Sabtu, 09 April 2011

KESADARAN MANUSIA TERHADAP GLOBAL WARMING


-->
POTENSI DAN PENYEBAB GLOBAL WARMING


Oleh : Muh. Latarul Islain
Fakultas Peternakan Unviersitas Mataram





PENDAHULUAN
Latar belakang
Kerusakan alam merupakan suatu peristiwa yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam dan dapat merugikan makhluk hidup yang ada di bumi. Bencana alam yang terjadi di bumi seperti banjir, tanah longsor, tsunami, gunung meletus dan lain sebagainya akan mengakibatkan kerusakan ekosistem darat maupun ekosistem laut, sehingga kerugian yang didapatkan oleh makhluk hidup seperti hilangnya tempat tinggal, terjadinya kematian dan lain-lain.
Sekarang ini kerusakan alam yang dapat merugikan makhluk hidup terjadi dihampir setiap belahan dunia. Dimana kerusakan tersebut mengakibatkan hilangnya beberapa spesies hewan, rusaknya beberapa ekosistem terutama ekosistem darat seperti berubahnya bentuk geologi tanah, tanah menjadi tandus, terjadinya tanah longsor, kebakaran hutan, mencairnya gletser di kutub dan masih banyak kerusakan lain yang memiliki potensi untuk menghilangkah spesies makhluk hidup terutama spesies hewan.
Global warming adalah salah satu bentuk bencana alam yang berpotensi untuk merusak alam dan mengakibatkan perubahan cuaca. Aulia (2010) menyatakan suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,75 ± 0,180 C (1,33 ± 0,320 F) selama seratus tahun terakhir. Integovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyipulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabakan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Global warming atau pemanasan global telah terjadi sejak satu abad yang lalu, namun sampai sekarang pemanasan global ini belum bisa di tangani oleh dunia internasional. Sehingga global warming menjadi permasalahan internasional dimana semua Negara-negara didunia ini berupaya untuk mencari solusi agar global warming ini tidak terjadi atau bisa ditangani. Karena akibat dari global warming ini sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan dibumi serta mempengaruhi cuaca.
Dampak dari global warming atau pemanasan global ini sangat banyak diantaranya adalah terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim dimana sebagian belahan dunia mengalami musim hujan yang berkepanjangan dan sebagaian belahan dunia lain mengalami musim panas yang panjang dan ekstrim. Sementara dampak lainnya adalah mencairnya gletser di kutub sehingga air laut menjadi naik dan menyebabkan banjir, punahnya beberapa jenis hewan karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Sementara organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) mengatakan sebagai akibat dari globalisasi dan perubahan iklim, dunia menghadapi muculnya penyakit-penakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali (emerging and re-emerging animal disease). Merebaknya penyakit hewan domestik maupun hewan liar, belakangan ini seperti Blue tongue, Rift valley fever, West nile, Avian influenza atau juga penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vektor diyakini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim (Anonim, 2010).
Pemanasan global (global warming) merupakan peningkatan rata-rata suhu bumi yang disebabkan oleh adanya polusi udara, sehingga terjadinya pencemaran lapisan udara (atmosfer) dan kerusakan pada ozon (lapisan udara yang melindungi bumi dari pancaran langsung sinar ultraviolet). Pemanasan global sudah berlangsung selama satu abad, namun samapai sekarang pemanasan global atau global warming ini belum bisa teratasi. Hal ini Karena terjadinya peningkatan emisi gas secara terus menerus, sehingga suhu bumi terus meningkat. Sementara panas yang terdapat dibumi sebagian besar menetap di lapisan udara dan tidak bisa dikeluarkan ke angkasa. Sehingga suhu bumi meningkat, siang dan malam tetap panas.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat (Anonim, 2010).
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Gas-gas rumah kaca (green house gas) yang paling berperan terhadap meningkatnya efek rumah kaca (green house effect) adalah carbon dioksida (CO2), gas methan (CH4), nitrogen dioksida (N2O), Hidrofluoro karbon (HFC5), Perfluor karbon (PFC5), Sulfur heksafluorida (SF6) dan asam amoniak (NH3). Sebagian besar gas-gas yang menyebabkan emisi gas rumah kaca berasal dari peternakan termasuk industrinya.
Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 yang telah dikutip secara luas, memperkirakan emisi sebesar 7.516 juta metrik ton ekuivalen CO2 (CO2e) per tahun, atau 18 persen emisi gas rumah kaca (GRK) dunia setiap tahun, dihasilkan oleh hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan unggas. Dengan jumlah sebesar itu, peternakan sangat jelas memenuhi syarat untuk mendapat perhatian besar dalam mencari cara-cara untuk menangani perubahan iklim (Goodland dan Anhang)
Sementara menurut laporan IPCC bahwa terjadinya pemanasan global disebabkan oleh aktivitas manusia sehingga manusia bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi. Aktivitas yang dilakukan seperti penebangan pohon, pembakaran hutan, pembangunan sarana dan prasarana sosial dan lain sebagainya. Sehingga hal yang paling ditakutkan oleh dunia internasional adalah meningkatnya populasi manusia dua kali lipat hingga tahun 2050. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Karena jika populasi manusia di dunia sangat padat maka CO2, gas CH4, NH3 yang dihasilkan juga akan meningkat dan menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca. Selain itu, meningkatnya populasi di dunia menyebabkan bertambahnya kerusakan alam yang terjadi akibat dari aktivitas manusia dan dapat menyebabkan punahnya spesies-spesies hewan.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyimpulkan secara pasti penyebab terjadinya Global Warming karena semua berperan dan berpotensi terhadap emisi gas rumah kaca atau Green House Gas. Binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan, Industri, Hutan yang rusak, berpotensi terhadap terjadinya pemanasan global (Global Warming). Sehingga salah satu subjek dari pemanasan global tersebut tidak bisa disimpulkan sebagai penyebab pemanasan global (Global Warming). Artikel yang berjudul Potensi dan Penyebab Global Warming akan mencoba untuk menguraikan seberapa besar potensi terjadinya global Warming serta apa yang menyebabkan terjadinya Global Warming.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Adapun tujuan untuk penulisan karya tulis ini adalah mengetahui penyebab-penyebab global warming
Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui penyebab global warming serta berapa besar potensi terjadinya global warming.
2. Pembaca dapat menyadari dan berupaya untuk mengevaluasi hal-hal yang berpotensi penyebab global warming serta merencanakan strategi sebagai solusi yang akan dilakukan untuk mengurangi pemanasan global.



TINJAUAN PUSTAKA
Pemanasan Global (Global Warming)
Pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim adalah sebuah fenomena meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktifitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan hutan, serta kegiatan pertanian dan peternakan (Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2009). Aulia (2010) menyatakan suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,75 ± 0,180 C (1,33 ± 0,320 F) selama seratus tahun terakhir. Integovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyipulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabakan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global (Anonim, 2010).
Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 yang telah dikutip secara luas, memperkirakan emisi sebesar 7.516 juta metrik ton ekuivalen CO2 (CO2e) per tahun, atau 18 persen emisi gas rumah kaca (GRK) dunia setiap tahun, dihasilkan oleh hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan unggas. Dengan jumlah sebesar itu, peternakan sangat jelas memenuhi syarat untuk mendapat perhatian besar dalam mencari cara-cara untuk menangani perubahan iklim (Goodland dan Anhang).

Penyebab Global Warming

Efek rumah kaca

Efek rumah kaca atau dalam bahasa asingnya dikenal dengan istilah green house effect adalah suatu fenomena dimana gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer. Namun tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dile­pas­kan ke angkasa luar. Sebagian gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke permukaan bumi. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga bumi menjadi semakin panas. Efek rumah kaca itu sendiri terjadi karena naiknya konsentrasi gas CO2 (karbondioksida) dan gas-gas lainnya seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metan (CH4), kloroflourokarbon (CFC) di atmosfir. Kenaikan konsentrasi CO2 itu sendiri disebabkan oleh kenaikan berbagai jenis pembakaran di permukaan bumi seperti pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan-bahan organik lainnya yang melampaui kemampuan permukaan bumi antuk mengabsorpsinya. Bahan-bahan di permukaan bumi yang berperan aktif untuk mengabsorpsi hasil pembakaran tadi ialah tumbuh-tumbuhan, hutan, dan laut (Fahri, 2009)
Sebagian besar energy yang masuk kebumi berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya (Anonim, 2011).
