalam telur itu sendiri.

Pada incubator penetas “hatching”, kelembaban udara bisa diatur dengan memberikan nampan berisi air dan bila perlu ditambahkan busa / sponse untuk meningkatkan kelembaban udara. Sedangkan pada tipe still-air maka menaikkan kelembaban dengan cara menambah nampan air dibawah tempat penetasan atau pada prinsipnya, menaikkan kelembaban dapat dicapai dengan menambah penampang permukaan airnya.

Adapun cara yang sempurna untuk menentukan kelembaban udara adalah dengan memperhatikan ukuran kantong udara didalam telur bagian atas atau bagian tumpulnya seperti gambar dibawah ini dengan menggunakan teropong telur. Kelembaban dapat diatur setelah peneropongan telur pada hari ke 7, 14, dan 18 pada masa penetasan (Anonym, 2010).

.

Pemeriksaan fertilitas telur adalah suatu hal yang perlu dilakukan. Hal ini terutama diperlukan untuk menentukan jumlah telur yang fertile untuk terus ditetaskan sedangkan yang tidak fertile atau tidak bertunas harus disingkirkan karena tidak berguna dalam proses penetasan dan bahkan Cuma buang buang tenaga dan tempat saja. Padahal tempat yang ada dapat dimanfaatkan untuk telur telur fertile yang lain atau yang baru akan ditetaskan.

Tes fertilitas semacam ini tidak akan mempengaruhi perkembangan embrio telur, malah sebaliknya kita akan tahu seberapa normal perkembangan embrio didalam telur tersebut telah berkembang atau bertunas. Tatapi tetap sebagai hal yang terpenting dalam proses ini adalah mengetahui seberapa banyak telur yang fertile dan dapat menentukan langkah langkah yang diperlukan untuk telur yang tidak fertile terutama jika telur telur tersebut diberikan coretan / tulisan mengenai asal telur dan tanggal di telurkan oleh sang ayam maupun informasi asal kandangnya.

Ada beberapa istilah untuk alat melihat fertilitas telur disebut teropong telur atau tester atau candler. Alat ini mudah dibuat dengan cara menempatkan bohlam lampu dalam sebuah kotak atau silender yang dapat terbuat dari segala macam jenis baik kayu ataupun pralon 3 inch seperti pada gambar.

Cara membuatnya adalah dengan memotong pralon 3 inch sepanjang 20 cm dan menutup kedua ujungnya dengan kayu yang dibuat melingkar mengikuti pralon dan kemudian di mur. Bagian dalam diberikan fitting lampu dan sebuah bohlam lampu yang cukup terang (missal : 40 watt) dan satu ujung bagian atasnya pada bagian tengahnya diberikan lubang sebesar 2/5 besar diameter telur rata rata atau sekitar 2 cm.

Penggunaannya adalah dengan menyalakan bohlam lampu dan melalui lubang yang ada (pada bagian atasnya) diletakkan telur yang akan dilihat dengan cara menempelkan bagian bawah telur (bagian yang lebih tajam dari telur) ke lubang dan melihat perkembangan yang ada di dalam telur. Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan alat ini pada ruangan yang gelap sehingga bagian dalam telur yang terkena bias cahaya lampu dapat lebih jelas terlihat.

Telur biasanya di test setelah 5 – 7 hari setelah di tempatkan dalam incubator. Telur dengan kulit yang putih seperti telur ayam kampung akan lebih mudah dilihat daripada telur negri atau yang warna kulitnya cokalat atau warna lainnya.

Pada saat test fertilitas, maka hanya telur yang ada bintik hitam dan jalur jalur darah yang halus yang akan terus di tetaskan. Tetapi singkirkan telur telur yang ada pita darahnya, tidak ada perubahan (tetap tidak ada perkembangan), ada blok kehitaman karena mati atau seperti contoh pada gambar berikut:

Apabila karena kurang pengalaman atau karena ragu ragu seperti missal menurut pengalaman kami perkembangan embrio kadang tidak terlihat jelas di bagian pinggir telur karena perkembangannya ada di tengah telur. Keadaan ini akan tampak seakan akan telur tidak berkembang tetpi nyatanya berkembang dengan baik.

Dalam kasus tersebut maka hal yang bijaksana adalah dengan mengembalikan telur telur tersebut kedalam incubator dan test kembali pada hari ke 10 atau 14 misalnya. Jika ternyata berkembang maka telur terus di tetaskan tetapi bila tidak maka harus dibuang.

Sanitasi atau pembersihan terhadap telur dan peralatan penetasan dapat menggunakan sistim fumigasi. Fumigasi dngan tingkat yang rendah tidak akan membunuh bakteri dan bibit penyakit tetapi fumigasi yang terlalu tinggi dapat mebunuh embrio didalam telur. Maka amatlah di haruskan untuk memakai ukuran yang tepat terhadap bahan kimia yang akan digunakan dalam melakukan fumigasi.

Dalam melakukan fumigasi, sebuah ruangan yang cukup atau lemari yang besar diperlukan untuk menampung semua telur telur yang akan di tetaskan dan ruangan atau tempat tersebut juga dilengkapi dengan kipas angin untuk sirkulasi udara didalamnya.





Susun telur telur yang ada didalam ruangan atau lemari dengan rak rak dari bahan berlubang lubang (seperti kawat nyamuk atau kasa) sehingga udara dapat bergerak bebas diantaranya. Bahan kimia yang biasa dipakai untuk fumigasi adalah gas Formaldehyde yang di hasilkan dari campuran 0.6 gram potassium permanganate (KmnO4) dengan 1.2 cc formalin (37.5 percent formaldehyde) untuk setiap kaki kubik ruangan yang dipakai. Buat campuran bahan bahan tersebut pada tempat terpisah sebanyak setidaknya 10 kali dari volume total ruangan atau lemari.

Sirkulasikan gas tersebut di dalam ruangan atau lemari selama 20 menit dan kemudian keluarkan / buang gas nya. Suhu yang diperlukan selama fumigasi adalah diatas 70oF. Selanjutnya biarkan telur telur tersebut di udara terbuka selama beberapa jam sebelum menempatkannya di dalam mesin incubator (Anonym, 2010).

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

Materi Praktikum

a. Alat Praktikum

mesin tetas

bola lampu 5 watt

saklar

tissue

thermometer dan hygrometer

b. Bahan Praktikum

telur tetas 60 butir

air keran

Metode Praktikum

Satu hari sebelum memasukkan telur kedalam mesin tetas, mesin tetas dan tempat disekitar mesin tetas dibersihkan.Sebelum memasukkan telur, telur diseleksi. Dari 60 buitr telur ada 11 butir yang terseleksi dan 49 butir telur yang dimasukkan kedalam mesin tetas untuk dimasukkan. Kemudian setelah diseleksi telur dibersihkan dan dimasukkan kedalam mesin tetas.

Mesin tetas diisikan dengan air pada tempat air yang ada didalam mesin tetas untuk mendapatkan kelembaban yang stabi, kemudian temperature udara mesin tetas diatur sekitar 390 C. setelah itu, pengontrolan dilakukan untuk melakukan pemutaran telur dalam jangka 3 hari. Selanjutnya peneropongan telur dilakukan pada hari keempat untuk mengetahui fertilitas telur tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telur yang ditetaskan pada mesin tetas merupakan telur yang sudah diseleksi dengan baik. Tetapi setelah melakukan uji coba penetasan menggunakan mesin tetas ternyata tidak ada yang menetas. Jumlah telur yang ditetaskan dan sudah diseleksi adalah 49, tetapi satupun tidak ada yang menetas.

Telur dimasukkan pada tanggal 2 desember 2010 dan pada tanggal 22 desember 2010 telur diperiksa untuk terakhir kalinya, tapi tidak ada yang menetas. Sementara dilihat dari kendala yang ada, ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan penetasan menggunakan mesin tetas, yaitu : mesin tetas dan telur yang ditetaskan.

Mesin tetas memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap daya tetas sebutir telur. Karena mesin tetas harus berfungsi sama seperti induk aslinya maka mesin tetas disebut juga sebagai indukan. Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan. Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan (Anonym, 2010).

Sehingga ventilasi mesin tetas sangat perlu diperhatikan. Ventilasi yang cukup adalah penting untuk diperhatikan mengingat didalam telur ada embrio yang juga bernafas dalam perkembangannya dan memerlukan O2 dan membuang CO2. Dalam operasi mesin penetas, lebar lubang bukaan ventilasi harus diatur agar cukup ada sirkulasi udara dan dengan memperhatikan penurunan tingkat kelembaban udaranya.

Pada incubator tipe still-air, buatan Cemani maka bukaan ventilasi ada di bagian atasnya yang dapat diatur untuk mengeluarkan udara bersamaan degan pergerakan udara panas yang ada didalamnya sedangkan sirkulasi udara masuk sudah cukup dari lubang lubang yang ada dibagian bawah dan samping incubator tersebut.

Pada incubator jenis forced-air incubator, jika terjadi lampu mati atau PLN off maka ventilasi harus dibuka lebih lebar dan bila perlu sesekali di buka pintunya agar terjadi pertukaran udara segar dan tetap diusahakan suhu ruangan berada pada kisaran 75oF atau lebih. Sedangkan pada incubator tipe still-air ventilasi dibiarkan terbuka ¼ atau ½ (tidak berubah atau lebih ditutup) agar panas dan kelembaban tidak terlalu terpengaruh (Anonym, 2010).

Perhatian mesin tetas terhadap ventilasi, berarti temperature dan kelembaban pada mesin tetas juga diperhatikan. Karena ventilasi juga akan mempengaruhi temperature dan kelembaban. Sementara temperature dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap daya tetas telur.

Standart untuk suhu dalam incubator “penetasan” tipe forced air adalah 100oF. untuk jenis forced-air incubators dan 102oF. untuk type still-air incubators. Suhu pada incubator penetas (hatching) di set 1o F lebih rendah dibandingkan dengan incubator “pengeram” selama 3 hari sebelum penetasan.



Sedangkan untuk tipe still air, posisi termometer adalah sejajar atau rata dengan tinggi bagian atas telur atau sekitar 5 cm dari dasar telur. Termometer haruslah tidak diletakkan diatas telur atau diluar bidang penetasan tetapi bersebelahan dengannya. Selain itu, mesin incubator juga harus tertutup rapat untuk menghindari hilang panas atau kelembaban udaranya.

Fluktuasi temperatur sebanyak 1 derajat atau kurang tidak menjadi masalah tetapi pengontrolan Temperature secara berkala amat diperlukan untuk menjaga agar suhu tidak ketinggian atau kerendahan dari standart tersebut. Sebagai catatan : suhu sekitar 105oF. untuk 30 menit dapat mematikan embrio didalam telur sedangkan suhu penetasan pada 90oF untuk 3 sampai 4 jam akan memperlambat perkembangan embrio didalam telur (Anonym, 2010). Pengontrolan kelembaban udara harus dilakukan dengan hati hati. Hal ini diperlukan untuk menjaga hilangnya air dari dalam telur secara berlebihan. Pengukuran dapat dilakukan dengan hygrometer atau psychrometer. Psychrometer atau termometer bola basah (wet bulb) menunjukkan derajat kelembaban udara dan dapat dibaca berdasarkan tabel dibawah ini:


Kelembaban relatif (relatif humidity) untuk mesin incubator “penetas” atau periode 18 hari pertama harus dijaga pada 50 – 55 % atau 83.3 oF – 85.3 oF dengan wet bulb. Dan 3 hari setelahnya (21 hari dikurangi 3 hari) atau pada hari ke 19 – 21 sebelum penetasan, kelembaban udara harus dinaikkan menjadi 60 oF - 65 oF atau 87.3 oF - 89 oF.

Kemudian keadaan telur juga sangat perlu diperhatikan. Karena telur yang ditetaskan perlu diketahui tingkat fertilitasnya, infertile, ukuran kerabang warna kerabang, berat, asal induk yang mampu memiliki daya tetas tinggi, kebersihan dan masih banyak lagi yang perlu diperhatikan dari telur yang ditetaskan tersebut. Namun yang paling perlu diperhatikan adalah asal telur itu sendiri. Anonym, (2010) mengatakan Untuk mendapatkan telur telur yang bagus untuk di tetaskan harus di yakini bahwa telur- telur tersebut berasal dari induk induk ayam yang memenuhi syarat sebagai induk yang baik seperti:

1. Telah di Vaksinasi secara lengkap

2. Sehat

3. Mempunyai postur dan bentuk badan yang baik

4. Berasal dari galur murni

Setelah memperhatikan galurnya, maka yang perlu diperhatikan adalah kualitas telur itu sendiri. Karena kualitas telur akan mempengaruhi daya tetas juga. Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa kulit
cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru, kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur tersebut dikonsumsi langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap awetnya telur. Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul lagi.(Anonima,2009).

Sementara telur yang diseleksi pada praktikum teknologi penetasan telur adalah telur yang terseleksi, namun kemungkinan kurang infertile walaupun telur tersebut berasal dari induk yang sudah dibuahi. Karena rasio pejantan dan betina yang normal untuk ayam petelur adalah 1:7. Artinya satu ekor pejantan melayani tujuh ekor betina. Perbandingan rasio pada induk telur kemungkinan terlalu banyak sehingga tingkat kesuburan sperma yang masuk kedalam sel telur sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari rasio perbandingan pejantan dengan induk petelur terhadap tingkat kesuburan (fertilitas) telur.

Telur yang tidak menetas tersebut kemudian diperiksa bagian dalamnya. Ternyata di bagian dalam terdapat cairan kental yang berwarna putih. Ini merupakan hasil dari pembelahan sel embrio yang abnormal. Sehingga menyebabkan gagalnya proses perkembangan embrio menjadi anak ayam. Proses ini dipengaruih oleh fertilitas telur serta tingkat kebersihan telur. Seharusnya warna bagian dalam telur berwarna kunig untuk kuning telurnya dan kental bening untuk albumen telurnya.
Karena telur yang dimasukkan kedelam mesin tetas seharusnya dibersihkan dengan alcohol, tapi dibersihkan menggunakan air keran biasa. Kemudian yang mempengaruhi adalah aliran listrik yang digunakan untuk memanaskan mesin tetas.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa telur yang ditetaskan tidak ada yang fertile.