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global (Anonim, 2011).

Efek umpan balik

Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat) (Soden, Brian J., 2005). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer (Anonim, 2011).
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat (Soden, Brian J., 2005).
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es (Stocker, Thomas F. 2001). Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan (Anonim, 2011). Ia juga menyatakan umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah (Buesseler, K.O., dkk., 2007).

Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini (Marsh, Nigel. 2000). Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960 yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950 (Hegerl, Gabriele C., 2007).
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000 (Scafetta, Nicola, 2006). Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh (Stott, Peter A. 2003). Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca ( Anonim, 2011).
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global (Foukal, Peter. 2006). Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis (Lockwood, Mike. 2007).
Peningkatan populasi manusia dan pertumbuhan ekonomi
Optimalisasi ekonomi dengan dukungan teknologi modern saat ini membentuk pola hidup manusia yang konsumtif.Pola hidup yang seperti itu mengakibatkan kerusakan pada lingkungan. Johannes Berger dalam bukunya The Economy and The Environment menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh berbahaya bagi lingkungan (Stevanie Hilda, 2009). Populasi meningkat dari 11.3 juta sampai tahun 2100 dan rata-rata pertumbuhan ekonomi 2.3 % per tahun antara 1990-2100, dengan campuran penggunaan sumber energi yang konvensional dan terbarukan. Emisi tertinggi Green House Gas (GHG) dihasilkan dari skenario IS92a yang mengkombinasikan semua asumsi, pertumbuhan populasi yang moderate, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ketersediaan bahan bakar fosil yang tinggi bahkan penghapusan energi nuklir. Skenario ekstrim yang lain adalah IS92c yang memiliki emisi CO2 yang menurun dan mencapai posisi dibawah tahun 1990. Hal tersebut diasumsikan bahwa populasi pertama-tama meningkat, kemudian menurun di pertengahan abad berikutnya, trus pertumbuhan ekonomi rendah dan terdapat beberapa batasan dari persediaan bahan bakar fosil.
Kondisi iklim dunia sampai 100 tahun ( tahun 2100) kedepan sulit diprediksi sehingga ilmuwan berusaha untuk melakukan berbagai skenario yang mungkin terjadi. Akibatnya skenario iklim terbagi menjadi empat kelompok utama yang disebut storyline (A1,A2,B1,B2) dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain:perubahan demografis,pengembangan ekonomi, dan pengembangan teknologi.
Gambar diatas merupakan total global tahunan emisi CO2 dari semua sumber (energi, industri, dan perubahan tata guna lahan) tahun 1990- 2100 (dalam giga ton karbon (GtC/yr)) untuk family dan 6 scenario grup. 40 scenario SRES ditampilkanoleh 4 family (A1, A2, B1, and B2) and 6 scenario grup(A1F1,A1T,A1B,A2,B2,B1): penggunaan energi fosil yang intensif A1FI (terdiri dari batubar,gas dan minyak), penggunaan sebagian besar energi bahan-bakar fosil A1T, keseimbangan penggunaan energi. Skenario A1di Gambar 1a; A2 di Gambar 1b; B1 di Gambar 1c, dan B2 di Gambar 1d. Tiap warna menunjukan rentang skenario harmonized dan non-harmonized pada tiap grup. Sebagai contoh Gambar 1(a), warna orange (dengan skenario A1F1 ditunjukan dengan garis hitam putus-putus), warna merah (dengan skenario A1B ditunjukan dengan garis hitam solid),warna oranye muda (dengan skenario A1T ditunjukan dengan garis hitam putus-putus), merupakan rentang skenario grup yang terdiri dari skenario harmonized dan non-harmonized. Begitu pula dengan Gambar 1 (b), rentang warna coklat menunjukan rentang skenario harmonized dan non-harmonized A2 dengan garis solid hitam menunjukan skenario A2 (Kadarsah, 2009).