Saran

a. Dalam melakukan seleksi telur perhatikan bentuk serta warna kerabang karena bentuk dan warna kerabang sangat mempengaruhi tingkat fertilitas telur itu sendiri.

b. temperature mesin tetas serta kelembabannya juga harus diperhatikan. Serta aliran listriknya. Ketika listrik mati harus ada pengganti cadangan yang digunakan untuk memanaskan mesin tetas supaya suhu dan kelembaban tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T., 2000. Perlindungan Masyarakat Veteriner dan Pengembangan Produk Hewani. In Rapat Koordinasi dan Konsultasi Penyusunan Program Proyek T.A 2000. Jakarta.

Anggorodi R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Anonim, 2003. Beternak Ayam Petelur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Anonim, 2009 Http://smp2talun.wordpress.com/2008/04/25/Pengaruh pemberian minyak terhadap kualitas telur. Diakses pada hari kamis 7 januari 2009 ,pukul 15.30.

Anonym, 2010. penetasan telur dengan mesin tetas. http://www.glory-farm.com/ptetas_mesin/mesin_tetas.htm diakses pada tanggal 20 Desember

2010).

Anonym, 2010. Tips menetaskan telur.

http://www.glory-farm.com/ptetas_mesin/tips_tetas.htm di akses pada tanggal 20 Desember 2010

Bell D.J. and Freeman B.M., 1971. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. Volume 3. Academic Press. London New York.

Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta: Kanisius.

James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Soedarsono).

Nalbandov A.V., 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman).

Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rashaf, Muhammad. 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta:

Kanisius

Rasyaf M., 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Riyanto, Antonius. 2001. Sukseskan Menetaskan Telur Ayam. Jakarta:

Andromedia Pustaka


Stadellman, W.J. dan O.J. Cotteril, 1995. Egg Science and Technology. 4th ed. teh Avi Publishing Co. Inc. New York.


Sudaryani dan Samosir, 1997. Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam.
Penebar Swadaya. Jakarta.


Suprapti, L., 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin, Tepung Telur, dan Telur
Beku. Penerbit kanisius. Yogyakarta.


Team penyusun.Teknologi Pangan dan Gizi IPB.hal 103-104. IPB press

Rabu, 22 Desember 2010

KAJIAN TERNAK POTONG DAN TERNAK KERJA DI TEACHING FARM, LINGSAR LOMBOK BARAT - NTB

OLEH :
MUH. LATARUL ISLAIN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2010

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia adalah Negara agraris, dimana penduduknya sebagian besar bermata pencaharian pertanian dan peternakan. Dalam bidang peternakan mereka memilihar aternak seperti sapi terutama sapi Bali hanya untuk penggemukan (produksi daging) dan sebagai tabungan saja. NTB adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki penduduk dengan rata-rata bermata peencaharian peternakan sapi terutama sapi Bali.
Sementara tingkat konsumsi warga negara Indonesia dan NTB khususnya terhadap daging sangat rendah. Ada beberapa hal yang mempengaruhi rendhyanya tngkat konsumsi daging di Indonesia, diantaranya adalah : a. Rendahnya perekonomian masyarakat; b tingkat produksi daging sapi masih rendah, sehingga suplay daging tidak terpenuhi; c kesadaran masyarakat terhadap pentingnya daging masih rendah. Hal inilah yang menyebabkan masyarkat masih rendah konsumsi dagingnya.
Sapi Bali merupakan sapi yang banyak diperlihara tertuama didaerah NTB dengan tujuan produksi daging. Sapi Bali ini merupakan sapi yagn produksi dagingnya saangat tinggi. Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel perbandingan tingkat produksi sapi bali dengan beberapa sapi
Tabel perbandingan tingkat produksi sapi bali dengan beberapa sapi
Jeni sapi lokal Rataan persentase karkas (%) Bobot badan dewasa
(kg) Pertambahan alami
(%)
Sapi PO 45.3 302.4 12.30
Sapi Bali 56.9 352.4 18.43
Sapi Madura 47.9 258.3 7.48
Sapi SO 44.9 368.0 7.80
Sumber : Dania, 2001

Sementara itu, propinsi NTB telah banyak sekali mengekspor daging sapi Bali ke luar daerah, baik lokal maupuun intenasional, dalam rangka memenuhi permintaan konsumen. Sehingga melihat banyaknya permintaan dari lokal maupun internasional, maka perlu kita tingkatkan dan memperbaiki populasi dan produksi daging sapi Bali ini.
Namun harapan dengan apa yang terjadi tidaklah harus sama. Karena pada kenyataan sekarang ini peningkatan populasi daging sapi dan meningkatakan dalam pelayanan permintaan daging nasional masih belum terlaksanan secara efektif. Hal inilah yang menjadi permasalahan pemerintah di NTB, sehingga mengeluarkan program NTB (Bumi Sejuta Sapi) BSS.
Dalam program yang dikeluarkan oleh pemerintah pihak perguruan tinggi khususnya Fakultas Peternakan Universitas Mataram meningkatkan strategi dalam mebantu pemerintah dalam melaksanakan NTB BSS. Hal ini dilaksanakan sebagai suatu bukti bahwa pemerintah, akademisi, masyarakat adalah suatu bentuk kerjasama yang saling menguntugkan demi terciptanya NTB Beriman dan Berdaya saing.
Teaching Farm yang berada di lingsar adalah salah satu fasilitas percobaan atau lahan percobaan untuk menerapakna atau mempraktikkan sistem-sistem yang diterapkan oleh pihak perguruan tinggi. Teaching farm yang berada dilingsar memiliki luas sekitar 100 are, 50% digunakan untuk pembangunan kandang dan 50% digunakan lagi untuk penanaman rumput. Sebnarnya lokasi teaching farm sangat strategis sekali, dimana letaknya berada pada daerah yang sangat subur, dan memiliki temperatur dan kelembaban yang sangat mendukung untuk memelihara ternak disana.
Akan tetapi akhir-akhir ini teaching farm memiliki banyak sekali kendala dalam pemanfaatannya. Padahal fasilitas disana sangat lengkap. Tetapi pemanfaatannya sangat jarang sekali sehingga fasilitas yang ada didiamkan begitu saja. Seolah-olah tidak berguna dan tidak memiliki manfaat sama sekali. Selanjutnya yang menyebabakan terkendalanya pemanfaatan teaching farm adalah kurangnya perhatian pemerintah atau pejabat yang mengelola teaching farm itu sendiri.
Sehingga ada kecurigaan dari beberapa pihak bahwa teaching farm keuangannya dimanfaatkan oleh orang –orang tersebut. Banyak dosen-dosen yang mengeluh keberadaan teaching farm yang sekarang. Karean melihat kondisi teaching farm yang nampak sekali tidak berguna.
Teaching farm memiliki lahan yang begitu luar untuk pemanfaatan penanaman rumput. Tapi sekarang digunakan untuk menanam tanaman padi oleh orang –orang yang memanfaatkannya. Padahal lahan tersebut sangat diperuntukkan untuk menanam rumpput atau tanaman ternak yang dipelihara di teaching farm.
Manajemen pemeliharaan terhadap beberapa ternak juga masih kurang efektif. Hal ini bisa dilihat dari pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat-obatan yang jarang sekali bahkan tidak pernah dilakukan sama sekali oleh pihak teaching farm. Selain itu pemberian pakan yang tidak teratur dan kebersihan kandang maupun ternak sendiri sangat jarang sekali dilakukan.
Hal itu membuktikan bahwa teaching farm untuk saat ini memiliki kondisi yang labil. Sehingga perlu dibenahi kembali agar teaching farm bisa membantu program pemerintah yang sangat besar ini. Hal ini bertujuan agar tercapainya masyarakat dan daerah yang sesuai dengan cita-cita bersama. Dan salah satu cara untuk mengelolanya kembali adalah dengan melakukan praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja dalam upaya penilaian terhadap fasilitas dan keadaan ternak yang ada di Teaching farm.
Tujuan dan Keguanaan
Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan teaching farm
2. Untuk mengetahui struktur populasi ternak di teaching farm
3. Untuk mengetahui tatalaksana pemeliharaan ternak
4. Untuk mengetahui tatalaksana perkandangan ternak
5. Untuk mengetahui tatalaksana pemberian pakan
6. Untuk mengetahui penanganan reproduksi
7. Untuk mengetahui tatalaksana pemeliharaan kesehatan
8. Untuk mengetahui komposisi ternak yang ada di teaching farm
9. Untuk mengetahui produktivitas ternak
10. Untuk mengetahui pemasarannya
11. Untuk bisa mengatahui analisa ekonomi
Kegunaan
1. Praktikum ini berguna sebagai nilai tambahan pada mata kuliah IPT kerja dan Potong
2. Praktikukm ini berguna untuk bisa menjelaskan kondisi teaching farm serta kondisi ternak yang ada disana
3. Praktikum ini berguna untuk membantu dalam melaksanakan manajemen perbaikan di teaching farm
4. Setelah melakukan praktikum diharapkan kepada mahasisiwa agar bisa untuk memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di teaching farm.

METODE PRAKTIKUM

Adapun metode yang digunakan dalam melakukan praktikum manajemen ternak potong dan kerja adalah :
a. Untuk mengetahui keadaan teaching farm sendiri kita melakukan nya dengan cara bertanya kepada pengelola yang ada diteaching farm
b. Struktur populasi ternak dikethaui dengan cara bertanya kepada pengelolanya serta mencari data recording yang ada di teaching farm
c. Data perkandangan didapat melalui melihat langsung kandangnya dan melakukan pengukuran sendiri
Tempat Dan Tanggal Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di teching farm lingsar pada tanggal 19 desember 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi teachng farm
a. Ketenaga kerjaan
Table 1. ketenaga kerjaan
No. Jumlah tenaga kerja Pengadas sapi orang dalam 2 orang Pengadas sapi orang luar 4 orang
1 Tenaga kerja tetap 3 orang Tidak teta 1 orang
Jumlah
Sumber : data hasil praktikum, 2010
b. Keadaan lahan :
A. Luas lahan : 100 are
B. Lahan sawah : 160 are
C. Kebun rumput : 75 are
c. Pendirian Teaching farm didirikan pada tahun 1977.
Teaching farm merupakan laboratorium terapan milik fakultas peternakan univeristas mataram. Teaching farm terletak di kecamatan lingsar kabupaten lombok barat. Pada awalnya lingsar berfungsi hanya dalam percobaan-percobaan yang bersifat akademik untuk mendukung pengetahuan mahasiswa secara teori dan melakukan praktikum dari apa yang ia dapatkan di bangku kuliah.
Akantetapi karena adanya terobosan program pemerintah yaitu NTB Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS), sehingga teaching farm memilikil fungsi yang semakin luas dalam mendukung program pemerintah tersebut. Serta harus dikelola dengan sempurna guna dapat membantu pemerintah dalam mencapai program yang ada. Pengelolaan teaching farm sekarang ini berbeda dengan pengelolaan sebelumnya. Beberapa tahun sebelumnya teaching farm efektif dalam pelaksanaan fungsinya. Karena pada saat itu sangat diperhatikan oleh pengelola. Teaching farm memiliki luas sekitar 100 are dengan 50% digunakan untuk pembangunan fasilitas dan 50% digunakan untuk penanaman pakan ternak. Selain itu juga teaching farm memiliki lahan sawah yang sangat luas, semuanya digunakan untuk penanman pakan.
Namun sekarang ini teaching farm berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Karena teaching farm sebagai lahan percobaan atau laboratorium percobaan yang merupakan fasilitas yang digunakan oleh Fakultas Peternakan Unviersitas Mataram dalam melakukan percobaan sistem-sistem yang mendukung terhadap peningkatan populasi sapi di NTB dalam keadaan tidak terurus. Banyak diantara fasilitas-fasilitas yang ada di teaching farm tidak termanfaatkan, pengelolaannya tidak teratur serta penanganannya sangat kurang sekali terhadap rehbilitas atau renovasi bangunan, alat dan lain sebagainya.
Padahal teaching farm adalah salah satu daerah atau tempat percobaan yang memiliki potensi yang sangat besar terhadap pengemabngan ternak yang ada disana. Karena keadaan lahannya yang sangat subur, serta didukung oleh temperatur dan kelembaban yang stabil. lahan sawah milik teaching farm yang sebelumnya digunakan untuk penanaman pakan ternak kini dialih fungsikan menjadi lahan tempat menanam tanaman padi oleh pengelolanya.
Berubahnya keadaan teaching farm saat ini disebabkan karena kurangnya perhatian pengelola terhadap teaching farm serta kurangnya kontrol dari pihak universitas terhadap kondisi teaching farm sekarang. Sehingga perlu dilakukan instruksional dari pengelola kepada piahk universitas agar melakukan pembenahan kembali terhadap keadaan teaching farm sekarang.
A. Struktur Populasi
Jumlah ternak yang dimiliki
Jumlah keseluruhan 171 ekor ternak
Sumber : data hasil praktikum, 2010
Jumlah ternak yang dibeli sebanyak : 6 ekor
Jumlah ternak yang di jual sebanyak : 2 ekor
Jumlah ternak yang disembelih sebanyak : 1 ekor
Jumlah ternak yang mati sebanyak : 1 ekor
Sehingga strukutur populasinya adalah : populasi dasar dikurangi dengan jumlah ternak yang dibeli kemudian ditambah dengan jumlah ternak yang dijual, ternak yang disembelih dan ternak yang mati.
Secara matematis struktur populasinya dasarnya adalah sbb :
(10 – 6) + 2 + 1 + 1 = 10 ekor. Jadi populasin dasarnya adalah 10 ekor.
Jumlah ternak yang ada di teaching farm sebanyak 171 ekor. Sementara daya tampung ternak cukup besar, lebih dari jumlah ternak yagn ada sekarang ini. Jumlah populasi sapi sebanyak 10 ekor dengan populasi dasar 10 ekor. Sementara kandangnya memiliki daya tampung sekitar 28 ekor. Hal-hal yang menyebebakan minimnya jumlah populasi ternak khusunya ternak sapi perlu diperhatikan. Karena jika tidak diperhatikan apa penyebabnya, maka peternakan di teachng farm lingsar akan mengakibatkan kerugian pada Unviersitas Mataram khusunya Fakultas Peternakan, serta tidak bisa mendukung tercapainya NTB Bumi Sejuta Sapi.
Perbedaan jumlah pada populasi ternak sapi ini adalah struktur populasi dasarnya berbeda dengan jumlah populasi. Tapi bagaimana pun itu adalah hasil dari penelitian mahasiswa kepada petugas teaching farm yang ada di lingsar. Itulah sebabnya harus perlu diperhatikan pengeluaran dan pemasukan dari ternak tersebut. Agar setiap pengeluran dan pemasukan ternak terutama ternak sapi dapat dicatat dan dipertanggungjawabkan supaya jelas keberadaannya.
Dengan demikian tidak akan merugikan pihak fakultas sendiri, dan mampu untuk mendukung terciptanya NTB BSS. Pemerintah provinsi NTB mencanangkan populasi sapi pada tahun 2013/2014 sebanyak 1 juta ekor. Realita sekarang ini populasi sapi tahun 2008 507.836 ekor dan tahun 2009 poulasi sapi potong di NTB mencapai 681.909 ekor (Gubernur NTB, KH. M Zainul Majdi, 2010). Melihat begitu suksesnya pertambahan populasi sapi di NTB kalau tidak ada dukungan dari masyarakat terutama masyarakat akademis khususnya Fakultas Peternakan, kemungkinan program pemerintah sejuta sapi ini akan sulit tercapai.
Sementara salah satu cara untuk mendukung tercapainya bumi sejuta sapi ini adalah pihak Fakultas Peternakan Universitas Mataram harus mengelola secara benar teaching farm yang ada dilingsar. Karena teaching farm tersebut merupakan tempat percobaan atau tempat penyeleksian ternak-ternak yang unggul, yang akan mampu mendukung percepatan program NTB Bumi sejuta sapi.
B. Tata laksana pemeliharaan
Sapi yang ada di teaching farm tersebut dipelihara dengan cara dikandangkan. Pemeliharaan sapi yang dikandangkan lebih mudah dipelihara, baik dalam memberi makan, memeriksa kesehatan, memandikan sapi, dan lain sebagainya. Pemeliharaan terhadap sapi potong juga harus diperhatikan lokasi kandang. Lokasi kandang akan menentukan kesuksesan dalam penggemukan ternak sapi potong terutama sapi bali.
Sapi potong menjadi salah satu pilihan komoditas yang diyakini bisa menjadi sumber pendapatan keluarga. Proses pemeliharaan sapi potong cukup mudah dilakukan. Namun, juga banyak kendalanya. Kendala tersebut pemeliharaan yang dilakukan peternak. Beberapa peternak belum memiliki orientasi bahwa beternak sapi potong bisa menjadi sumber pendapatan utama. Sehingga pemeliharaannya tidak hanya dilakukan secara asal – asalan. Banyak harus diketahui peternak sebelum mengenal management pemeliharaan. Pemilihan bibit, pemberian pakan, dan pemasaran. Pemasalahan tersebut sering kali menjadi kendala para peternak. Para peternak harus memperhatikan bibit yang akan dipelihara. Banyak macam untuk dapat memilih bibit sesuai dengan kebutuhannya. Pemilihan bibit harus memperhatikan beberapa hal antara lain :
1. Kondisi sehat dan kuat
2. Badan lebar dan dalam
3. Pedagingannya padat dan bentuk badannya kompak
4. Temperamennya aktif, tetapi lembut
5. Kepala lebar, moncong tumpul(Amrun, 2008).
Pemeliharaan sapi potong biasanya berada pada tempat yang tentunya jauh dari pemukiman. Seperti teaching farm yang berada dilingsar, lokasinya berada diluar pemukiman masyarakat. Sheingga tidak mengganggu masyarakat yang ada disana. Selain itu juga yang perlu diperhatikan adalah keamanan sapi dari para pencuri. Factor ini paling dikhawatirkan oleh para peternak. Karena kerap kali menyebabkan kerugian yang besar dalam beternak sapi potong.
Memperhatikan keamanan ternak adalah hal yang utama untuk diperhatikan. Karena kerugian paling besar pada pencurian atau kehilangan ternak. Tidak sedikit biaya yang dihabiskan tiba-tiba ternak hilang karena dicuri. Shingga perlu untuk dijaga. Teaching farm adalah lahan percobaan yang memiliki 3 orang pegawai tetap dan 1 orang pegawai tidak tetap serta diantara pegawai tersebut ada yang menginap di sana. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan terhadap ternak.
Selain keamanan, suhu dan kelembaban lingkungan dan kandang juga sangat perlu diperhatikan. Jika suhu dan kelembaban ternak potong tidak sesuai dengan tingkat adaptasinya, maka ternak akan stress terhadap suhu dan kelembaban yang tidak sesuai tersebut. Maka tingkat produksi dan reproduksitvitas akan menurun dan menyebabakan kerugian pada ternak. Suhu yang dibutuhkan oleh ternak potong adalah suhu yang lebih tinggi dari ternak perah. Namun hanya memiliki selisih bebrapa derajat saja. Demikian pula dengan kelembaban yagn dibutuhkan oleh ternak potong sedikit lebih tinggi dari ternak perah. Hal ini dibutuhkan untuk penyesuaian suhu tubuh terhadap suhu lingkungan.
C. Tatalaksana kandang
Macam kandang yang digunakan adalah kandang terbuka koloni dengan model tail to tail atau saling membelakangi. Kandang semacam ini sebenarnya merupakan kandang yang sangat bagus. Karena dalam pemberian pakan, pembersihan kandang sangat mudah ataupun ketika membersihkan ternak sendiri. Walaupun kandang semestinya harus diisi perekor sapi tapi karena kandang di teaching farm memiliki kapasitas cukup besar, sehingga diisi dua ekor perlokal. Jumlah local yang ada sebanyak 14 lokal namun hanya 6 lokal yang digunakan.
Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan (Prabowo, 2010).
Hartati (2007) mengatakan bahwa Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangakan dalam pembuatan kandang sapi potong, antara lain: teknis, ekonomis, konstruksi kandang, efisien pengelolaan lingkungan sekitarnya. Dalam memilih lokasi kandang, perlu diperhatikan ketersediaan air, dekat dengan sumber pakan, transportasi mudah terutama untuk pengadaan pakan, areal yang ada dapat diperluas.
Dijelaskan lagi bahwa bangunan kandang mempunyai permukaan tinggi dari kondisi disekelilingnya, sehingga tidak terjadi genangan air serta pembuangan kotoran lebih mudah. Kandang tidak berdekatan dengan bangunan umum atau minimal 10 meter. Tidak mengganggu kesehatan, agak jauh dari jalan umum dan air limbah tersalur dengan baik.
Hartati (2007) mengatakan bahwa konstruksi kandan harus kuat, mudah dibersihkan, sirkulasi udara baik, mempunyai tempat penampungan kotoran dan saluran drainasenya lancer. Konstruksi kandang harus mampu menahan benturan dan dorongan yang kuat dari ternak serta menjaga keamanan ternak dari pencurian. Dalam mendesain konstruksi kandang sapi potong harus didasarkan pada agroekosistem wilayah setemapat, tujuan pemelihraan dan status fisiologis ternak.
Model kandang sapi potong didataran tinggi diupayakan agar lebih tertutup guna melindungi ternak dari cuaca dingin, sementara untuk dataran rendah sebaliknya, diupayakan kandangnya terbuka. Tipe dan bentuk kandang berdasarkan status fisiologis dan pola pemeliharaan yang dibedakan yaitu kandang pembibitan, pemliharaan, penggemukan, pembesaran, kandang beranak/menyusui, pejantan dan kandang paksa. Dilanjutkan bahawa lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak terlalu licin, tidak terlalu kasar dan mampu menahan beban yang ada diatasnya. Drainase lantai harus terjaga sehingga untuk kandang non litter harus dibuat miring kebelakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Kemiringan lantai berkisar antara 2 – 5 % artinya setiap panjang 1 meter, kemiringan lantai kebelakang menurun sebesar 2 – 5 cm. untuk lebih jelasnya akan di tampilkan pada gambar dibawah ini :
D. Tatalakasana pakan
Pakan yang digunakan pada ternak sapi bali hanya menggunakan hijauan yang disabit dari lading penanaman. Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi (Prabowo, 2010).
Sementara itu pemberian makanan supplement atau additive tidak pernah dilakukan. Coordinator petugas teaching farm menjelaskan pemberian makanan supplement atau additive tidak dilakukan karena pihak fakultas tidak pernah memberikan dana untuk hal itu, apalagi untuk yang lain seperti mendatangkan dokter hewan atau lain sebagainya.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari dengan jumlah 20 kg per ekor per hari. Jumlah pemberian pakan ini diberikan untuk semua ternak baik anak sapi, sapi dewasa, maupun sapi muda. Sementara pemberian pakan pada ternak sapi harus berdasarkan berat badan. Sehingga kebutuhan antara sapi yang dewasa dengan anak sapi atau sapi muda berbeda-beda. Meskipun anak sapi sudah tercukupi tapi belum tentu induk sapi sudah tercukupi dengan pemberian pakan 20 kg perekor perhari. Karena berat badan sapi dewasa lebih besar dari berat badan anak sapi. Sehingga pemberian pakan ini perlu diperhatikan untuk mempercepat pertumbuhan terenak terutama ternak sapi bali. Walupun demikian, petugas di teaching farm tidak pernah memperhitungkan yang hal tersebut.
Selain itu, pemebrian air minum juga jarang diperhatikan pada ternak sapi. Karena para petugas menganggapnya hal yang tidak akan berpengaruh terhadap kesehatan atau kecukupan nutrisi sapi bali. Kekurangan pemberian air minum akan mengakibatkan kurang sempurnanya metabolism nutrisi didalam rumen secara kimiawi dan enzimatik. Karena pada tahap tersebut nutrisi tidak akan bisa di katabolisme menjadi nutrisi yang lebih sederhana, sehingga penyerapan atau metabolism nutrisi pakan akan sulit terabsorbsi ke dalam pembuluh darah. Selain itu juga berkurangnya terhadap pemberian air akan mengakibatkan kurang lancarnya pakan yang dialirkan kedalam rumen dari mulut. Karena permukaan rumen tidak licin. Sehingga pemberian air minum sangat perlu diperhatikan.
E. Penanganan reproduksi
Gangguan reproduksi merupakan satu factor yang menyebabakan kurangnya tingkat produksi terhadap semua ternak, terutama ternak potong. Gangguan pada reproduksi adalah masalah serius yang dihadapi oleh peternak. Gagalnya pada penanganan reproduksi ternak potong akan berpengaruh terhadap kerugian secara ekonomi. karena terjadinya kegagalan pada kebuntingan sehingga tidak ada pedet yang dihasilkan.
Penangan terhadap gangguan reproduksi di teaching farm lingsar sangat jarang dilakukan. Karena tidak ada ahli yang bisa menangani hal tersebut. Selain itu, pengawasan terhadap penanganan reproduksi ini sangat kurang. Inilah yang menyababkan populasi sapi bali di teaching farm sangat sedikit. Karena sapi tersebut bisa terjadi gangguan reproduksinya pada saat terjadi pembuahan dan atau bisa terjadi tidak birahi.
Kondisi pakan yang buruk menyebabkan malnutrisi mengakibatkan masa birahi yang lebih pendek, kurang dari 18 hari, dan birahi tenang kurang dari 4 jam. Pada kondisi malnutrisi berat siklus birahi sering tidak disertai dengan pelepasan sel telur dari indung telur, sehingga perkawinan sering tidak menghasilkan kebuntingan bahkan sapi tidak menunjukkan tanda-tanda birahi (Panjitan, 2010).
Gangguan fungsional reproduksi sering disebabkan oleh ketidakseimbangan hormone. Sista ovarium adalah benjolan berisi cairan didalam ovarium yagn memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran folikel masak sehingga menyebabakan folikel masak terus berkembang dan tidak berovulasi dan tetap tinggal didalam ovarium paling sedikit 10 hari dari hari seharusnya, sehingga ternak tidak birahi atau birahi berkepanjangan. Kondisi ini disebabkan oleh kurang nya leutinizing hormone, merupakan akibat dari kurangnya kandungan nutrisi pakan. Pemberian hormone prostaglandin membantu birahi dan membantu ovulasi menajdi normal kembali (Panjitan, 2010).
F. Tatalaksana kesehatan
Penanganan terhadap kesehatan sangat perlu diperhatikan. Kesehatan adalah factor utama dalam mendukung peningkatan reproduksi dan produktivitas ternak, sehingga sangat perlu diperhatikan. Ternak yang tidak sehat, akan memiliki tingkat produktivitas dan produksi yang rendah bahkan tidak mampu untuk bereproduksi. Ternak semacam ini lebih baik di karantinakan agar penyakit yang menjangkit ternak tersebkut tidak menular keternak yang lain. Sehingga disini sangat perlukandang karantina.
Sementara di teaching farm kandang karantina tidak ada. Padahal daerah tersebut khususnya kandang sapi tersebut sangat cepat akan terjangkit oleh penyakit, karena sangat kotor. Lantai kandang jarang dibersihkan, tempat pakan dan air minum tidak pernah dibersihkan. Salah satu cara untuk mengelola kesehatan adalah denga adanya kandang karantina untuk mengasingkan ternak yag sakit ini merupakan salah satu penangan kesehatan yang sederhana.
Penyakit yang menjangkiti ternak disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah kurangnya terjaga kebersihan, pemberian obat-obatan atau vaksin serta keadaan lingkungan sekitar. Anonym (2010) menyatakan banyak sekali penyakit yang dapat menjangkiti ternak potong seperti penyakit antraks yang disebabkan oleh bacillus antraksis menular melalui kontak langsung, makanan dan minuman, atau pernafasan, sehingga kebersihan tempat pakan sangat perlu diperhatiak guna mencegah penularan penyakit ini. Selanjutnya penyakit mulut dan kuku atau penyakti apthae epizotica (ae), penyakit ini menular melalui kontak langsung, melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman ae. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE). Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot) Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor. Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah: Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan. Mengusakan lantai kandang selalu kering. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
G. KOMPOSISI TERNAK
Teaching farm memiliki berbagai macam jenis ternak yang dipelihara. Mulai dari ternak sapi, kuda, unggas, rusa, dan masih banyak yang lainnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatakan produksi ternak itu sendiri ketika melakukan interaksi antara satu spesies dengan spesies lainnya. Karena setiap makhluk hidup itu saling membutuhkan dan memerlukan terjadinya symbiosis mutualisme. Makhluk hidup memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangan tersebut akan dilengkapi oleh makhluk hidup lainnya.
Akantetapi komposisi ternak di teaching farm tersebut jarang diperhatikan tingkat funsi antar spesies seprti bagaimana cara untuk mengurangi kotoran menggunakan ternak yang memakan kotoran atau contoh lainnya. Seperti disebutkan diatas, komposisi ternak di teaching farm terdiri dair sapi, kuda, kelinci dan unggas dengan total keseluruhan 171 ekor. Jumlah ini masih sangat minim jika dibandingkan dengan daya tampung ternak atau luas lahan yang ada di teaching farm lingsar tersebut. Komposisi ternak bisa meningkat jika dilakukan pemeliharaan yang efektif dari masing-masing spesies ternak tersebut guna meningkatkan produksi maupun reproduksi untuk menyeimbangkan interaksi alam yang ada disana.
Dari sekian jenis ternak yang ada diteaching farm, sapi memiliki populasi yang lebih dominan terhadap ternak yang lainnya. Kemungkinan dominannya sapi tersebut karena kebutuhan terhadap sapi lebih banyak dari ternak yang lain. Sehingga sapi lebih banyak diperlihara. Tapi kalau kita larikan kepada keseimbangan alam, mestinya tidak sapi saja yang memiliki populasi yang paling tinggi. Karena ada interaksi alam yang tidak bisa diatasi oleh ternak sapi dan membutuhkan ternak lain seperti kuda atau kelinci. Tapi karena tidak pernah diperhatikan, maka yang dipentingkan adalah sapi lebih banyak untuk dipelihara di teaching farm.