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim terjadi akibat aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta kegiatan lain yang berhubungan dengan hutan, pertanian, dan peternakan. Aktivitas manusia pada kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan jumlah GRK secara global (Anonim, 2010).
Sesuai dengan mandat yang ditegaskan dalam panel, IPCC secara teratur dan komprehensif mengeluarkan Assessment Reports /Laporan Penilaian mencakup: saintifik, teknik dan informasi sosial-ekonomi yang berhubungan untuk memahami pengaruh manusia terhadap perubahan iklim, potensi pengaruh perubahan iklim dan berbagai cara untuk mitigasi dan adaptasi. Empat Assessment Reports telah diselesaikan tahun : 1990, 1995, 2001 and 2007. Sebagai contohnya, The Fourth Assessment Report “Climate Change 2007″ terdiri dari 4 volume dengan berbagai variasi kntribusidiluncurkan bulan November 2007.
Laporan lainnya berupa Special Reports atau Laporan Khusus yang disiapkan untuk topik tertentu misalnya tentang penerbangan, pengaruh regional dari perubahan iklim, transfer teknologi,skenario emisi, penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan hutan, konentrasi CO2 dan hubungannya dengan lapisan ozon serta sistem iklim global.
Gambar diatas menunjukan bagaimana jika skenario tersebut dijalankan dan pengaruhnya terhadap (a) Emisi Co2,(b)Konsentrasi Co2, (c) Emisi SO2,(d)Perubahan Temperatur, (e)Kenaikan Permukaan Laut. Khusus untuk gambar (d) dan (e) terdapat rentang kemungkinan hasil model. Gambar (e) menunjukan rentang yang sangat besar hasil semua model SRES (selubung garis hitam paling luar), beberapa model SRES (selubung yang berwarna abu-abu, serta rata-rata model SRES ( selubung warna abu-abu yang lebih gelap). Sedangkan berbagai garis yang beraneka warna menunjukan rentang hasil model dari skenario masing-masing, misal warna garis merah solid merupakan skenario model A1B maka rentangan hasil model untuk skenario A1B setinggi garis tersebut,begitu pula garis yang lain (Kadarsah, 2009).
PEMBAHASAN
Pengaruh global warming ini sangat kuat terhadap iklim dan kehidupan dibumi. Potensi pemanasan global (global warming) sangat besar untuk terjadinya kerusakan di bumi seperti terjadinya banjir, perubahan cuaca yang ekstrim, punahnya beberapa spesies hewan, mendatangkan berbagai macam penyakit yang baru dan penyakit yang kembali muncul. Global warming merupakan masalah yang sangat serius dan belum bisa diatasi oleh dunia international. Sementara berbagai solusi yang diperikirakan dapat mengurangi terjadinya pemanasan global (global warming) ini telah dilakukan.
Hal yang paling berperan terhadap terjadinya pemanasan global adalah aktivitas manusia, karena semua yang dilakukan oleh manusia berpotensi untuk menyebabkan global warming atau pemanasan global. Sehingga laporan yang dikeluarkan oleh IPCC menyimpulkan terjadinya pemanasan global disebabkan oleh aktivitas manusia sehingga manusia bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi. Aktivitas yang dilakukan seperti penebangan pohon, pembakaran hutan, pembangunan sarana dan prasarana sosial dan lain sebagainya. Sehingga hal yang paling ditakutkan oleh dunia internasional adalah meningkatnya populasi manusia dua kali lipat hingga tahun 2050. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Karena jika populasi manusia di dunia sangat padat maka CO2, gas CH4, NH3 yang dihasilkan juga akan meningkat dan menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca. Selain itu, meningkatnya populasi di dunia menyebabkan bertambahnya kerusakan alam yang terjadi akibat dari aktivitas manusia dan dapat menyebabkan punahnya spesies-spesies hewan.