perlu dilakukan peningkatan jumlah terhadap ternak yang ada sekarang. Karena untuk meningkatakan interaksi antar ternak serta pemanfaatan lahan yang masih luas, agar tidak sia-sia perlu ditingkatkan. Dalam upaya peningkatan komposisi ternak, harus diperhatikan jumlah agar spesies bisa melakukan interaksi alam dengan sempurna. Karena hal ini juga mendukung terhadap peningkatan populasi atau reproduksi dari ternak itu sendiri.
Berdasarkan table diatas juga yang perlu diperhatikan dalam peningkatan komposisi ternak adalah kebutuhan masyarakat terhadap ternak yang dipelihara. Agar masyarakat bisa mendapatkan dengan mudah ternak yang dibutuhkan di teaching farm lingsar. Pelru di ingat bahwa berkurangnya komposisi ternak yang ada ditaching farm lingsar adalah kemungkinan disebabkan karena dana untuk membelia atau memlihara ternak tersebut tidak diberikan oleh pemerintah atau pun piha akademik fakultas peternakan universitas mataram. Padahal peningkatan komposisi ini perlu sekali dalam upaya mendukung tercapainya NTB BSS serta memberikan kesadaran kepada masyarakat dalam upaya pentingnya peternakan dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Hal yang paling penting sekarang adalah bagaimana supaya teaching farm memiliki komposisi ternak yang tinggi agar betul-betul diperhatikan oleh pemerintah atau pihak fakultas sendiri dalam upaya mendukung percepatan NTB Programe. Sementara ini akan siap direlisasikan bahwa peningkatan pengawasan terhadap teaching farm lingsar akan di laksanakan dengan segera. Karena komposisi ternak merupakan pendukung terciptanya fungsi teaching farm lingsar sebagai lahan percobaan dan sumber pembibitan ternak sapi yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah sendiri.
H. PRODUKTIVITAS TENAK
Tingkat perkembangan ternak bisa diketahui melalui produktivitas ternak sendiri. Jika ternak memiliki produktivitas tinggi maka ternak tersebut memiliki tingkat perkembangan yagn tinggi pula. Produktivitas ternak sendiri berkaitan dengan berat badan, pertumbuhan, kesehatan dan lain sebagainya termasuk didalamnya adalah tingkat kemampuan berkembang biaknya.
Salah satu yang bisa dilakukan dalam mengetahui tingkat produktivitas ternak adalah dengan melakukan pengukuran ternak sendiri. Pengukuran pada ternak meliputi pengukuran lingkar dada, pengukuran tinggi pinggul, tinggi gumba, panjang badan, dan lain-lain. Pengukuran ternak untuk mengetahui bagaimana tingkat perbaikan manajemen serta pemanfaatan teknologi yang digunakan dalam pemeliharaan ternak itu sendiri.
Produktivitas yang rendah dapat disebabkan oleh karena pola pemeliharaan dan manajemen ternak yang rendah dan kurang terarah, dimana petani ternak belum memperhatikan mutu pakan, tata cara pemeliharaan, perkandangan, penyakit dan lain-lain. Subandriyo (2000) menyatakan salah satu faktor yang mendukung produktivitas adalah fertilitas, dan fertilitas ternak betina akan memberikan hasil yang optimal apabila memperhatikan faktor-faktor seperti: bebas dari penyakit reproduksi, bebas dari masalah pada waktu beranak, bebas dari masalah ketidak seimbangan nutrisi, dan kondisi ternak tidak terlalu kurus atau gemuk. Dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu sapi Bali perlu terobosan teknologi yang bersifat spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan. Upaya-upaya peningkatan produktivitas telah banyak dilakukan antara lain dengan perbaikan mutu pakan (Lana. 1992).
I. TATALAKSANA PEMASARAN
Pemasaran adalah proses terjadinya interaksi barang atau jasa yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi pembeli atau yang membutuhkan atau disebut konsumen dengan orang-orang yang berperan sebagai penjual atau orang yang dibutuhkan atau disebut sebagai produsen. Pemasran adalah salah satu komponen yang sangat penting bagi ternak potong guna mendapatkan keuntungan primer dari para peternak atau perusahaan komersial. Pengaruh pemasaran terhadap keuntungan para peternak sangat besar, karena pemasaran yang menentukan kelancaran jual beli, menentukan harga ternak serta sebagai penentu tingkat kebutuhan konsumen.
Walaupun demikian pentingnya pemasaran terhadap peternakan terutama ternak potong, tidak sedikit peternak yang menghiraukan pemasaran. Tidak terkecuali dengan pengelola teaching farm yang ada dilingsar. Perhatian pengelola teaching farm dilingsar dapat dilihat dari tabel diatas, dimana jumlah ternak yang dibeli sama dengan jumlah ternak yang dijual. Secara logika jumlah ternak diatas sama, maka perkembangan terhadap keberhasilan beternak peternak di teaching farm tidak terlihat atau singkatnya tidak berhasil. Seolah-olah mereka menjual ternak hanya semata-mata untuk membeli ternak saja dan tidak mengharapkan ada penambahan populasi ternak yang dipelihara disana.
Jika ternak yang dijual lebih banya kemungkinan yang ada adalah keberhasilannya menjadi bagus, tapi jika yang dibeli lebih banyak, maka ternak peliharaannya kurang berhasil karena harus diganti dengan ternak yang baru dengan potensi yang lebih baik. Semakin banyak ternak yang dibeli, maka tingkat kerugian beternak di teaching farm akan semakin tinggi. Artinya potensi ternak potong yang ada di teaching farm untuk dijual dan dipotong memiliki kendala dari segi pemeliharaannya. Sehingga ternak potong dapat dijual.
Padahal pemasaran terhadap ternak potong sangat tinggi terutama sapi bali. Sekarang ini terobosan pemerintah sebagai bumi sejuta sapi adalah faktor yang sangat mendukung terhadap keberhasilan para peternak ternak potong serta adanya program nasional yaitu NTB sebagai daerah sumber daging sapi nasional akan mempengaruhi tingkat kebutuhan masyarakat lokal di Indonesia. Sehingga pemasaran harus diperhatikan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang sesuai dengan cita-cita bangsa menuju adil, makmur dan sejahtera.
J. ANALISA EKONOMI
Pentingnya analisa ekonomi dalam beternak ternak potong untuk mengetahui tingkat pendapatan masyarakat peternak, untuk mengetahui kelayakan usaha dari budaidaya ternak potong. Dengan demikian analisa ekonomi tidak bisa diremehkan. Dengan analisa ekonomi, berapa pengeluran dan pendapatan kita selama memlihara ternak potong.
Penerapan analisa ekonomi usaha ternak potong yang ada dilingsar masih kurang diterapkan, hal ini bisa terlihat dari data kuosioner yang digunakan untuk praktikum (terlampir). Analisa ekonomi pakan tidak pernah dilakukan menunjukkan bahwa kurangnya perhatian pihak teaching farm terhadap analisa ekonomi pakan tersebut. Terlebih juga analisa terhadap biaya proudksi dan pendapatan dalam beternak yang tidak jelas.
Padahal setiap usaha itu pasti memiliki biaya produksi dan pendapatan. Tapi karena pihak teaching farm tidak memperhaitkan hal tersebut sehingga analisa ekonomi tidak dikethui berapa biaya produksi atau pemeliharaan sereta berapa jumlah pendapatannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum ini adalah
a) Teaching farm memiliki kondisi yang sangat labil, dimana fasilitas perlu direnovasi dan dilengkapi. Pemanfaatan teaching farm harus dimanfaatkan secara penuh.
b) Struktur populasi ternak yang ada diteaching farm masih kurang. Karena daya tampung areal diteaching farm cukup besar serta ditambah dengan ternak yang beragam guna meningkatakan interaksi atau simbiosis mutualisme antar ternak dan alam sekitar.
c) Sapi yang ada di teaching farm dipelihara dengan cara dikandangkan.
d) Kandang yang diguanakan untuk memilhara ternak sapi adalah kandang terbuka koloni dengan model kandan tail to tail. Keadaan kandang sangat kotor, jarang dibersihkan.
e) Ternak sapi diberikan makan 2 kali sehari dengan jumlah pakan 20 kg per ekor per hari. Jenis pakan yang diberikan adalah hijauan saja.
f) Jarangnya dilakukan penanganan reproduksi ternak potong yang ada diteaching farm, karena tidak ada ahli yang bias menangani hal tersebut.
g) Manajemen kesehatan tidak pernah dilakukan karena kurangnya perhatian terhadap pemeliharaan kesehatan.
h) Komposisi ternak yang ada di teaching farm hanya terdiri dari sapi bali dengan jumlah populasi 10 ekor, kuda sebanyak 9 ekor, ayam sebanyak 150 ekor dan kelinci sebanyak 2 ekor.
i) Produktivitas ternak yang ada diteaching farm rendah sekali sehingga pengelola teaching farm termasuk tidak berhasil dalam memelihara ternak.
j) Pemasaran ternak jarang dilakukan
k) Analisa ekonomi tidak pernah dilakukan karena kurangnya perhatian pengelola teaching farm terhadap analisa ekonomi ini.
Saran
Melihat kondisi teaching farm dari laporan ini maka saya sarankan bahwa teaching farm harus betul-betul diperhatikan baik kondisi fisik maupun kondisi manajemennya. Karena selama ini teaching farm memiliki banyak sekali kekurngan dari segi sistem pemeliharaan ternak disana. Sementara teaching farm adalah laboratorium percobaan yang sangat dibutuhkan oleh pihak fakultas sebagai uji coba teori, dibutuhkan oleh masyarakan sebagai sumber bibit unggul dan sapi potong unggul dan dibutuhkan oleh pemerintah dalam rangka mendukung percepatan program NTB BSS.

DAFTAR PUSTAKA

Amrun, Muhamad. 2008. Manajemen pemeliharaan sapi potong. Internet downloading).
Prabowo, Abror Yudi. 2010. http://sutanmuda.wordpress.com/2008/07/22/budidaya-ternak-sapi-potong-dengan-nutrisi/ diakses pada tanggal 22 Desember 2010
Gubernur NTB, KH. M Zainul Majdi di Mataram. http://bisnisukm.com/ntb-pusat-ternak-nasional.html diakses pada tanggal 28 September 2010
Panjitan, Tanda Sahat. 2010. Petunjuk praktis manajemen umum pembiakan sapi bali. balai pengkajian teknologi pertanian : NTB.
Anonym, 2010. http://www.infoternak.com/sapi-bali diakses pada 10 juni 2010
Lana, Nitis I. M. K., 1992. Pengaruh Suplementasi Konsentrat Terhadap Komposisi Tubuh Sapi Bali. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Hasil Penelitian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Indonesia



LAMPIRAN

Sabtu, 05 Juni 2010

laporan praktikum ilmu produksi ternak perah

PENDAHULUAN

Latar Belakang


Recording

Sapi perah merupakan sapi yang memiliki produksi utama susu yang dikonsumsi oleh manusia dan didapatkan dengan cara pemerahan. Ternak sapi perah memegang peranan penting dalam penyediaan gizi bagi masyarakat. Pertumbuhan populasi sapi perah dari tahun - ketahun rata-rata meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak setinggi pada ternak unggas.
Pengembangan sapi perah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas sapi perah baik dari segi teknis maupun dari segi ekonomis. Produktivitas ternak sapi perah harus dipacu untuk dapat ditingkatkan, diantaranya manajemen reproduksi dan manajemen pakan. (Priyono, 2009)
Namun dalam penyeleksian juga perlu dilakukan untuk mendapatkan sapi yang unggul. Salah satu proses tersebut adalah dengan melakukan penilaian (Recording). Dengan cara ini kita bisa menilai sapi yang bagus dan kurang bagus dari bermacam segi.
Sehingga dengan alasan tersebut kiranya perlu dilakukan praktikum recording ini guna memberika pengetahuan kepada mahasiswa bagaimana cara melakukan recording yang bagus.

Pemilihan sapi perah
Kualitas sapi perah semuanya berbeda, ada yang excellent, sangat bagus, lebih bagus, bagus, kurang bagus, jelek, dan jelek sekali. Hal ini dipengaruhi oleh banyak sekali faktor seperti pakan, kesehatan, kebersihan, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi kualitas sapi perah yang berkaitan dengan produksinya sendiri.
Sebelum kita mengambil keputusan saat memilih sapi perah, sangat perlu kita memilih dengan teliti, agar kita mendapatkan sapi yang memiliki kualitas baik dari segi penampilan, ambing, keharmonisan, serta yang tidak kalah pentingnya adalah jumlah produksi susu, dan masih banyak lagi sisi lain yang perlu kita perhatikan dalam pemilihan sapi perah. Karena adanya perbedaan antara sapi yang satu dengan yang lainnya, maka perlu ada pemilihan terhadap sapi tersebut untuk kita gunakan nantinya.
Oleh karena itu praktikum pemilihan sapi perah sangat perlu kita lakukan untuk mendaptakan pengetahuan cara memilih sapi yang baik sesuai dengan keinginan kita dan mencapai standar yang tinggi. selain itu, mahasiswa juga dapat membedakan sapi yang baik dan sapi yang jelek dari hasil pemilihannya.