Dampak lain dari global warming atau pemanasan global ini sangat banyak diantaranya adalah terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim dimana sebagian belahan dunia mengalami musim hujan yang berkepanjangan dan sebagaian belahan dunia lain mengalami musim panas yang panjang dan ekstrim. Sementara dampak lainnya adalah mencairnya gletser di kutub sehingga air laut menjadi naik dan menyebabkan banjir, punahnya beberapa jenis hewan karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Sementara organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) mengatakan sebagai akibat dari globalisasi dan perubahan iklim, dunia menghadapi muculnya penyakit-penakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali (emerging and re-emerging animal disease). Merebaknya penyakit hewan domestik maupun hewan liar, belakangan ini seperti Blue tongue, Rift valley fever, West nile, Avian influenza atau juga penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vektor diyakini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim (Anonim, 2010).
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyimpulkan secara pasti penyebab terjadinya Global Warming karena semua berperan dan berpotensi terhadap emisi gas rumah kaca atau Green House Gas. Binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan, Industri, Hutan yang rusak, berpotensi terhadap terjadinya pemanasan global (Global Warming). Sehingga salah satu subjek dari pemanasan global tersebut tidak bisa disimpulkan sebagai penyebab pemanasan global (Global Warming). Namun disimpulkan bahwa semua yang berpotensi sebagai emisi gas rumah kaca disebabkan oleh aktivitas manusia.
Sangat banyak bukti yang bisa dijadikan sebagai penguat untuk memberikan kesimpulan bahwa manusia penyebab utama global warming. Penggunaan energi fosil untuk kebutuhan hidup manusia seperti kendaraan, listrik dan lain sebagainya sangat berpotensi sebagai emisi gas rumah kaca. Selain itu, pembakaran hutan dan penebangan pohon tanpa rehabilitasi juga dapat menyebabkan kurangnya penyerapan CO2 sehingga menumpuk di udara dan menjadi gas rumah kaca. Pembakaran ini dilakukan oleh manusia untuk keperluan hidup mereka, namun mereka tidak melihat dampak dari semua perbuatan yang dilakukan, pembuangan dan penumpukan sampah disuatu tempat tanpa ditangani oleh manusia sehingga terjadi oksidasi dan menghasilkan gas methan, adanya pembangunan fasilitas seperti gedung, jembatan, jalan, dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca. Karena dilakukan penebangan pohon, pergeseran tumbuh-tumbuhan yang dapat menyerap CO2, pengalihan fungsi lahan dari fungsi menanam tumbuh-tumbuhan dijadikan seabgai bangunan, serta pemanfaatan energi yang menjadi karbon monooksida (CO). Selain berpotensi untuk membunuh makhluk hidup, gas ini juga berpotensi sebagai gas rumah kaca dan menyebabkan global warming.
Sumber utama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, industri, aktivitas rumah tangga ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia.
Gas-gas rumah kaca (green house gas) yang paling berperan terhadap meningkatnya efek rumah kaca (green house effect) adalah carbon dioksida (CO2), gas methan (CH4), nitro oksida(N2O), nitrogen dioksida (NO2), Hidrofluoro karbon (HFC5), Perfluor karbon (PFC5), Sulfur heksafluorida (SF6), kloroflourokarbon (CFC) dan asam amoniak (NH3).
Karbon dioksida (CO2) yang termasuk gas rumah kaca (Green House Gas atau GHG) berasal dari sisa respirasi makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Senyawa ini merupakan sisa pembakaran dari proses pertukaran oksigen dan terjadi pembakaran didalam tubuh. Karbon dioksida yang merupakan sisa tidak lagi dimanfaatkan oleh tubuh makhluk hidup kecuali tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan memanfaatkan karbon dioksida sebagai bahan bakar untuk respirasi dan menghasilkan nutrisi didalam tumbuh-tumbuhan kemudian hasil sisa pembakaran berupa oksigen (O2) kemudian dilepaskan ke udara. Sehingga tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan keberadaannya guna mengurangi CO2 karena tumbuh-tumbuhan menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Namun banyak tumbuh-tumbuhan telah dihilangkan oleh manusia seperti pepohonan termasuk leguminosa, rumput yang berperan penting terhadap penyerapan karbon dioksida diudara telah dialih fungsikan dan digeser atau diganti dengan bangunan untuk keperluan manusia. Selain menumpuknya karbon dioksida di udara, dampak dari penggeseran tumbuh-tumbuhan adalah terjadinya banjir dibeberapa daerah. Tumbuh-tumbuhan berfungsi untuk menyerap air dan menyimpannya dalam jangka waktu yang cukup lama.