Estimasi produksi susu sapi perah
Sementara itu, susu dari hasil pemerahan sapi perah sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia secara khusus, dan dunia secara umum. Akantetapi di Indonesia susu merupakan makanan yang jarang dikonsumsi oleh masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu sehingga banyak terjadi gizi buruk, oleh kerena itu pemerintah mengharapkan untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah.
Di Indonesia mula-mula susu hanya dikonsumsi oleh orang asing, tapi dengan adanya kesadaran dan ilmu pengatahuan tentang pentingnya susu dalam kehidupan, susu juga dikonsumsi oleh orang Indonesia. Kesadaran akan susu yang memiliki nilai gizi yang tinggi, yang tidak dapat di jauhkan oleh manusia. sehingga hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan susu sebagai minuman harian mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan susu secara Nasional, perkembangan ternak perah, perlu mendapatkan pembinaan yang lebih mantap dan terencana dari tahun-tahun sebelumnya, karena kebutuhan susu secera Nasional sebagian besar dipenuhi dari sapi perah. Selain itu peningkatan populasi sapi perah sangat pesat guna menunjang penyuplaian susu yang dihasilakan dari sapi perah sendiri.
Sehingga sekarang ini kita perlu melakukan estimasi terhadap produksi susu sapi perah yang dihasilkan oleh sapi perah sendiri untuk penyuplaian terhadap konsumen. Dengan mengetahui kekurangan atau kelebihan terhadap produksi susu sapi perah, maka kita bisa untuk memberikan solusi agar kebutuhan masyarakat terhadap susu bisa terpenuhi. Melihat konsep diatas, maka perlu kita melakukan praktikum untuk memberikan pembelajaran kepada mahasiswa tentang estimasi produksi susu sapi perah per ekor perhari.

Penentuan umur sapi perah
Penentuan umur sapi perah sangat perlu dilakukan, baik sapi yang kita inginkan untuk dijadikan sebagai induk muda (pertama melahirkan) atau umur sapi yang akan kita afkirkan. Karena produksi sapi juga berpengaruh terhadap umur dari ternak sapi itu sendiri.
Produksi susu sapi perah akan memuncak pada saat berumur 7 – 8 tahun dan selebihnya itu produksi susu akan menurun secara perlahan. Sehingga semakin tua umur sapi perah, maka produksi susu akan semakin rendah. Pada saat demikian, untuk tidak menghabiskan biaya, maka lebih baik kita jual atau kita ganti dengan ternak yang muda dengan produksi susu yang tinggi.
Oleh karena itu penentuan umur sapi sangat perlu kita praktikan kepada mahasisiwa. Agar mahasisiwa bahwa penentuan umur terhadap sapi juga berpengaruh terhadap produksi sapi terutama sapi perah. Mahasiswa akan mendapatkan pelajaran langsung dari praktiknya sehingga pemahaman mahasiswa akan lebih cepat terserap.

Penentuan masa laktasi
Masa laktasi adalah masa produksi susu setiap kali melahirkan, yang terjadi selama 10 bulan dengan hitungan bulanan. Masa laktasi ini bisa kita ketahui dengan menghitung produksi laktasi per hari dan dikalikan dengan jumlah hari selama sebulan tersebut.
Masa laktasi ini dipengaruhi oleh banyak sekali factor, sehingga untuk mengetahui factor-factor tersebut perlu kita lakukan praktikum untuk mengetahuinya.



Pengaturan pemerahan dan perkwinan
Sapi pada umumnya diperah dalam dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari tetapi dapat juga diperah tiga kali sampai mepat kali, hal ini tergantung dair kemampuan produksi sapli yang berangkutan, makanan dan pemeliharaan.
Makin sering sapi diperah maka produksinya akan tambah menigkat bahkan sapi yang berproduksi rendah pun dengan peningkatan frekuensi pemerahan dapat meningkatakan produksi susunya.
Melihat begitu pentingnya pengaturan terhadap pengaturan perkawinan serta pemerahan, maka sangat perlu kita melakukan praktikum. Selain berguna untuk diterapkan, mahasiswa juga mampu untuk memprediksi kapan waktu yang cocok untuk dikawin dan diperah.

Tujuan Dan Kegunaan Praktikum
Acara I. Pembuatan catatan (Recording) pada sapi perah
Adapun Tujuan dan Kegunaan dari pelaksanaan praktikum ini adalah :
1. Catatan silsilah
Tujuan :
a. Untuk mengetahui asal-usul ternak.
b. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai sapi-sapi perah yang ada di BIB Banyu Mulek.
c. Untuk mengetahui ternak mana yang bagus untuk dijadikan bibit.
Kegunaan :
a. Catatan silsilah ini sangat bermanfaat bagi peternak ataupun masyarakat dalam melangsungkan usahanya.
2 Reproduksi atau perkawinan ternak ( Breeding Record )
Tujuan :
a. Meningkatkan jumlah sapi yang beranak.
b. Meningkatkan calving interval
Kegunaan :
a. Untuk mendiagnosa ternak-ternak yang infertil untuk segera di culling atau dikeluarkan.
4. Catatan Produksi susu ( Milk Production Record )
Tujuann :
a. Untuk mengetahui kemampauan ternak dalam menghasilkan air susu.
b. Untuk mengetahui tinggi rendahnya produksi susu.
c. Untuk mengetahui tingkat produksi susu yang dihasilkan oleh seekor ternak perhari.
Kegunaan :
a. Dengan catatan produksi susu kita dapat mengetahui ternak-ternak yang produktif atau tidak produktif.
b. Dengan mengetahui tinggi rendahnya produksi susu kita mudah untuk menyesuaikan pemberian jumlah ransumnya.
c. Dapat dengan cepat mengetahui ternak yang sakit,sehingga segera dapat diobati.
4. Catatan kesehatan ( Health Record )
Tujuan:
a. Untuk mengetahui ternak-ternak mana saja yang sakit.
Kegunaan :
a. Untuk membantu peternak dalam menghambat tersebarnya penyakit.
b. Untuk mengetahui ternak mana saja yang sehat dan tidak pernak atau terjangkit oleh penyakit
5. Catatan Pemberian Pakan ( Feeding Record )
Tujuan :
a. Untuk mengetahui jenis pakan yang diberikan pada sapi perah.
b. Untuk mengetahui jumlah pakan yang diberikan pada sapi perah.
Kegunaan :
a. Dengan pemberian pakan yang berkwalitas dapat menghasilkan produksi susu yang meningkat
6. Catatan penjualan susu
Tujuan :
a. Untuk mengetahui keuntungan dari penjualan susu yang dihasilkan oleh sapi perah.
b. Untuk mengetahui berapa jumlah susu yang terjual
Kegunaan :
a. Dengan penjualan susu dapat diperoleh pendapatan sehingga dapat memberikan keuntungan bagi peternak.
b. Untuk memberikan kepuasaan kepada konsumen atau pelanggan
7. Catatan Pelanggan susu.
Tujuan :
a. Untuk mengetahui berapa jumlah pelanggan atau pembeli
Kegunaan :
a. Untuk memberikan kemudahan bagi pelanggan yang memesan susu.
b. Untuk memberikan gizi kepeda masyarakat.
8. Catatan penggunaan susu
Tujuann : Untuk dikonsumsi dan dilual ke konsumen.
Kegunaan : Untuk memperbaiki sumber protein hewani masyarakat.
9. Catatan Anak/ pedet
Tujuan : Untuk mengetahui berapa jumlah anak atau pedet yang ada di BIB Banyu Mulek
Kegunaan : Agar praktikan dapat mengetahi anak atau pedet yang dapat dijadikan bibit
10. Catatan Pertumbuhan Ternak ( Groweth Record )
Tujuan : Untuk mengetahui pertambahan bobot badan ternak
Kegunaan : Dengan pertumbuhan yang bagus maka dapat mempercepat ternak menjadi dewasa.
11. Catatan jumlah kepemilikan ternak
Tujuan : Untuk mengetahui jumlah pemilik ternak
Kegunaan : Untuk menyesuaikan jumlah ternak dengan jeulah peternak.

Acara II. Pemilihan sapi perah berdasarkan placing dan scoring (Judging)
Adapun Tujuan dan Kegunaan dari pelaksanaan praktikum ini adalah :
Tujuan :
a. Untuk menilai sapi mana yang paling baik produksi susunya
b. Untuk memilih ternak –ternak yang mempunyai penampilan ekterior yang bagus
c. Sebagai alat bantu pelaksanaan progra seleksi ternak dalam rangka perbaikan mutu genetik kelompok ternak.
d. Memberikan penilaian secara langsung terhadap ternak
Kegunaan :
a. Hasil praktikum dapat dijadikan landasan penting dalam program pengemabangan dan peningkatan hasil produksi sapi perah
b. Hasil praktikum ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam memilih sapi-sapi perah yang bagus.
c. Untuk mengetahui mana ternak yang mempunyai penampilan ektrior yang bagus.
d. Untuk membedakan mana ternak yang mempunyai performens yang baik dan jelek

Acara III. Estimasi Produksi susu berdasarkan perbandingan % produksi susu perbulan dan perlaktasi
Tujuan :
a. Untuk mengetahui persentase produksi susu yang dihasilkan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya produksi susu.
Kegunaan :
Dengan mengetahui estimasi produksi susu dapat mengetahui jumlah produksi susu untuk selanjutnya
Acara IV. Penentuan umur tenak dengan cara melihat dan memperhatikan perubahan gigi permanen ternak.
Tujuan :
a. Untuk mengetahui perubahan gigi permanen ternak dengan demikian kita dapat mengetahui berapa umur ternak.
b. Untuk mengetahui berapa jumlah gigi yang beruabah.
c. Untuk mengetahui kapan ternak di replacement.
d. Untuk menentukan kemampuan produksi susu.
e. Dengan mengetahui umur tyernak kita dapat menentukan berapa kebutuhan pakan per hari, per bulan ataupun per tahun.
Kegunaan :
Dengan mengetahui umur ternak dapat diperkirakan kapan ternak dikawinkan,dan berapa kali ternak tersebut melahirkan, dan kita juga bisa membuka mulut ternak dengan bengitu kita tahu berapa gifgi yang berubah.

Acara V. Penentuan periode laktasi ternak
Tujuan : Untuk mengetahui kapan ternak tersebut laktasi untuk menghasilkan susu.
Kegunaan : Dengan mengetahui kapan ternak tersebut laktasi maka kita dapat memperkirakan kapan ternak tersebut dikawinkan

Acara VI. Pengaturan Pemerahan & perkawinan
Tujuan :
a. Untuk mengetahui cara pengaturan pemerahan yang dilakukan oleh para petugas yang ada di BLPKH Banyu Mulek
b. Untuk mengaetahui pengaturan perkawinan pada sapi perah
c. Untuk mengetahui tehnik-tehnik pemerahan dan perkawinan

Kegunaan :
a. Sebagai alternatif untuk mendalami ilmu pengetahuan tentang pemerahan dan perkawinan





TINJAUAN PUSTAKA
Recording
Recording (catatan produksi) adalah suatu usaha yang dikerjakan oleh peternak untuk mencatat gagal atau berhasilnya suatu usaha peternakan. Pada bidang usaha peternakan program ini diterapkan hampir pada semua sektor usaha ternak mulai ternak unggas (layer, broiler, penetasan), ternak potong (sapi perah, sapi potong, kambing dan domba), dan aneka ternak seperti kelinci dan lainnya. Recording ini berfungsi untuk :
a. Mengetahui jumlah populasi akhir. Dengan diketahuinya populasi akhir kita juga akan mengetahui jumlah ternak yang mati, hilang, dan sebagainya selama masa pemeliharaan.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian tata laksana yang sedang dilaksanakan. Seperti tingkat pertambahan berat badan (PBB), Feed Consumtion Rate (FCR), jumlah produksi, kesehatan ternak.
c. Sebagai langkah awal dalam menyusun rencana jangka panjang.
d. Bagi pemerintah berguna untuk penyusunan kebijakan dalam bidang peternakan seperti apakah diperlukan import untuk pemenuhan kebutuhan sehingga produksi tetap seimbang.
Mempermudah peternak melakukan evaluasi, mengontrol dan memprediksi tingkat keberhasilan usaha.
e. Bagi perguruan tinggi data recording bisa sebagai bahan penelitian.
(Anonim, 2008).