Selain Karbon dioksida (CO2), Gas methan merupakan Green House Gas terbanyak diudara setelah Karbon dioksida (CO2). Factor utama meningkatnya gas ini adalah karena adanya Industri yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peningkatan konsentrasi metana (CH4) dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) pada zaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Aktivitas gas methan terhadap penyerapan panas yang dipantulkan oleh bumi sangat besar, karena methan adalah gas yang memiliki konsentrasi sangat besar di udara.
Industri yang digunakan oleh manusia akan menghasilkan limbah industri, dimana limbah tersebut biasanya berbentuk cair dan dibuang ke kolam pembuangan. Namun jika tidak ada penanganan lebih lanjut, maka air limbah tersebut akan terurai oleh bakteri atau mikroba yang akan menghasilkan Karbon dioksida (CO2) dan atau gas Methan (CH4). Sehingga semakin tinggi tingkat produksi air limbah maka semakin tinggi pula tingkat produksi gas rumah kaca yang berarti mempercepat terjadinya perubahan iklim global. Air limbah yang berpotensi menghasilkan emisi metan adalah air limbah yang berasal dari limbah industri antara lain industri kelapa sawit, industri tapioka, industri nenas, industri karet, pabrik gula, industri makanan dan petrokimia (Aprimadini, 2009).
Nitro oksida (N2O) merupakan GHG yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, industry dan pertanian dengan persentase yang cukup signifikan untuk menyebabkan global warming. Sekarang ini, persentase N2O diudara tidak sebesar CO2 dan CH4 namun masih berpotensi untuk menyerap radiasi dan menyebabkan panas dengan temperature yang cukup tinggi pengurangan jumlah persentase dari N2O ini adalah kandungan nitrogen yang berada pada senyawa tersebut dapat dipecah atau diuraikan menjadi atom N yang kemudian berugna untuk tanaman dan plankton di perairan. Jika senyawa N2O tidak diuraikan maka akan menjadi Green House Gas (GHG) yang berkontribusi terhadap pemanasan global ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para ilmuwan untuk mengurangi emisi gas ini, namun ternyata jumlah kandungan gas ini di udara atau diatmosfir masih banyak. Sementara upaya yang dilakukan oleh manusia tidak mampu untuk mengurangi emisi gas ini. Karena upaya tersebut berada pada persentase penerapan yang masih rendah, masih sebatas lab dan belum bisa diterapkan dilapangan.
Selain itu, Klorofluoro karbon (CFC) adalah gas rumah kaca yang berkontribusi penyebab global warming. Klorofluoro karbon merupakan gas buatan (Imitation Gasses) yang dihasilkan dari alat pendingin, kaleng aerosol, beberapa agen berbusa dalam industri kemasan, bahan kimia pemadam api dan pembersih yang digunakan dalam industri elektronik. CFC disebut sebagai gas buatan atau tidak alami karena gas ini dihasilkan dari suatu proses non ilmiah. Berbeda dengan gas yang lainnya seperti CO2, CH4, Asam amoniak dihasilkan secara ilmiah dan telah ada di bumi jauh sebelum manusia ada (Roy D’silva, 2011). Gas klorofluoro karbon ini bersifat merusak ozon sehingga lapisan ozon akan rusak dan menyebabkan pancaran langsung sinar matahari kebumi semakin meningkat. Semakin banyak pengguna barang elektronik terutama mesin pendingin, maka gas ini akan semakin meningkat. Kontribusi gas ini terhadap pemanasan global cukup berpengaruh untuk merubah iklim secara ekstrim.
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Potensi terjadinya global warming sangat besar, karena manusia adalah factor utama yang menyebabkan global warming. Sebagaimana dilaporkan oleh IPCC bahwa peningkatan suhu bumi terjadi akibat aktivitas manusia, sehingga manusia yang paling bertanggung jawab terhadap global warming ini.