Sapi FH mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis sapi lainnya yaitu : Bulunya berwarna hitam dengan bercak putih. Bulu ujung ekor berwarna putih. Bulu bagian bawah dari carpus (bagian kaki) berwarna putih atau hitam dari atas turun ke bawah. Mempunyai ambing yang kuat dan besar. Kepala panjang dan sempit dengan tanduk pendek dan menjurus ke depan. Pada jenis Brown Holstein, bulunya berwarna cokelat atau merah dengan putih (Masyadi, 2010).
Secara umum, sapi perah merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya. Salah satu bangsa sapi perah yang terkenal adalah Sapi perah Fries Holland (FH). Sapi ini berasal dari Eropa, yaitu Belanda (Nederland), tepatnya di Provinsi Holland Utara dan Friesian Barat, sehingga sapi bangsa ini memiliki nama resmi Fries Holland dan sering disebut Holstein atau Friesian saja (Masyadi, 2010).
Menurut Supiyono (1995), eksterior atau tilik ternak adalah suatu ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk tubuh dari luar untuk menentukan atau meramalkan prestasi dari suatu ternak. Sesuai tujuan pemeliharaan sekaligus untuk menilai tingkat pemurnian bangsa ternak dan merupakan alat bantu pelaksanaan program seleksi ternak dalam rangka perbaikan mutu genetik kelompok ternak. Penentuan atau peramalan prestasi dari suatu ternak harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Konstitusi tubuh
Merupakan imbangan dari bagian-bagian tubuh ternak, dengan cara membandingkan bentuk-bentuk dari suatu bagian. Letak bagian tersebut dibandingakan dengan bentuk yang umum, serta membandingkan hubungannya dengan bagian lain. Hal ini harus memberikan gambaran yang harmonis agar dapat menunjukkan prestasi produksi yang optimum.
2. Temperamen
Merupakan sikap atau tingkah laku alami dari seekor ternak, sekaligus menyangkut juga kemungkinan ada atau tidaknya penyakit atau cacat tubuh yang terdapat pada seekor ternak. Perbedaan temperamen akan menyebabkan perbedaan pula di dalam mengelola ternak-ternak tersebut supaya ternak mampu memberikan produksi secara maksimal
3. Kondisi Tubuh
Merupakan keadaan sehat atau tidaknya, gemuk atau kurusnya, cacat tubuh baik cacat genetik maupun cacat yang bersifat mekanik termasuk disini adanya cacat tersembunyi. Kondisi ternak sangat berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan untuk berproduksi secara maksimal. Cacat genetik adalah cacat yang terjadi akibat faktor genetik misalnya testisnya hanya satu, lambung hanya satu dan sebagainya. Cacat mekanik adalah cacat tubuh yang disebabkan karena faktor luar, antara lain tubuh, kanibalisme, kaki pincang, kulit luka dan sebagainya.
Tilik ternak dalam meramalkan prestasi produksi selain ketiga hal diatas juga di dasari :
1. Marfologi Tubuh
Merupakan bentuk secara umum seekor ternak di kaitkan dengan tujuan pemeliharaan ternak. Contoh untuk ternak perah, bentuk umumnya harus segitiga apabila dilihat dari samping sedangkan untuk ternak daging bentuknya harus segi empat apabila dilihat dari samping. Untuk ternak dual purpose (Dwiguna) yaitu merupakan ternak perah dan daging maka marfologi tubuh merupakan bentuk kombinasi antara segitiga dan segi empat.
2. Tingkat Kemurnian bangsa.
Tingkat kemurnian bangsa dipergunakan sebagai bahan pertimbangan di dalam menduga kemampuan berproduski ternak pada sekelompok ternak yang tergolong bangsa murni (Pure breed) akan mampu berproduksi secara maksimal apabila dikelola secara memadai, sedangkan untuk sekelompok ternak yang tingkat kemurnian bangsanya rendah (sering disebut bangsa peranakan atau turunan) akan berproduksi lebih rendah apabila dibandingkan dengan sekelompok ternak yang tergolong bangsa murni (Pure breed) (Anonim, 2010.)

Pemilihan sapi perah
Sapi FH merupakan jenis sapi perah dengan kemampuan produksi susu tertinggi dengan kadar lemak lebih rendah dibandingkan bangsa sapi perah lainya. Produksi susu sapi perah FH di negara asalnya mencapai 6000-8000 kg//ekor/laktasi, di Inggris sekitar 35% dari total populasi sapi perah dapat mencapai 8069 kg/ekor/laktasi (Masyadi, 2010).
Memilih ternak sapi perah dilakukan dengan tujuan untuk memilih bibit yang ideal. Cara yang umum dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan pada kondisi dan postur tubuh sapi. Pengamatan yang dilakukan ini harus didasari oleh : pengetahuan, ketrampilan, rasa percaya diri serta komunikasi dengan sesama praktisi.
Oleh sebab itu, untuk menilai ternak diantaranya harus mengenal bagian-bagian dari tubuh sapi serta konformasi tubuh yang ideal. Ternak yang dinilai harus sehat dan baik sesuai dengan jenis bangsanya, bagus ukuran tubuhnya, seluruh bagian tubuh harus berpadu dengan rata, harus feminin dan tidak kasar. Dengan demikian, maka kita dapat menentukan perbandingan antara kondisi sapi yang ideal dengan kondisi sapi yang akan kita nilai. Bagian-bagian tubuh sapi yang mendekati kondisi ideal dapat menunjang produksi yang akan dihasilkannya. Kondisi bagian-bagian tubuh tersebut diantaranya:
Kepala : Kepala harus atraktif dengan lubang hidung yang besar. Hal ini dapat menggambarkan tentang banyaknya pakan yang bisa dikonsumsi serta udara yang bisa dihirup melalui nafasnya. Mata harus tajam dan telinga berukuran sedang. Umumnya kepala harus halus dan lebih menunjukkan karakteristik ternak perah daripada ternak potong.
Bahu (Shoulder) : Bahu harus kuat namun tidak kasar serta merata dengan tubuh. Sapi dengan bahu yang tidak rata menandakan kurang kuat dalam menyangga bagian tubuh depan sapi.
Punggung : Punggung harus lurus dan kuat. Punggung yang lemah menandakan lemahnya tubuh secara umum. Bokong / Rump dan pangkal paha (Thurl) : Bokong dan pangkal paha harus panjang dan kuat untuk menahan tubuh dan ambing. Sapi harus memiliki tulang pinggul (hips) dan tulang duduk (pin bones) untuk kapasitas yang lebih besar dan kemudahan dalam beranak. Ekor harus ramping dan pangkal ekor harus berpadu dengan rapi pada bokong.
Kaki Sapi: Kaki harus lurus, kuat, cukup lebar untuk menyangga ambing yang lebih besar, serta memiliki sudut yang tepat untuk melangkah. Pundak (withers): Pundak harus tajam melebihi bagian atas punggung. Hal ini menandakan tidak adanya lemak dan sering kali diindikasikan sebagai penghasil susu yang baik. Kulit harus tipis, lepas, dan lentur.
Body Capacity : mengacu pada kapasitas yang berhubungan dengan kerangka tubuh. Sapi dengan body capacity yang bagus memiliki lingkar dada dan lingkar perut yang luas. Saat menilai ternak ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan, yaitu panjang badan, lebar dan dalam dada sapi.
Ambing : Ambing harus besar. Ini menandakan adanya sejumlah jaringan sekresi susu. Namun sebaiknya tidak mengandung jaringan yang non produktif yang dapat membatasi ruang jaringan sekresi susu untuk memproduksi susu. Jaringan tersebut dapat dikenali dengan melihat perubahan bentuk ambing yang significant setelah pemerahan. Ambing harus baik perlekatannya pada perut untuk mencegah terjadinya luka pada ambing dan agar mudah beradaptasi dengan penggunaan alat mesin perah modern. Ambing belakang (rear udder) harus tinggi dan lebar. Kuartir depan harus seimbang dengan kuartir belakang, panjangnya sedang melekat pada perut. Puting harus seragam ukurannya. Tepat melekat pada ambing sehingga memudahkan pemerahan (Masyadi, 2010).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: (a) produksi susu tinggi, (b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi susu tinggi, (d) bentuk tubuhnya seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, (f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek, (g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan (h) tiap tahun beranak.
Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting baik, (e) jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta (f) sehat dan tidak cacat. Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4- 5 tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik, (f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup terpisah, (i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya (Anonim, 2010.).

Pemeliharaan kaki yang teratur terutama pada sapi tua dan besar akan mengurangi radang kuku, pincang, dan kelinan kaki lainnya. Kuku sapi yang dikandangkan cepat tumbuh panjang dan membentuk penebalan pada bagian dasarnya. Akibatnya berat badan sapi akan menekan lutut dan tumit, dan hal ini akan menembah setres bagi sapi. Bila hal ini kan berlansung lama akan memperpendek masa produksi sapi perah. Disamping itu juga akan menyulitkan sapi perah pada sat melakukan perkawinan secara alami, karena sapi tersebut tidak mampu menekan berat badan pejantan,. (Suharno, 1994).

Estimasi produksi susu sapi perah
Setiap hari sapi harus dibersihkan,dan disikat pada saat memandikan sapi,terutama pada saat menjelang memerah susunya. Di samping harus disikat sewaktu-waktu rambut panjang disekitar lipat paha dan ambing perlu dicukur agar mudah dibersihkan dari kotoran yang menempel. Tujuan utamanya yaitu agar air susu yang dihasilkan benar-benar bersih dari kotoran maupun rambut yang rontok,disamping itu untuk menjaga agar sapi tetap sehat karna respirasi kulit sapi dapat berlangsung secara baik dan lancar sebagai respon dari metabolosme tubuh yang baik,(Asih,2004).
Air susu sangat sensitive, baik terhadap kotaminasi bakteri maupun terhadap bau-bauan, disekitarnya. Oleh karena itu sebelum pemerahan, sapi harus dimandikan dan disikat terutama pada bagian ambingny. Lantai kandang juga harus dibersihkan dari kotoran atau sisa makanan yang berbau. Peralatan harus sudah dibersihkan pulasebelum pemerahan dimulai. Setelah sapi dimandikan sebelum pemerahan dilakukan, ambing sapi harus dicuci dengan memakaiair hangat, dengan maksud : (1) menstimuler keluarnya air susu (2) mengurangi kontaminasi pada air susu (3) mengurangi timbulnya penyakit mastitis yang dapat mengurangi produksi susu sekitar 20-30 %. (Asih. 2004).
Rangsangan terhadap ambing sebelum dan selama pemerahan akan mempengaruhi produksi dan komposisi air susu. Suatu rangsangan yang menyenagkansepertitindakan tindakan yang tidak menyakitkan, mengejutkan, menimbulkan rasa nyaman dan tenang,akan memudahkan ambing melepaskan air susu. Sebaliknya tindakan-tindakan yang menimbulkan stress akan menimbulkan hambatan dalamproses pemerahan. Sehingga air susu dalam ambing tidak terperah sempurna,dalam ambing masih banyak tertinggal susu. Peristiwa ini akan mengakibatkan sekresi air susu berikutnya terhambat,dan bahkan mengakibatkan kemerosotanproduksi yang permanent untuk seluruh masa laktasi (AAK,1982).
Wikantadi (1977) mengatakan bahwa lemak susu merupakan komponen susu yang paling beragam. Sebagaian lemak susu terdiri dari trigliserida. Bahan pembentuk lemak susu yang utama adalah glukosa, asam asetat, asam beta-hidroksibutirat, trigliserida dari kilomikra (chylomicra) dan low density lipoprotein serta darah. Tujuh puluh lima persen hingga sembilan puluh persen dari asam lemak berantai pendek (C4 – C14) dan 30% dari asam asetat. Secara keseluruhan diduga 30% dari atom C yagn terdapat dalam lemak susu berasal dair asam asetat dan sisanya dari asam-asam lemak. Asethyl Co-A yang digunakan oleh kelenjar susu ternak ruminansia untuk penyusun lemak susu dibentuk terutama dari asetat yagn ada dalam sitoplasma.
Zat-zat makanan yang sangat dibutukkan oleh sapi perah adalah energi, (terutama terdiri dari unsure lemek dan karbohidrat), Protein, mineral, vitamin dan air. Kelima macam nutrisi ini adalah untuk kebutuhan kesehatan sapi yang normal dan berproduksi. Sedang bebrapa unsur tertentu hanya diperlikan dalm jumalh yang kecil, misalnya mineral dan vitamin. Air dan energi diperlukan dalam jumlah yang lebih besar dari pada bagian yang lain. Jika kebutuhan energi tidak tercukupi maka fungsi unsure-unsur tidak berfungsi banyak. Energi sangat mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan, (AAk, 1995).

Penentuan umur sapi perah
Untuk mengetahui umur sapi dapat dilakukan dengan melihat gigi. Pergantian gigi seri yang pertama, ialah yang paling tengah, terjadi pada umur 2 sampai 2 ½ tahun. Pergantian gigi seri yang kedua (kanan kiri dari yang pertama) terjadi pada umur 3 tahun. Pergantian gigi seri yang ketiga (sebelah menyebelah dari yang kedua), terjadi pada umur 4 tahun. Terakhir pergantian gigi seri keempat ialah yang paling luar terjadi pada umur 4 ½ tahun (Sasroamidjo, 1989).
Menurut Poespo (1986) penafsiran umur dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut: (1) Recording yaitu dengan mencatat berulang-ulang mengenai sapi yang bersangkutan sejak dari lahir sampai mati, (2) wawancara dengan peternak, (3) mengamati tali pusat bila tali pusat mulai mengering maka umur sapi tersebut adalah antara 4-5 hari dan berumur 143 hari bila tali pusat sudah kering, (4) dengan melihat pertumbuhan tanduk.
Apabila diberi makanan yagn baik, sapi dara akan mencapai berat yagn cukup untuk dikawinkan pada umur 15 bulan, sehingga pada umur 2 tahun sudah dapat melhirkan anak pertama. Namun peternak ada yagn mengawinkan sapi daranya pada umur 26-28 bulan, sehingga baru beranak pada umur 3 tahun. Petenak demikian praktis akan mengluakan biaya yagn lebih banyak sebelum sapi tersebut berproduksi (Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980).

Penentuan masa laktasi
Manajemen reproduksi yang baik harus mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya adalah masa kering, service period, lama laktasi, calving interval, service per conception maupun umur beranak. Salah satu masalah yang masih menjadi kendala pada peternak Indonesia adalah masih kurang diperhatikannya service period. Umumnya peternak kita service periodnya sekitar 4 bulan, padahal standar untuk mendapatkan produksi susu yang optimal dan terjadi kontinyuitas produksi service period dipatok 2 bulan. Ini akan menjadi tugas bagi kita semua untuk dapat membenahi manajemen reproduksi pada ternak sapi perah (Priyono, 2009).
Produksi seekor sapi dipengaruhi oleh lingkungan, genetik serta interaksi antar agenetik dan lingkungan. Rata-rata produksi air susu 80% dipengaruhi lingkungan dan 20% genetik. Laktasi pertama seekor sapi adalah hal yang penting. Dari sejumlah penenlitian menunjukkan bahwa sapi yagn mempunyai produksi pertama tinggi maka sapi ternsebut cenderung memiliki masa produksi yang lebih panjang dan total produksi yang lebih tinggi (Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980).
Selanjutnya diterangkan lagi bahwa sepanjang hidup seekor sapi perah mengalami beberapa kali masa produksi atau masa laktasi. Dalam tiap masa produksi terbagi dalam beberapa periode persiapan kawin (service periode), periode kebuntingan (gestation period), perio9de kering kandang (dry period) dan periode laktasi (lactation period). Keseluruhan periode tersebut beraeda dalam satu kurun waktu dair sejak beranak sampai ke beranak kembali yang disebut calving interval (Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980).
Persentase kadar lemak air susu mulai menurun setelah satu sampai dua bulan sehabis sapi beranak. Tiga sampai empat bulan laktasi kadar lemak relatif konstan. Kemudain pada akhir laktasi kadar lemak ari susu akan sedikit meningkat.