2. Factor penyebab global warming sangat banyak, diantaranya adalah adanya gas-gas rumah kaca yang disebut sebagai Green House Gasses. Dimana gas-gas ini berfungsi sebagai penyerap panas yang dipantulkan oleh bumi ke angkasa.
Saran
Manusia harus menyadari dan berupaya untuk memberikan solusi terhadap terjadinya global warming ini. Karena manusia bertanggung jawab terhadap kerusakan alam yang diakibatkan oleh global warming.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Global Warming : Efek Rumah Kaca.
Anonim, 2010. Waspada Pengauh Global Warming Terhadap Industri Perunggasan; Poultry Indonesia. PT. Kharisma Satwa Media: Jakarta.
Anonim, 2011. Marilah Mencintai Alam Kita Dimulai Dari Diri Kita Sendiri http://negarakretagama.wordpress.com/2011/01/23/marilah-mencintai-alam-kita-dimulai-dari-diri-kita-sendiri/ diunduh tanggal 04 Maret 2011.
Anonim, 2011. Info Iptek : Stop Global Warming. http://goiptek.freetzi.com/wp-content/uploads/2010/04/pemanasan_global_dan_kesehatan.jpg diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Anonim, 2011. Pemanasan Global. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global Diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Aprimadini, Eva. 2009. Perubahan Iklim Global Dan Kaitannya Dengan Pengendalian Pencemaran Air. http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/perubahan-iklim-global-dan-kaitannya.htm diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Aulia, 2010. Waspada Pengaruh Global Warming Terhadap Indusri Perunggasan. Poulty Indonesia.
Buesseler, K.O., C.H. Lamborg, P.W. Boyd, P.J. Lam, T.W. Trull, R.R. Bidigare, J.K.B. Bishop, K.L. Casciotti, F. Dehairs, M. Elskens, M. Honda, D.M. Karl, D.A. Siegel, M.W. Silver, D.K. Steinberg, J. Valdes, B. Van Mooy, S. Wilson. (2007) Revisiting Carbon Flux Through The Ocean's Twilight Zone. Science 316: 567-570.
Climate Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/fig2-12.htm. Diakses pada 8 Mei 2007.
Courtesy U.S. Global Change Research Programe
Fahri, 2009. Global Warming : Definisi, Sebab, Akibat, Dan Solusinya. Fahripeblog.wordpress.com. diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Goodland ,Robert dan Anhang , Jeff - Ilmuwan Lingkungan Bank Dunia www.worldwatch.org/ww/livestock.
Kadarsah, 2009. Satelit Pengukur Kandungan CO2. http://kadarsah.wordpress.com/category/global-climate-change/ diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Kementrian Lingkungan Hidup Repubk Indonesia. 2009. Gas Rumah Kaca dalam Angka. Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup : Jakarta.
KLH (1994) disitus Aprimadini, Eva. (2009). Perubahan Iklim Global Dan Kaitannya Dengan Pengendalian Pencemaran Air. http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/perubahan-iklim-global-dan-kaitannya.htm diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Marsh, Nigel. 2000. Cosmic Rays, Clouds, And Climate (PDF). Space Science Reviews 94 (1-2): 215-230. doi:10.1023/A:1026723423896. http://www.dsri.dk/~hsv/SSR_Paper.pdf. Diakses pada 17 April 2007.
PA Government Services Inc (2000) dalam Anwar, Misykatul. 2008. Pemanasan Global Dan Alqur’an. http://misykatulanwar.files.wordpress.com/2008/08/new-picture-32.png diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Roy D’silva, 2011.
Stevanie Hilda, 2009. Pengaruh Dan Penyebab Global Warming Bagi Dunia http://vanhilrel.wordpress.com/2009/02/15/pengaruh-dan-penyebab-global-warming-bagi-dunia/ diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Stocker, Thomas F. 2001. 7.5.2 Sea Ice. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I To The Third Assessment Report OF the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/295.htm. Diakses pada 11 Februari 2007.