Pengaturan pemerahan dan perkwinan
Sapi pada umumnya diperah dalam dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari tetapi dapat juga diperah tiga kali sampai mepat kali, hal ini tergantung dair kemampuan produksi sapli yang berangkutan, makanan dan pemeliharaan.
Makin sering sapi diperah maka produksinya akan tambah menigkat bahkan sapi yang berproduksi rendah pun dengan peningkatan frekuensi pemerahan dapat meningkatakan produksi susunya (Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980).
Ditambahkan lagi dari sumber yang sama bahwa terjadinya kenaikan produksi air susu dengan penigkatan frekuensi pemerahan ini dapa diternakgan dengan dua prinsip yaitu : 1. Karena adanyatekanan hydrostatik dari air susu dalam alveol; dan 2 karena adanya rangsangan neurohormonal. Dengan bertambahnya umur sebaikanya frekuensi pemeraha dikurangi, karena dentgan bertambhanya umur produksi air susu semakin menurun.
Siklus estrus adalah interval dari tanda-tanda peratama kesanggupan menerima seksual hingga permulaan estrus berikutnya. Rata-rata periode birahi pada sapi perah adalah 21 hari. Bervariasi antara 17 sampai 6 hari. Rata-rata lamanya birah8i adalah 18 jam untuk sapi dewasa dan 15 jam untuk sapil dara. Dengan variasi antara 6- 36 jam (staf bagian ilmu produksi ternak perah, 1980).
Waktu yagn tepat untuk mengawinkan sapi agar memperoleh prosentas kebuntingan yang tinggi, mengwinakan sapi haruslah tepat pada wkatunya. Sebagai pedoman adalah :
Tabel 1. Waktu yang tepat untuk mengwinkan sapi
Birahi Dikwinkan Keesokan harinya
Pagi hari (sebelum jam 12) Hair itu juga (pagi, sore, malam). Sudah terlamabat
Sore hari( sesudah jam 12) Hari itu juga sore dan malam Sebelum jam 12
Sumber : Buku Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980
Perkawinan dapat secara alam dengan menggunakan pejantan atau dengan inseminasi buatan (artificial insemination).
Untuk kberehasilan perkwinan buatan, ada empat faktor yang harus diperhatikan :
1. Sapi betina yang sehat
2. Waktu yang teapt untuk dikawinkan
3. Kualitas semen
4. Pengalaman inseminator
Pada umumnya, apabila keempa tfaktor tersebut dipenuhi maka kebuntingan akan berhasil dengan tidak lebih dari dua kali perkawinan (Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980).



























MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

Materi Praktikum
Acara I. Pemilihan sapi perah baik
1. Alat-alat yang digunakan:
a. Lembar Kerja.
b. Pensil.
c. Penggaris.
d. Papan jalan.
e. Kamera.
f. Tabel penilaian
2. Bahan-bahan yang digunakan:
a. Sapi
Acara II. Recording /PencatatanSapiPerah
1. Alat-alat yang digunakan:
a. Lembar Kerja. h. Data Produksi Susu
b. Pensil i. Data Silsilah Ternak
c. Penggaris j. Catatan Penjualan Susu
d. Papan jalan k. Catatan Penggunaan susu
e. Data kesehatan ternak l. Data Reproduksi / Perkawinan ternak
f. Catatan pelanggan susu m. Catatan Pertumbuhan ternak
g. Catatan pemberian Pakan

2. Bahan-bahan yang digunakan:
a. Sapi
Acara III. Penentuan masa laktasi ternak
1. Alat-alat yang digunakan:
a. Buku tulis
b. Pensil
c. Penggaris
d. Papan jalan
2. Bahan-bahan yang digunakan
a. Sapi
Acara IV. Estimasi Produksi susu berdasarkan perbandingan % produksi susu perbulan dan perlaktasi
1. Alat-alat yang digunakan:
a. Buku tulis
b. Pensil
c. Penggaris
d. Papan jalan
2. Bahan-bahan yang digunakan:
a. Sapi.
Acara V. Penentuan periode laktasi ternak
1. Alat-alat yang digunakan:
e. Buku tulis
f. Pensil
g. Penggaris
h. Papan jalan
2. Bahan-bahan yang digunakan
a. Sapi
Acara VI. Pengaturan Pemerahan & Perkawinan
1. Alat-alat yang digunakan:
a. Buku tulis
b. Pensil
c. Penggaris
d. Papan jalan
e. Lembar kerja
2. Bahan-bahan yang digunakan:
a. Sapi

Metode Praktikum
Adapun metode praktikum sebagai berikut :
Acara I. Pemilihan sapi perah yang baik
a. Memilih bangsa-bangsa ternak yang mempunyai performans penampilan yang baik
b. Mengambil gambar ternak dengan menggunakan kamera secara keseluruhan dari samping,dan belakang
c. Menilai ternak berdasarkan keadaan umum,sifat perahan,kapasitas tubuh,dan sistem ambing
d. Membandingkan hasil penilaian ternak antara ternak yang satu dengan ternak yang lainnya
Acara II. Recording / Pencatatan Sapi Perah
a. Mencatat jumlah ternak keseluruhan
b. Mencatat silsilah ternak
c. Mencatat produksi susu
d. Mencatat kesehatan ternak
e. Mencatat pemberian pakan
f. Mencatat penjualan susu
g. Mencatat pelanggan susu
h. Mencatat penggunaan susu
i. Mencatat jumlah pedet,induk dewasa,sapi dara,pejantan dewasa
j. Mencatat pertumbuhan ternak
k. Mencatat jumlah kepemilikan ternak
Acara III. Penentuan masa laktasi ternak
a. Menentukan umur ternak
b. Mencatat umur kebuntingan ternak
c. Mencatat priode laktasi
Acara IV. Estimasi Produksi susu berdasarkan perbandingan % produksi susu perbulan dan perlaktasi
a. Mencatat produksi susu Perbulan dan perlaktasi
b. Membandingkan peroduksi susu perbulan dan Perlaktasi
Acara V. Penentuan Periode laktasi ternak
d. Menentukan umur ternak
e. Mencatat umur kebuntingan ternak
f. Mencatat priode laktasi
Acara VI. Pengaturan Pemerahan & Perkawinan
a. mencatat jumlah ternak yang terdapat di dinas peternakan
b. mengatur pemerahan dan perkawinan
Tempat dan waktu prkatikukm
Praktikum ini bertempat di BIB Banyumulek (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi NTB), Lombok Barat. Pada tanggal 28 mei 2010 jam 06.00 Wita.





















HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum lanjut menju hasil dan pembahasan, kami akan menunjukkan gambar kandang serta posisi sapi yang kami amati atau nilai.
Gambar 1. Kandang serta posisi sapi yang dinilai















Keterangan Gambar :
No. 1 sapi pertama, no.2 sapi kedua, no. 3 sapi ketiga, no. 4 sapi keempat, no. 5 sapi ke lima, no. 6 sapi ke enam, no. 7 sapi ketujuh, no. 8 sapi ke delapan, no. 9 sapi ke sembilan, no. 10 sapi kesempuluh.

Acara I. Recording pada sapi perah
1. Table 2. Catatan reproduksi/ perkawinan (breeding record)
Sapi Lahir Kawin
Melati 27 November 2003
31 Agustus 2005
06 Desember 2007 15 Desember 2004
25 November 2005
25 Februari 2007
Tulip 09 Maret 2004
29 Agustus 2005
12 Mei 2007
12 Desember 2004
15 September 2006
Anggrek induk 12 Maret 2004
22 Agustus 2006
01 Desember 2005
Persik 14 Februari 2004
15 Oktober 2005
19 Desember 2006 -
06 Februari 2005
10 Mei 2005

Sumber : Buku catatan sapi perah BIB Banyumulek
Data ini merupakan data yang diambil dari buku catatan kelahiran dan perkawinan di BIB Banyumulek, sehingga data sapi yang kita praktikkan untuk saat ini belum bisa kita jelaskan secara detail. Karena catatan untuk tahun 2008 sampai 2010 tidak ada. Oleh karena itu, catatan yang disajikan merupakan catatan yang tidak bisa kita gunakan sebagai patokan produksi ternak untuk tahun ini.
Sebagaian dari ternak ini juga ada yang mati, sehingga produksi populasi secara otomatis akan berubah dari tahun 2008 hingga tahun 2010.
2. Table 3. Catatan produksi susu
Bulan Nama sapi
Desember Persik Melati Anggrek 1 Anggrek 2 Tulip Anggrek
74 104 115 _ 71 106
Sumber : Buku catatan sapi perah BIB Banyumulek.
Data ini juga diambil dari buku catatan produksi susu ternak sapi perah BIB Banyumulek. Tahun pencatatan ini adalah tahun 2009, karena catatan tahun 2010 untuk produksi susunya juga tidak ada.
Akantetapi kita mengambil akhir dari tahun 2009 agar mendekati tingat produksi susu pada tahun 2010. sehingga dengan melihat data diatas, rata-rata produksi susu dari ke 5 sapi tersebut untuk tahun 2010 adalah 94 liter per bulan.
3. Catatan kesehatan (health record)
Untuk catatan kesehatan,kami tidak mendaptakannya. Karena pada buku catatan tidak terdapat catatan tentang kesehatan ternak tersebut. Akantetapi kami mendapatkan informasi dari karyawan yagn bekerja di BIB Banyumulek bahwa semua sapi pernah mengalami sakit. Penyakit yang dialami sangat banyak, namun yang diketahui oleh karyawan tersebut adalah penyakit ingusan atau influenza.
Hal yang menyebabakan terjadinya berbagai macam penyakit adalah karena kurangnya perawatan atau manajemen kesehatan. Terutama jarangnya dilakukan vaksin terhadap sapi-sapi yang ada. Akantetapi yang lebih banyak dilakukan adalah pengobatan ketika sapi sudah terserang dari penyakit tersebut.
4. Catatan pemberian pakan
Pakan yang diberikan pada sapi-sapi perah di BIB Banyumulek adalah
a. Hijauan yang terdiri dari
rumput gajah (20 kg), kering fermentasi kadang-kadang diberikan, silase kadang -kadang diberikan, legum,dll.
b. Konsentrat yang terdiri dari :
jagung kuning, wheat bran, SBM, tetes, palm olein, pelet atau butiran.
Sementara komposisi dari konsentrat yang diberikan untuk umur 1 tahun atau bisa dikenal dengan susu A, adalah : air (maks. 12%), protein kasar (min. 16%), lemak kasar (3-7%), serat kasar (maks. 8%), abu (10%), kalsium (0,9-1,2%), phosphor (0,6-1,0%).
Konsentrat yang diberikan pada sapi perah ini memiliki jumlah protein yang sangat tinggi, namun persentase energinya sangat rendah. Sehingga konsentrat yagn diberikan pada sapi perah ini kurang cocok untuk sapi potong yang banyak membutuhkan energi. Karena hal ini akan mempengaruhi metabolisme dari sapi potong untuk absorbsi nutrisi yang menjadi pembentukan dagingnya. Oleh karena itu pakan sapi perah berbeda dengan pakan sapi potong terutama dari konsentrat yang diberikan.
9. Catatan anak atau pedet
Table 4 berikut adalah hasil pencatatan pedet dari total populasi sapi yaitu sebanyak 29 ekor. Yang terdiri dari :
No. Keadaan sapi Jumlah (ekor)
1 Jlh. Keseluruhan PFH di BIB Banyumulek 29
2 Jumlah sapi dewasa betina 10
3 Jumlah sapi dewasa jantan 2
4 Jumlah sapi betina muda 4
5 Jumlah sapi jantan muda 7
6 Jumalh anak sapi betina -
7 Jumlah anak pedet sapi jantan 6
8 Jumlah anak yang baru lahir dan jenis kelamin 6
9 Jumlah keseluruhan sapi betina PFH 14
10 Jumlah keseluruhan sapi perah PFH jantan 15
11 Jumlah keseluruhan sapi 29
Sumber : Kelompok III
Dari data diatas, kita bisa mengetahui bahawa jumlah anak sapi PFH dari total populasi 29 sapi di BIB Banyumulek adalah 06 ekor yang kesemuanya adalah jantan. Sementara untuk untuk pedet betina tidak ada kami dapatkan, karena kemungkinan peluang kelahiran untuk sapi betina sangat kecil, walaupun peluang itu sama-sama memiliki setengah (50%). Akantetapi penyebab dari peluang kelahiran ini juga dipengaruhi oleh pH induk yang kemungkinan lebih tinggi pH pada kromosom xy yang nantinya akan melahirkan pejantan.

Acara II. Pemilihan sapi perah
Gambar pemilihan sapi yang baik berdasarkan penampilannya
a. General apperance (penampilan umum)

















b. Perbandingan ambing samping















c. Perbandingan ambing dari belakang










e. Perbandingan bagian atas










Dari hasil penilaian, yang paling bagus atau yang paling tinggi nialainya sampai yang terendah adalah sebagai berikukt :

Tabel 5. Nilai sapi dari tertinggi sampai terendah.
No. Kode Sapi Total nilai
1 5 76
2 4 dan 2 72
3 3 70
4 1 67
Sumber : Kelompok III
Hasil penilaian ini diambil dari penilaian secara keseluruhan yang kemudian mendapatkan skor tertinggi. Sementara untuk klasifikasi dari masing masing peringkat tersebut terbagi menjadi dua kategori yaitu baik dan sedang. Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 6. Kategori sapi berdasarkan peringkat.
Kode sapi Nilai kategori
5 76 Baik
4 dan 2 72 sedang
3 70 sedang
1 67 sedang
Sumber : Kelompok III
Kemudian setelah dilakukan nya penilaian secara keseluruhan dialnjutkan dengan penilaian bagian tubuh yang menghasilakan data sebagai berikut :
Tabel 7. Penilain bentuk tubuh
No. Bagian yang dinilai Sapi yagn dinilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tl. punggung 1 1 2 1 1 3 2 2 1 3
Tl rusuk bag. bawah 2 2 2 2 1 2 2 2 1 3
Tl. rusuk bag. Dalam 1 3 3 3 2 3 3 3 2 3
Pangkal ekor 1 2 2 2 2 2 3 2 1 1
Paha 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3
Keadaan umum 3 3 3 3 1 3 3 3 2 4
Total 11 13 15 14 9 16 16 14 9 17
Rata-rata 1,84 2,13 2,5 2,33 1,5 3 3 2,33 1,5 2,83
Sumber : Kelompok III
Berdasarkan data dari tabel diatas bahwa yang paling tinggi nilainya adalah no. 10, sementara dengan rataan yang paling tinggi adalah no.6 dan no.7. berarti ini menandakan bahwa kelas dari ternak sapi yang berada di banyumulek tidak ada yang memiliki kategori yang sangat bagus. akantetapi hanya berada pada kisaran baik dan sedang.

Acara III Estimasi Produksi Susu
Dari hasil praktkum kami mendapatkan data bahwa produksi susu sapi perah di BIB Banyumulek dari bulan desember tahun 2010 di tunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 8. Produksi susu Bulan Desember tahun 2009
Bulan Nama sapi
desember Persik Melati Anggrek 1 Anggrek 2 Tulip anggrek
74 104 115 _ 71 106
Sumber : Buku catatan produksi susu sapi perah bib banyumulek.

Pada saat Bulan Desember diketahui bahwa terdapat 5 ekor sapi perah yang memproduksi susu dari 6 ekor sapi perah yang terdapat di BIB Banyumulek. sapi yang tidak memproduksi susu pada bulan desember tersebut dikarenakan karena dia tidak melahirkan pada tahun 2009. sehingga tidak menghasilkan air susu dan tidak diperah.
Berdasarkan estimasi yang kami lakukan dari empat ekor sapi yang memproduksi susu dengan produksi susu berbeda-beda. untuk lebih jelasnya kami akan meberikan data sebagai berikut :
Tabel 9. Produksi 4 ekor sapi perah di BIB Banyumulek.
Kode sapi Prod. susu perhari
(liter) Prod. susu perbulan (liter/bulan) Prod. susu perlaktasi (liter/laktasi)
Sapi I 5,7 171 2138
Sapi II _ _ _
Sapi III 4,83 144,9 2415
Sapi IV 6,5 195 3257
Sapi V 1,8 5,4 2700
Sumber : Kelompok III
Perbedaan jumlah produksi susu sapi yang diperah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, frekuensi pemerahan, pakan, lingkugan, lama laktasi dan masih banyak yang lainnya. sementara untuk sapi yang no. 2 tidak diperah karena dia belum melahirkan.
Lebih rendahnya produksi susu sapi pada laktasi pertama disebabkan oleh lebih rendahnya jumlah dan ukuran sel-sel ambing pada saat sapi masih mengalami laktasi pertama sehingga produksi susu yang dihasilkan masih rendah. Pada saat laktasi kedua terjadi peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel ambing yang menyebabkan meningkatnya produksi susu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudono, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa produksi susu sapi semakin menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya umur sapi karena terjadinya peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel ambing yang merupakan tempat mensintesis susu. Produksi susu tersebut akan terus terjadi sampai sapi betina berumur 7 sampai 8 tahun namun selanjutnya akan terjadi penurunan secara bertahap sampai sapi berumur 11 sampai 12 tahun.
Acara IV Penentuan Umur Sapi Perah
Umur sangat menentuakan tingkat produksi susu sapi perah selama laktasi. secara teori bahwa sapi perah hanya mampu berproduksitinggi mencapai 100% pada saat berumur 7 tahun, setelah itu produksi susu akan menurun secara perlahan sejalan dengan pertambahan umur dari ternak sapi perah tersebut.
Ada beberapa cara untuk mengetahui umur sapi, salah satunya adalah dengan melihat perubahan gigi pada ternak itu sendiri. dari hasil pengamatan kami, kami mendapatkan umur ternak dari perubahan gigi adalah sebagai berikut :
Tabel 10 . Umur sapi perah berdasarkan perubahan gigi
Nama (No sapi) Photo/gambar illustrasi perubahan gigi permanen ternak Perkiraan umur ternak keterngan
Sapi 1

3½ - 4½ tahun Berganti 8
Sapi 2

3½ - 4½ tahun Berganti 4
Sapi 3



3½ - 4½ tahun Berganti 2
Sapi 4 3½ - 4½ tahun Berganti 8
Sapi 5 3½ - 4½ tahun Berganti 8
Sapi 6 1½ - 2½ tahun Berganti 2
Sapi 7 2-3
tahun Berganti 4



Sapi 8 7 Gigi berganti 3½ - 4½ tahun
Berganti
7
Sapi 9 4 Gigi berganti
2 – 3 tahun Berganti
4
Sapi 10 8 Gigi berganti
3½ - 4½ tahun Berganti
8
Sumber : Kelomopok III
Sapi pada no. 6 ini adalah sapi hasil persilangan antara simental dan FH sehingga diberi nama sapi simpaha. sapi ini umurnya sangat muda sekali yaitu sekitar 1,5 – 2,5 tahun, dan memiliki anak satu atau baru pertama melahirkan. sementara sapi yang nomor 1 – 10 kecuali no. 6 adalah sapi FH, yang masing-masing sudah sering melahirkan dan memiliki periode laktasi ke-5.
fakta ini bisa kita buktikan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Sasroamidjo (1989) bahwa untuk mengetahui umur sapi dapat dilakukan dengan melihat gigi. Pergantian gigi seri yang pertama, ialah yang paling tengah, terjadi pada umur 2 sampai 2 ½ tahun. Pergantian gigi seri yang kedua (kanan kiri dari yang pertama) terjadi pada umur 3 tahun. Pergantian gigi seri yang ketiga (sebelah menyebelah dari yang kedua), terjadi pada umur 4 tahun. Terakhir pergantian gigi seri keempat ialah yang paling luar terjadi pada umur 4 ½ tahun.

Acara V Penentuan Periode Laktasi Pada Sapi Perah
Dibawah ini akan diterangkan penentuan periode laktasi pada sapi perah di BIB Banyumulek dari tahun 2009 samapi tahun 2010
Tabel 11. Penentuan periode laktasi sapi perah di BIB Banyumulek
No. Nama sapi Keadaan sapi per periode laktasi Keterangan melahirkan berikutnya
1 x kawin 2 x kawin
1 Tulip Melahirkan pada bulan juli 2009
Masa laktasi ke 10-11
Periode laktasi ke 5 Melahirkan pada bulan mei 2010 Melahirkan pada bulan juni 2010
2 Persik Melahirkan pada bulan april 2009
Masa laktasi ke 1
Periode laktasi ke 5 Melahirkan pada bulan februari 2010 Melahirkan pada bulan maret 2010
3 Anggrek induk Melahirkan pada tanggal 5 agustus 2009
Masa laktasi 10
Periode laktasi ke 5 Melahirkan pada bulan juni 2010 Melahirkan pada bulan juli 2010
4 Anggrek anak Melahirkan pada tanggal 1 agustus 2009
Masa laktasi ke 10
Periode laktasi ke 3 Melahirkan pada bulan juni 2010 Melahirkan pada bulan juli 2010
5 Melati Melahirkan pada bulan april 2010
Periode laktasi ke 5 Melahirkan pada bulan februari 2011 Melahirkan pada bulan mei 2011
Sumber : Data olahan 2010
Berdasarkan data hasil praktikum diatas bahwa dengan calving interval 1 tahun, rata-rata sapi akan melahirkan berikutnya pada tahun 2010. karena rata-rata sapi melahirkan pada tahun 2009. sementara untuk mengetahui berapa kali ia melahirkan, kita bisa melihat dari rata-rata periode laktasinya. Pada table tersebut rata-rata periode laktasi dari masing-masing sapi adalah periode laktasi ke 5. artinya rata-rata sapi tersebut telah melahirkan 5 kali.
Dengan cara mengetahui berapa kali sapi melahirkan, kita bisa mengetahui pada periode lakatsi ke berapa dia sekarang. Sehingga periode laktasi sama dengan berapa kali melahirkan.



Acara VI Pengaturan Pemerahan Dan Perkawinan
Untuk pemerahan sapi perah yang ada di banyumulek hanya diperah satu kali sehari. Pada teori yang ada, makin sering sapi diperah maka produksinya akan tambah menigkat bahkan sapi yang berproduksi rendah pun dengan peningkatan frekuensi pemerahan dapat meningkatakan produksi susunya (Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980).
Dari 4 ekor sapi perah yang diperah pada hari kita praktikum itu, dengan interval pemerahan 1 kali per hari, sapi perah tersebut memproduksi susu sebanyak 6.27 liter perhari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil yang sangat minim dari susu yang diproduksi oleh sapi perah. Selain pengaturan pemerahan, pakan, besar ambing juga berpengaruh terhadpa tingkat produksi susu sapi perah. Produksi seekor sapi dipengaruhi oleh lingkungan, genetik serta interaksi antar agenetik dan lingkungan. Rata-rata produksi air susu 80% dipengaruhi lingkungan dan 20% genetik. Laktasi pertama seekor sapi adalah hal yang penting. Dari sejumlah penenlitian menunjukkan bahwa sapi yagn mempunyai produksi pertama tinggi maka sapi ternsebut cenderung memiliki masa produksi yang lebih panjang dan total produksi yang lebih tinggi (Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980).
Sementara untuk perkawinannya, sapi perah di BIB Banyumulek diperkirakan memiliki selang waktu 1 kali setahun dengan jumlah rata-rata kali perkawinan sekitar 1 kali. Artinya dengan sekali kawin, ternak tersebut langsung bunting. Disini kita bisa melihat bahwa rata-rata sapi yang ada di BIB Banyumulek tersebut berada dalam kondisi baik serta subur atau fertil. Pengaruh dari fertil ini mengakibatkan populasi ternak akan bertambah banyak. Hal ini dikarenakan jumlah kelahiran akan semakin tinggi pula pada sapi perah tersebut.






PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di jelaskan adalah :
1. jenis pakan yang diberikan pada ternak sapi perah adalah hijauan dan konsentrat dari pabrik. Sementara untuk
2. Sapi perah yang paling bagus atau dengan skor yang paling tinggi adalah sapi dengan kode no. 2 = no. 5 yang berada di sebelah kiri. Total nilai yang didapatkan adalah sekitar 76.
3. Rata-rata produksi susu sapi perah yang ada di BIB Banyumulek adalah 6,27 liter per hari; berarti selama satu bulan memproduksi susu sebanyak 188.1
4. Rata-rata umur sapi perah yang ada di BIB Banyumulek sekitar 3,5 – 4,5 tahun. Dengan populasi 10 ekor betina dewasa yang sudah melahirkan.
5. Periode laktasi ternak sapi perah yang ada di BIB Banyumulek saat ini adalah periode ke 5 dengan calving interval 1 tahun.
6. Pengaturan perkawinan ternak sapi perah adalah satu kali setahun dengan pemerahan satu kali sehari.
Saran
Saran yang ingin saya sampaikan kepada kita semua, agar dalam mencari data harus teliti. Serta dalam praktikum mahasiswa harus sungguh-sungguh. Supaya data yang dihasilkan valid dan bisa digunakan.
Selain itu buku pencatatan data sapi perah di BIB Banyumulek juga harus lengkap sejak tahunnya datang hingga kondisi sapi samapi sekarang, baik itu kelahiran, kesehatan, kematian, produksi susu, dan banyak yang lainnya.





DAFTAR PUSTAKA

AAK,1974. Beternak Sapi Perah, Kanisius. Yogyakarta.
AAK,1982. Seri Budaya Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta
AAK,1995 .Petunjuk Beternak Sapi Pearh. Kanisius. Yogyakarta
Anonim, 2008. Pencatatan Produksi
http://sentralternak.com/index.php/2008/10/07/pencatatan-produksi-recording/ (12 05 2010 11:30)

Anonim, 2010. Ternak Sapi Perah.
http://www.google.co.id/#hl=id&q=ternak+sapi+perah&revid=791213704&ei=dkf7S_6UO8y9rAeltfmyAg&sa=X&oi=revisions_inline&resnum=0&ct=broad-revision&cd=3&ved=0CDkQ1QIoAg&fp=b25fd8043a691190 (25 05 2010 11: 46)

Anonim, 2010. http://yuari.wordpress.com/2008/01/10/penilaian-eksterior-tubuh-ternak/ (12 05 2010 11:37)

Asih, 2004. Manajemen Ternak Perah. Universitas Mataram Press. Mataram
Bambang; Nazaruddin.1974. Ternak Komersial. PT Penebar Swadaya; anggota Ikapi: Jakarta.

Budi Pratomo, 1986. Cara Menyusun RansumTernak. Poultri Indonesia
Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan & Pengelolaan Pakan Ternak
Masyadi, 2010. Memilih Bibit Sapi Perah. http://masyadi-kumpulanartikelkuliah.blogspot.com/2010/05/memili-bibit-sapi-perah.html (25 05 2010 11:30)

Petrus Sitepu; Ngepkep Ginting.1989. Tehnik Beternak Sapi Perah Di Indonesia.PT Rekan Anda Setiawan:Jakarta

Priyono, 2009. Produktivitas Ternak Sapi Perah
http://priyonoscience.blogspot.com/2009/05/produktivitas-ternak-sapi-perah.html (12 05 2010 11:26 ).

Staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, 1980. Ilmu Produksi Ternak Perah. Universitas Padjadjaran : Bandung.

Sudono,dkk;2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. PT Aggro Media Pustaka:Jakarta.

Umar Ar., dkk. 1991. Pengaruh Frekuensi Penyiraman/memandikan terhadap sttus faali Sapi Perah yang dipelihara di Bertais Kabupaten Lombok barat.Unram University prss, Mataram.
Williamson, G. 1983. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Gadjah Mada.
Wikantadi, B. 1977. Biologi Laktasi Bagian Tehnik Perah. Fakultas Peternakan UGM : Yogyakarta.
Zein Syarief dan R. M. Sumoprastowo C. D. A.1984. Ternak Perah, CV Yasaguna: Jakarta











































LAMPIRAN